Entri yang Diunggulkan

SERAYU-MEDIA.COM: Novel : Pusaka Kembang Wijayakusuma (26)

SERAYU-MEDIA.COM: Novel : Pusaka Kembang Wijayakusuma (26) : “Dari mana Dinda Sekarmenur mendapatkan perlengkapan ranjang tempat tidur yang ...

Sabtu, 15 April 2017

[3]Patih Aria Wirjaatmadja(1831 - 1909), Sang Pejuang Ekonomi Kerakyatan



Di luar dugaan saya bisa berjumpa dengan salah seorang trah generasi ke-3  Patih Purwokerto, Raden Aria Wirjaatmadja, Drg.Yulistiatri Dartoyo, di Warung Sate Sidareja- Pak Gino, Jl.Sunda 76 Bandung (15-01-2016 M). Saya bisa bertemu   lewat jasa baik Admin Kompasiana. 

Ayah Drg. Yulistiatri Dartoyo adalah  seorang Perwira Tinggi Polri yang berpindah pindah. Terakhir dinas di Polda Jabar-Bandung. Tidak mengherankan jika  Ibu yang awet muda dan energik ini, menghabiskan masa remajanya di Bandung. Tamat dari SMA Negeri 5 Bandung tahun 1974 langsung  melanjutkan ke Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Pajajaran. Suami dan putrinya juga berprofesi sebagai dokter gigi. Kakeknya  adalah putra ke-15 Patih R. Aria Wirjaatmadja.

Ibu Drg.Yulistiatri Dartoyo menjelaskan bahwa putra-putri Patih R.Aria Wirjaatmadja berjumlah 18 orang, sehingga keturunannya menjadi keluarga besar trah Wirjaatmadja. Mereka rupanya banyak mewarisi nilai-nilai semangat perjuangan dan pengabdian Patih R.Aria Wirjaatmadja, bekerja di berbagai lapangan pengabdian mulai dari profesi dokter, insinyur, dosen, birokrat, TNI, Polri dan lapangan pengabdian  lainnya.
Baru-baru ini trah Patih R.Aria  Wirjaatmadja berhasil mendirikan sebuah yayasan sosial sebagai bagian dari upaya melestarikan nilai-nilai, semangat dan cita-cita Patih R. Wirjaatmadja yakni memperjuangkan kepentingan rakyat kecil yang sebagian besar masih hidup di bawah garis kemiskinan. Ibu Drg.Yulistiatri Dartoyo, duduk sebagai Wakil Ketua Yayasan R.Aria  Wirjaatmadja yang sejak tahun 2013, mengadakan bakti sosial, antara lain operasi bibir sumbing secara gratis yang dipusatkan di Purwokerto. Alamat sekretarian Yayasan R.Aria Wirjaatmadja, di Jl.Pungkuran no.5 Purwokerto. Kita berharap kiprah yayasan ini bisa melanjutkan cita-cita Patih R. Aria  Wirjaatmadja yang dikenal luas sebagai perintis Bank Pekreditan Rakyat, yang menjadi cikal bakal BRI.

Patih R. Wirjaatmadja, Sang Pejuang Ekonomi Kerakyatan.
Lituratur mengenai perjuangan Patih R. Aria Wirjaatmadja, saya temukan ketika saya masih duduk di bangku SMP di Purwokerto dari buku yang berjudul Ideologi Koperasi, membentuk masyarakat adil dan makmur, karangan Drs.Suradjiman, Penerbit NV.Ganaco, Bandung. 

Buku itu  membagi sejarah Koperasi di Indonesia menjadi 6 babak antara lain:(1) Masa Pertumbuhan (1900 – 1915 M), (2) Masa Perkembanga (1915 – 1933), (3) Masa Memperhahankan Diri (1933-1942),  (4) Masa Jaman Jepang (1942-1945), (5) Masa Perjoangan (1945 – 1959 ) (6) Masa Konsolidasi ( 1959 - ).
Kurang jelas apa alasan buku tersebut menjadikan tahun 1900 sebagai patokan awal pembabakan sejarah koperasi di Indonesia? Padahal ketika uraiannya membahas Masa Pertumbuhan  Koperasi, diawali dengan kisah Patih R. Aria  Wirjaatmadja merintis bank penolong dan tabungan pada tahun 1895. Karena itu pembabakan sejarah koperasi Indonesia, mestinya bukan dimulai dari tahun 1900 tetapi dimulai dari tahun 1895 M. 

Dalam buku itu dimuat kisah Patih R. Aria  Wirjaatmadja merintis bank perkreditan rakyat,yang  diawali dengan melukiskan kemiskinan yang diderita oleh sebagian besar rakyat yang terjajah, diuraikan penulisnya denagn cukup menarik sbb, 

“Akibat pemerasan kaum penjajah yang telah dilakukan selama lebih kurang 300 tahun, sebagian besar bangsa Indonesia hidup dalam keadaan sengsara. Pendapatan yang diterima baik oleh rakyat maupun pegawai negeri pada umumnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehar-hari. Dengan demikian sewaktu-waktu ada keperluan  mendadak atau keperluan yang bersifat istimewa, terpaksa dipenuhi dengan jalan mencari pinjaman. Tidak sedikit rakyat yang hidup dibawah timbunan hutang, sehingga keadaannya sangat menyedihkan.

“Usaha untuk dapat menghindarkan diri dari cengkeraman lintah darat mula-mula dirintis oleh Raden Aria Wiryatmaja, seorang patih di Purwokerto. Sebagai seorang pegawai negeri perhatian R. Wirjaatmadja mula-mula ditujukan pada lingkungannya sendiri. Pada tahun 1895 M didirikanlah Bank Penolong Tabungan untuk membebaskan pegawainya dari cengkeraman lintah darat. Bank tersebut terkenal sebagai Bank Priyayi, karena usahanya terbatas pada pegawai negeri. Setelah usaha pertama berhasil, kemudian lapangan usahanya diperluas di kalangan petani. Nama banknya kemudian diganti jadi Bank Penolong, Tabungan dan Kredit Pertanian. 

Buku itu selanjutnya menyatakan bahwa,usaha Patih R.Aria Wirjaatmadja itu mendapat bantuan dari Asisten Residen Banyumas E.Sieburgh. Pada tahun 1898 E.Sieburgh, diganti  De Wolf van Westerrode. Ternyata asiten residen yang baru itu tertarik pada usaha-usaha yang telah dijalankan Patih R.  Aria  Wirjaatmadja.  Setelah Westerrode mempelajari persoalan yang ingin dipecahkan dengan didirikannya Bank Penolong itu, Westerrode bercita-cita mengadakan perbaikan dan merubah bank yang didirikan Patih  Aria  Wirjaatmadja itu menjadi Koperasi Kredit model Raiffeisen di Jerman. Tetapi usahanya tidak berhasil karena pemerintah tidak menyetujui rencananya untuk membimbing rakyat ke arah berkoperasi

Maka sebagai gantinya, demikian tulisan itu melanjutkan,  Westerodde mendapat tugas untuk mendirikan badan-badan kredit untuk rakyat yang langsung diurus sendiri oleh pemerintah. Pada tahun 1900, pekerjaan Westerrode ini menghasilkan berdirinya Bank Rakyat (AVB), Rumah Gadai, Bank Desa dan Lumbung Desa. Nampaknya bank-bank tersebut bertujuan memberikan pertolongan kepada rakyat. “Tetapi di dalamnnya, tersembunyi maksud buruk, yaitu untuk merintangi jangan sampai rakyat dapat mengurus kepentingannya sendiri dengan jalan berkoperasi!” tulis penulis buku Ideologi Koperasi itu.

Ada beberapa hal aneh dan ganjil dari buku karya Drs.Suradjiman yang diterbitkan di Bandung itu, antara lain hal-hal berikut ini:

Pertama, karena Patih Aria Wirjaatmaja sukses merintis Bank Penolong Tabungan dan Kredit Pertanian yang didirikan pada tahun 1895, seharusnya pembabakan sejarah koperasi di Indonesia, dimulai sejak tahun 1895 M, bukan sejak tahun 1900. Jika dimulai tahun 1900 akan terkesan perintis Bank Perkreditan Rakyat adalah Asisten Westerrode. Padahal Westerrode pada awalnya justru banyak bertanya dan berdiskusi dengan Patih Raden Aria  Wirjaatmadja. 

Ketika mereka saling berdiskusi dan Westerrode menerima penjelasan dari Patih R.Aria Wirijaatmaja, Westerrode rupanya teringat pada sosok FW.Raiffeissen, seorang walikota sebuah kota kecil di Jerman yang memiliki kesamaan cita-cita dengan Patih Purwokerto yang cekatan dan cerdas itu. 

Seperti juga Patih R.Aria Wirjaatmadja, FW.Raiffeisen sangat terharu menyaksikan nasib kaum tani yang sangat menderita. Sebagian besar kaum tani rakyatnya terjerat timbunan utang. Berkali-kali FW.Raifessen mengajukan usul kepada pemrintah pusat di Jerman  disertai usul-usul untuk mengadakan perbaikan masyarakat tani. Tapi usulnya tak pernah mendapat perhatian. Terdorong oleh kecintaannnya yang besar kepada rakyat tani, FW.Raifessen mengambil inisiatip sendiri dengan mendorong kaum tani mendirikan perkumpulan simpan pinjam.

Pada tahun 1848 dengan menggunakan pengaruhnya sebagai walikota, FW.Raiffeissen, berhasil mendirikan perkumpulan yang bertujuan memberikan bantuan kepada kaum tani. Usahanya dimulai dari mengumpulkan uang dari beberapa orang hartawan. Modal yang telah terkumpul disediakan bagi petani yang memerlukan pinjaman dengan bunga ringan. Ternyata dari usaha tersebut, banyak sekali petani yang tertolong. Namun begitu ada sejumlah hal yang membuat FW.Raiffeisen kecewa, antara lain :

1.      Karena tidak ada pengawasan yang teliti atas penggunaan uang yang dipinjam, banyak petani yang malah menyalahgunakan kesempatan meminjam uang untuk kepentingan yang kurang penting. Keuntungan yang diperoleh dari pembayaran bunga akhirnya jatuh ke tangan pemilik modal. Singkat ceritera usaha FW.Raiffeisen gagal. Petani ternyata belum terlepas dari timbunan utang. Malah ditemukan gejala yang memprihatinkan, para petani lebih gemar meminjam uang dari pada menabung, karena syarat-syaratnya yang dianggap mudah dan bunganya yang rendah. Namun begitu FW.Raifeissen tak kenal menyerah. Pengalaman pertamanya itu membawanya pada suatu hipotese  atau kesimpulan sementara, “Sesungguhnya jalan satu-satunya untuk memperbaiki nasib seseorang harus dicapai dengan jalan usaha dan kesadaran mereka sendiri. Bukan dengan bantuan yang diterimanya dari pihak lain”

Pada tahun 1864, ketika FW.Raiffeissen dipindahkan ke Kota Heldershof, dia memulai lagi usaha meningkatkan pendapatan  petani tetapi dengan pendekatan baru dengan langkah-langkah sbb :
1.      FW.Raiffeissen memulai lagi usahanya dengan anjuran agar para petani gemar menabung, meskipun dalam jumlah sangat kecil. Dari uang yang terkumpul diberikan kesempatan kepada para petani yang benar-benar memerlukan.
2.      Usahanya dilakukan pada lingkungan terbatas dengan wilayah yang tak terlalu luas, tetapi anggota-anggotanya saling mengenal agar kerjasama mereka jadi erat.
3.      Penggunaan uang yang dipinjam diawasi dengan teliti, untuk menjaga agar jangan sampai pinjaman tersebut digunakan untuk hal-hal yang menyimpang.
4.      Pimpinan dipegang oleh anggota sendiri yang dilakukan tanpa pembayaran upah.
5.      Keuntungan yang diperoleh dari pembayaran bunga dijadikan milik perkumpulan dan digunakan untuk membiayai kepentingan perkumpulan selanjutnya.

Dengan cara bekerja semacam di atas ternyata perkumpulan dapat bekerja dengan baik. Para petani dapat menolong anggota-anggotanya atas usaha dan modal para petani itu sendiri. Uang yang dipinjamkan kepada para petani berasal dari uang para petani itu sendiri. Dengan demikian terciptalah suatu perkumpulan simpan pinjam yang kemudian terkenal dengan nama koperasi kredit model Raiffeissen. Segala pengalaman Raiffeissen itu dituliskannya dalam bukunya yang terbit pada tahun 1866. Berkat bukunya itu koperasi model Raiffeissen cepat berkembang dan meluas di Jerman. Pada waktu FW.Raiffaissen meninggal dunia (1888 M), tidak kurang dari 425 koperasi kredit telah berjalan dengan baik mengikuti petunjuk Raiffeissen.

Bisa jadi Patih R.Aria Wirjaatmadja sudah pernah membaca buku Raiffeissen. Atau dia mendapatkannya dari Westerrode. Yang jelas Westerrode terkesan dengan langkah-langkah Patih R.Aria Wrijaatmadja yang menyerupai langkah-langkah FW.Raiffeissen. Keduanya juga sama-sama berprofesi sebagai birokrat. Dapat dipastikan Patih Purwokerto dan Westerrode melakukan diskusi intensif dan keduanya mencapai kata sepakat  bersama-sama merintis mendirikan koperasi kredit simpan pinjam di Purwokerto sebagi uji coba  menurut buku  petunjuk Walikota Heldershof itu.Sayangnya proyek koperasi simpan pinjam itu langsung gagal. Sebab kegagalan sebenarnya karena  Westerrode lupa, bahwa  pada saat itu  rakyat Jerman adalah rakyat merdeka, sedang rakyat Pribumi Purwokerto adalah rakyat terjajah yang sebagian besar masih buta huruf, belum banyak yang mengenyam pendidikan model barat.

 Itulah sebabnya Patih Aria Wirjaatmadja pada awalnya lebih  memilih model Bank Rakyat dan bukan model koperasi kredit Raiffaissen. Tentu hal semacam ini sudah didiskusikan secara mendalam dengan Westerrode. Tetapi karena Westerrode adalah atasannya, mau tidak mau Patih Aria Wirjaatmadja, mengikuti kehendak atasannya yang terbukti gagal itu. Jadi kegagalan koperasi simpan pinjam yang dirintis bersama-sama Patih R. Aria Wirjaatmadja dan Westerrode, bukan karena Pemerintah Hindia Belanda menghalang-halangi rakyat berkoperasi. Kegagalan itu lebih karena mental petani Pribumi yang belum sepenuhnya siap untuk berorganisasi secara modern. 

Kebijakan politik pemerintah Hindia Belanda menjelang akhir abad ke-19 M itu, justru sangat mendukung usaha-usaha yang bermaksud memperbaiki nasib Pribumi terjajah. Sebab pada saat itu muncul krtik-kritik tajam dari kaum sosialis demokrat yang mulai menguat di Parlemen Belanda. Mereka mendesak agar Pemerintah Belanda memberikan balas budi kepada Pribumi Hindia Belanda yang terjajah dengan memberikan pendidikan dan kesejahteraan yang lebih baik dan meninggalkan kebijakan yang menindas Pribumi. Kebijakan yang dikenal dengan Politik Etis atau Hutang Budi, dilancarkan antara lain oleh Van Deventer. Karena itu terlalu dini, anggapan kegagalan Westrroede merintis koperasi kredit Raiffassen, karena Pemerintah Hindia Belanda menghalang-halangi rakyat berkoperasi.

Fakta sejarah menunjukkan pertumbuhan pergerakan koperasi baru muncul setelah Budi Utomo berdiri pada tanggal 20 Mei 1908. Sebab pada saat itu Kebijakan Poltik Etis sudah berjalan satu windu, dan jumlah rakyat yang mengenyam pendidikan barat mulai bertambah.Rakyat yang dipelopori kaum priyayi terdidik mulai pandai berorganisasi dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya dengan cara-cara yang modern. Termasuk cara-cara memperjuangkan kesejahteraan rakyat, yakni melalui organisasi koperasi.Tidak mengherankan jika salah satu agenda perjuangan BU, selain memajukan pendidikan juga memajukan kesejahteraan pribumi dengan menggiatkan pendirian koperasi. Serikat Dagang Islam (1911 ), organisasi pergerakan yang muncul menyusul Budi Utomo, bahkan menjadikan koperasi sebagai salah  satu prioritas agenda perjuangan utamanya. Dan pemerintah Hindia Belanda tidak pernah melarangnya dan menghalang-halanginya, karena gerakan Pribumi untuk memperbaiki nasibnya sendiri melalui bidang pendidikan dan koperasi sebagai bagian dari gerakan ekonomi kerakyatan, sejalan dengan kebijakan Politik Etis Pemerintah Hindia Belanda.

Pemerintah Hindia Belanda baru campur tangan dengan gerakan koperasi pada tahun 1915 dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Hindia Belanda No.431 tahun 1915. PP itu terbit setelah gerakan radikal kiri yang mengusung ideologi Markisme mulai menggunakan koperasi sebagai salah satu alat politik memperjuangan agenda-agenda perjuangan klas melawan Pemerintah Hindia Belanda yang dituduh membela dan memperjuangkan kepentingan kapitalis melalui perkebunan-perkebunan swasta milik pengusaha Belanda dan Eropa lainnya. Kelak PP No.431/1915 itu dicabut, diganti dengan PP No. 91/1927. Dan pada tahun 1933, diterbitkan lagi PP No.108/1933.

Pertumbuhan koperasi yang pesat setelah berdirinya Budi Utomo yang digerakkan para priyayi itu, menunjukkan kebenaran gagasan Patih R.Aria Wijaatmaja bahwa pada tahun 1898 ketika dia dan Westerrode bereksperimen mendirikan koperasi Raiffissen, masanya memang belum tepat.Sebab Pribumi terdidik belum banyak. Bagaimananpun juga ketrampilan berorganisasi memerlukan pendidikan dan latihan. Sekalipun begitu,  pengaruh bank rakyat dan koperasi model FW. Raiffeissen yang dirintis Patih R.Aria Wirjaatmadja  itu harus  dicacat sebagai rintisan awal munculnya gerakan ekonomi kerakyatan dalam bentuk bank perkreditan rakyat dan koperasi di Indonesia.  

Karena itu pembabakan sejarah koperasi dan bank rakyat di Indonesia, seharusnya berolak dari tahun 1895 M. agar supaya lebih mendekati fakta perjalanan sejarah perjuangan Bangsa Indonesia mewujudkan cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Babakan Sejarah Koperasi di Indonesia  seperti berikut ini patut untuk dipertimbangkan: (1) Masa Perintisan (1895 – 1908 ), (2)Masa Pertumbuhan ( 1908 – 1915),(3) Masa Perkembangan(1915 – 1933), (4) Masa Mempertahankan diri ( 1933 – 1942), (5)Masa Jaman Jepang( 1942 – 1945 ), (6) Masa Revolusi ( 1945 – 1950 ), (7)Masa Demokrasi Parelementer( 1950 – 1959 ),(8) Masa Demokrasi Terpimpin ( 1959 – 1966 ), (9) Masa Demokrasi Orde Baru( 1966 – 1998 ), 910) Masa Demokrasi Reformasi.( 1998 -  )

Dengan meletakkan awal pergerakan koperasi pada tahun 1895 yang bersamaan dengan pendirian BRI, maka karya dan perjuangan Patih R.Aria Wirjatmadja akan lebih nampak jejak-jejaknya dibanding menempatkan tahun 1900 sebagai tahun awal perintisan gerakan koperasi di tanah air kita.


Ceritera Kenangan Sang Cucu.

Ibu Drg.Yulistiatri Dartoyo meceriterakan sepotong kisah dari ayahnya dan kakeknya yang masih diingatnya dengan baik, bagaimana putra-putri Patih R.Aria Wiriaatmadja ikut dikurangi jatah uang saku dan uang jajannya, gara-gara Sang Patih, mencanangkan program menyisihkan sebagian gajinya untuk menolong orang-orang yang terjerat lintah darat.

“Biasanya tiap pagi  Patih R.Aria Wirjaatmadja secara rutin, menyediakan uang saku untuk putra-putrinya yang akan berangkat ke sekolah sambil pamitan. Tetapi begitua Eyang Buyut Kakung punya program menyisihkan sebagian gajinya untuk menolong orang-orang yang terjerat lintah darat, jatah uang jajan untuk putra putrinya langsung di stop,” tutur Drg.Yulistiatri mengenang kakek buyutnya, Patih R.Aria Wirjaatmadja yang dikaguminya itu. Sejak itu para  putra-putri Sang Patih itu dipersilahkan minta jatah uang saku sekolah ke dapur. Maksudnya supaya minta kepada istri Sang Patih. 

“Tentu saja jatah uang saku putra-putri Eyang Buyut Kakung, langsung berkurang drastis, karena Ibu mereka pun harus ikut-ikutan menghemat belanja dapur. Tapi mereka tidak mengeluh,” kata Drg.Yulistiati sambil tertawa. 

Semoga Yayasan Patih R.Aria Wirjaatmadja yang didirikan trah keluarga besar Patih R.Aria Wirjaatmadja itu, bisa tetap mempertahankan nilai-nilai dan semangat membela kepentingan rakyat yang belum beruntung, sebagai bagian dari usaha memperjuangkan sila ke-5 Pancasila, yakni kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Mengingat besarnya jasa Patih R.Aria Wijatmaja sebagai perintis ekonomi kerakyatan,bank perkreditan rakyat dan koperasi,  sudah saatnya Pemda dan DPRD Kabupaten Banyumas memikirkan dan memperjuangkan agar Pemerintah Pusat menetapkan Patih R. Aria Wirjaatmaja sebagai Pahlawan  Nasional dari Kabupaten Banyumas. Semoga (anhadja,17-01-2016)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar