Entri yang Diunggulkan

SERAYU-MEDIA.COM: Novel : Pusaka Kembang Wijayakusuma (26)

SERAYU-MEDIA.COM: Novel : Pusaka Kembang Wijayakusuma (26) : “Dari mana Dinda Sekarmenur mendapatkan perlengkapan ranjang tempat tidur yang ...

Sabtu, 20 Agustus 2016

Silaturahmi Wong Banyumas Yang Bermukim di Bandung



Dr.Setyanto, MA, Ketua Yayasan Serulingmas Cabang Bandung dalam kata sambutannya pada acara Silaturahmi Hahal Bil Halal 1437 H, tanggal 6 Agustus 2016 di GOR Pussenkav, Jl.Gatot Subroto Bandung, menjelaskan bahwa kehadiran Wong Banyumas di Bandung dan sekitranya, tidak pernah merepotkan Walikota Bandung, Walikota Cimahi, maupun Bupati Kabupaten Bandung. Bahkan Wong Banyumas banyak memberikan kontribusi ikut memajukan Bandung dan sekitarnya. Banyak di antara mereka yang sukses jadi pengusaha sehingga mampu menciptakan lapangan kerja bagi warga Bandung dan sekitranya.


“Orang Banyumas yang merantau kemana-mana, selalu memegang semboyang dimana bumi dipijak, di situ langit dijunjung,” kata Dr.Setyanto,MA, Putra Banyumas yang pernah menjadi Direktur Utama PT.Telkom dan sukses mengantarkan PT.Telkom go publik pada masa Orde Baru. Kini beliau menjadi Dosen Pasca Sarjana UNPAD.


Acara dimeriahkan dengan pentas wayang semalam suntuk dengan kolaborasi dua dalang, yakni dalang wayang kulit Ki Sarwo dari Sidareja dan dalang wayang golek Ki Riswa dari Padepokan Wayang Golek Giriharja 3. Ki Dalang Sarwo membawakan lakon Bima Nagih Janji. Sekalipun Ki Riswa hanya tampil pada adegan limbukan, tetapi mampu mengocok perut penonton yang sebagian besar adalah wong Banyumas yang bermukim di Bandung dan tergabung ke dalam banyak paguyuban wong Banyumas. 


Misalnya Paguyuban Sidareja, Paguyuban Rangkul Kroya, Paguyuban Linggamas, Paguyuban Tomboati, Asmari, dan Paguyuban Tirta Kencana Tunggal (TKT). TKT merupakan Paguyuban Wong Banyumas yang paling tua, karena sudah hadir di Bandung pada tahun 1932 M! Dulu Paguyuban TKT dimotori Wong Banyumas yang meniti karir di lingkungan TNI dan POLRI. Sekarang ketuanya, Dr.Ir.Kabul Sarwoto.Sebelumnya adalah Mayjen.Purn.Sugito alm. Pak Setyanto alumni SMA N 1 Purwokerto, Pak Kabul dan Pak Sugito Alm, adalah alumni SMAN 2 Purwokerto.


Selain Wong Banyumas juga hadir Paguyuban Pamanjawi, dan Paguyuban Supplier Kueh Karya Usaha Mandiri. Paguyuban Pamanjawi sebagian besar anggotanya  adalah orang Madiun, Ngawi, Ponorogo, dan Magetan yang berdomisili di Bandung. Di dalam Paguyuban Supplier Kueh Karya Usaha Mandiri, anggotanya campuran antara wong Ngawi dan Banyumas. 


Pentas wayang dua dalang dalam rangka Silaturahmi Hahal bil halal dua dalang dimotori oleh Paguyuban Sidareja dengan mendapat bantuan dana untuk meringankan beban Panitya  dari Bupati Purwakarta H.Dedi Mulyadi,SH. 


Ketua Panitya yang juga wakil Ketua Paguyuban Sidareja, dalam kata sambutannya disamping meyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, baik moril maupun materiil, juga menyatakan komitmen Wong Banyumas untuk ikut melestarikan kebudayaan warisan leluhur sebagai bagian dari usaha menjaga identitas dan jati diri, dan komitmen ikut berperan aktif memajukan lingkungan tempat berdomisili masing-masing sesuai dengan ketrampilan dan kompetensinya masing-masing. 


Sebagai warga Bandung dan Jawa Barat kami semua  telah berkomitmen teguh cekelan waton untuk selalu menjadi warga yang baik, yang akan ikut aktif berpartisipasi memajukan Bandung dan sekitarnya pada khususnya dan Jawa Barat pada umumnya, sesuai dengan kompetensi dan kemampuan masing-masing,” kata Ir.H Toyib Priyo Atmojo, Wong Banyumas yang meniti karir sebagai ahli tehnik di PT.Adikarya Bandung.


Ikut memberikan sambutan adalah Drs.Turiman Sudarjo selaku Pembina Paguyuban Sidareja. Ceramah makna halal bil halal disampaikan Ustad Abdul Kadir, Ustad kelahiran Purbalingga yang mencari rejeki dengan marantau ke Bandung.Tokoh-tokoh Wong Banyumas yang hadir, antara lain Bapak Sanen,SE, Bapak H.Sugino Atmojo, Bapak Drs.Daeng Sudirwo,MPd,dulu pada masa Orde Baru,Ketua DPRD Kota Bandung, Bapak Sugondo, inavotor bidang kesehatan, bos ATFG , Ibu Dr.Ir.Kabul Sarwoto, Ir. Adi Wijaya Supardi ,MM,MSc, dan lainnya lagi. Ikut hadir Dan Pussenkav dan Ketua Dewan Pendidikan Kota Bandung. Sayang H.Itoch, matan Walikota Cimahi dan H.Dedi Mulyadi,SH Bupati Purwakarta berhalangan hadir karena kesibukannya masing-masing.





Ki Dalang Sarwo dan Ki Dalang Riswa

Ki Dalang Sarwo merupakan dalang wayang kulit dari Desa Tinggarjaya, Kecamatan Sidareja. Sudah empat kali pentas mendalang di Bandung dan sekitarnya. Dia dulu magang menjadi dalang ikut Dalang Gino dari Notog alm yang dulu beberapa kali ditanggap Yayasan Serulingmas Bandung dan TKT Bandung pada acara Silaturahmi. Di samping berguru pada Dalang Gino, Dalang Sarwo juga pernah magang pada dalang Manteb Sudarsono. Ki Dalang Sarwo memperlihatkan kemajuan setahap demi setahap dalam menggeluti profesinya. Sudah mampu membawa 9 sinden dari daerah Cilacap dan Banyumas, memiliki seperangkat gamelan dan wayang kulit, serta sejumlah niyaga yang terlatih. Konon sering pentas mendalang di Lampung yang juga banyak orang Banyumasnya di sana.

Ki Dalang Riswa merupakan dalang serba bisa. Bisa mendalang wayang kulit Banyumasan. Tetapi juga piawi memainkan wayang golek Sunda. Sering pentas di Kabupaten Bandung dan sekitarnya. Ki Dalang Riswa juga sering tampil di TV Bandung dalam acara Pojok Cepot. Dia mengaku berguru wayang golek di Padepokan Giri Harja, Desa Jelekong, Kabupaten Bandung asuhan dalang kondang Ki Asep Sunandar Sunarya yang sudah almarhum. Ketrampilannya mendalang wayang golek telah membawanya jalan-jalan sampai negeri Belanda dan Suriname.


Kelebihan dalang Ki Riswa ialah lawakan-lawakannya yang berisi kritik sosial disampaikan dengan jenaka dalam bahasa Sunda yang segar. Dia juga piawi mempermainkan kata-kata. Misalnya alpukat diasosiasikan dengan alkohol.Pada kesempatan itu, Ki Dalang Riswa memainkan empat boneka tokoh wayang yaitu Cepot dan Dawala ditambah dua boneka sebagai bintang tamu. Kedua bintang tamu itu adalah pemuda dan pemudi penyanyi dangdut. Yang wanita menari gaya Inul, yang pemuda menari dengan iringan musik dangdut sambil membawa minuman, sehingga persis orang sedang mabuk akibat minuman keras. Cepot mengingatkan jangan suka mabok karena bisa ditangkap pulisi.


“Kalau aku minum tidak bakal ditangkap polisi. Sebab bukan korupsi. Kalau korupsi pasti di tangkap KPK” jawab pemuda tadi ngeyel. Dawala ganti mengingatkan. Eh, malah keduanya berjoged semakin menjadi-jadi sambil minum.


“Aku kalau minum tidak mungkin ditangkap pulisi. Sebab banyak pulisi yang malah ikut bergabung dan ikut minum,” kata Pemuda tadi.


“Kamu tidak takut ditangkap? Awas di sini ada penonton anggota Polri dan tempatnya pun di komplek Kavaleri!” Cepot kembali mengingatkan.


“Lho, yang aku minum itu bukan alkohol. Tapi jus alpuket!” jawab Pemuda tadi yang langsung bikin penonton pada tertawa ngakak.


“Sayang sekali, Mas Dalang Sarwo tidak adil,” Ki Dalang Riswa melalui tokoh Cepot mengeluh pada penonton. “ Kita Cuma diberi waktu lima belas menit!”

Penonton pun bertriak-teriak,”Terus…, terus….,”


Tokoh Dawala dengan sabar menjawab,” Udah Kang Cepot, lima belas menit tidak apa-apa. Yang penting bayarannya kan sama!” Kembali terdengar tawa penonton. Ki Dalang Riswa pun cepat-cepat meninggalkan panggung.


Keunikan lain Ki Dalang Riswa, dia pandai memainkan wayang dalam bahasa Banyumas dan Bahasa Sunda. Sebab apa? Sebab Ki Dalang Riswa ini adalah dalang wayang golek Sunda, tetapi kelahiran Kecamatan Dayeuhluhur, Kabupaten Cilacap. Kecamatan Dayeuhluhur dari segi wilayah jelas masuk Kabupaten Cilacap yang ex Karesidenan Banyumas. Tetapi dari segi budaya menganut dua budaya, yaitu Jawa dan Sunda. Ki Dalang Ruswa mungkin contoh ideal orang Banyumas yang mewarisi dua kebudayaan besar sekaligus, yaitu Budaya Jawa dan Budaya Sunda.


Sayang saya tidak sempat melakukan wawancara.  Ki Dalang Riswa yang masih muda itu keburu pulang karena ada acara lain. Saya hanya ingin tahu, apakah waktu di Suriname memainkan wayang golek ataukah  wayang kulit? Kalau wayang golek pakai basa Banyumas atau basa Sunda? 


Di Suriname, disamping ada orang Banyumas dan Jawa, juga ada orang Sundanya. Bahkan Partai Politik Orang Jawa pertama di Suriname, menurut Mbah Gogle, didirikan orang Sunda asli Tasikmalaya. Sebab orang Jawa di Suriname memang lebih banyak dari orang Sunda. 

Kolaborasi Wayang Golek Sunda dengan Wayang Kulit Banyumasan yang digagas Bupati Purwakarta H.Dedi Mulyadi SH itu, kembali mengingatkan kita, bahwa Wong Banyumas sebagai sub etnis Jawa, sebenarnya pada waktu lampau mewarisi dua kebudayaan besar Jawa dan Sunda yang saling berinteraksi dan berakulturasi di Lembah Serayu dan Citanduy, yang telah melahirkan Wong Banymas yang unik itu.[20-08-2016]


Rabu, 03 Agustus 2016

My First Novel : Melati Kadipaten Pasirluhur

Penulis                          : ANWAR HADJA
Editor                     : Kit Rose
Design Sampul        : Domels
Harga  Buku           : Rp.71.000,-(belum Ongkos Kirim)
Buku cetak  bisa dipesan kepada pada penerbit Jentera Pustaka via e-mail:Jentera.pustaka@gmail.com
Atau kepada penulis : E-mail : anwar.hadja@yahoo.com, SMS : 085723693581.


Menurut para pakar psykhologi dan ahli pendidikan, membaca novel dan karya sastra lainnya, merupakan investasi yang bermanfaat untuk meningkatkan kecerdasan emosional dan spritual, memperbaiki kualitas affektip,daya imajinasi, dan memperkuat otak kanan. Sedangkan nonton film layar lebar dan tv hanya memperkuat aspek kognitip saja. Karena itu membiasakan membaca novel dan karya sastra baik bagi diri sendiri maupun anak-anak, dan  merupakan kebiasaan yang baik dan terpuji.

Novel saya ditulis dengan latar belakang Lembah Serayu Banyumas pada akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16, yang melibatkan konflik Kerajaan Pajajaran, Majapahit, Demak, dan Kediri, dalam suatu jalinan cinta yang indah antara Dewi Ciptarasa & Raden Kamandaka. Novel ini akan mempertajam wawasan kesejarahan, budaya, adat, religi, nilai-nilai patriotik dan cinta tanah air. Peminat bisa langsung menghubungi Penerbit Jentera Pustaka. E-mail: Jentera.pustaka@gmail.com. Atau kepada penulis. Tersedia versi cetak mau pun versi e-book.Versi cetaknya dipatok Rp71.000,-/buku. Belum ongkos kirim. Sebuah Investasi SDM dibidang kecerdasan yang murah,meriah, cerdas dan rekreatif. Bermanfaat pula untuk koleksi perpustakaan pribadi.

Dibawah ini sinopsis dari novel saya, Melati Kadipaten Pasirluhur:

Raden Kamandaka adalah putra sulung Sri Baginda Prabu Siliwangi  Raja Kerajaan Pajajaran di Pakuan, yang terlahir dengan nama Raden Banyakcatra. Raden Banyakcatra punya satu adik kandung, Raden Banyakngampar dan dua adik tiri Raden Banyak Belabur dan Dyah Ayu Ratna Pamekas.

Sang Prabu gelisah jika memikirkan  Banyakcatra, putra sulungnya yang diharapkan menjadi putra mahkota calon penggantinya. Sebab sampai Sang Permaisuri tercinta, Ibu  Banyakcatra dan Banyakngampar meninggal,  Banyakcatra belum juga punya istri. Dengan demikian  Banyakcatra belum dapat dinobatkan menjadi putra mahkota. Sebab syarat penobatan menjadi seorang putra mahkota, harus sudah punya istri.

Banyakcatra mengaku sudah keliling seluruh kadipaten di wilayah Kerajaan Pajajaran dari ujung barat sampai ujung timur Sungai Citanduy, untuk mencari gadis idamannya, tetapi belum juga ditemukan. Akhirnya Sri Baginda Siliwangi memberi waktu satu tahun lagi kepada  Banyakcatra untuk mencari gadis idamannya.  Banyakcatra akan menggunakan kesempatan  yang diberikan oleh ayahandanya itu untuk mencari gadis idamannya. Menurut  Banyakcatra gadis idamannya itu ada di Kadipaten Pasirluhur,sebuah kadipaten di Lembah Serayu  sebelah timur Sungai Citanduy yang belum sempat dikunjunginya.

Sebenarnya langkah Banyakcatra untuk mencari istri dari gadis di sebelah timur Citanduy itu merupakan langkah  melanggar angger-angger leluhurnya. Sebab sejak terjadinya tragedi Bubat (1357 M), kakek buyutnya, Raja Galuh Niskala Wastu Kencana telah mengeluarkan angger-angger yang melarang gadis dan pemuda trah Kerajaan Galuh menikah dengan gadis atau pemuda trah Kerajaan Majapahit. Sedangka di Lembah Ciserayu telah ratusan tahun berlangsung tradisi perkawinan silang antara suku Sunda dan suku Jawa yang telah melahirkan sub etnis Jawa-Sunda Lembah Ciserayu. Sub etnis Jawa-Sunda yang khas, yang kelak dikenal sebagai wong Banyumas.

Dengan tidak mempedulikan pamali dari leluhurnya, maka dimulailah petualangan Banyakcatra. Dia mengembara seorang diri menuju Kadipaten Pasirluhur di lembah Ciserayu, di sebelah selatan Gunung Slamet di daerah Banyumas.  Pada saat itu Kadipaten Pasirluhur dan wilayah Lembah Ciserayu, masih merupakan wilayah Kerajaan Pajajaran yang berpusat di Pakuan.

Atas saran Sri Baginda Slihwangi, Banyakcatra mampir dulu di kediaman Ki Ajar Wirangrong di lereng gunung Tangkuban Perahu, untuk meminta petunjuk dan nasihat.  Ki Ajar memastikan bahwa gadis pujaan Banyakcatra yang wajahnya mirip mendiang ibunya memang benar ada di Kadipaten Pasirluhur. Gadis itu bernama Dewi Ciptarasa, putri bungsu yang cantik jelita dari Adipati Kadipaten Pasirluhur, Kandhadaha.Tetapi syaratnya jika  Banyakcatra ingin berhasil mempersunting Melati dari Pasirluhur itu,dia harus melakukan penyamaran menjadi orang biasa saja.

Mengikuti saran Ki Ajar Wirangrong,  Banyakcatra menyamar dengan menggunakan nama  Kamandaka.  Mula-mula bekerja sebagai juru taman Patih Kadipaten Pasirluhur, Ki Reksanata. Tetapi lama-kelamaan Ki Patih  terpikat dengan ketampanan dan kecakapan Kamandaka. Akhirnya Ki Patih mengambilnya menjadi anak angkat. Sejak itu Kamandaka berstatus anak angkat Ki Patih Reksanata.

Pertemuan dengan Dewi Cipatarasa, Melati dari Pasirluhur itu, terjadi pada saat diadakan pesta rakyat marak, yakni pesta rakyat menangkap ikan di Sungai Logawa yang dihadiri para adipati dan tamu undangan lainnya. Dewi Ciptarasa yang terpesona dengan ketrampilan dan ketampanan anak angkat Ki Patih , segera mengutus embannya untuk menemui  Kamandaka di Kepatihan.  Kamandaka diminta menemui Sang Dewi secara rahasia di Taman Kaputren Kadipaten Pasirluhur pada malam hari.

Dengan mudah  Kamandaka mengelabui penjaga pintu gerbang Kadipaten dan bisa masuk ke dalam kamar Sang Dewi di Taman Kaputren. Akhirnya Kamandaka membuka rahasia dirinya kepada Sang Dewi yang membuat Sang Dewi terkejut. Kamandaka berjanji akan segera pulang esok paginya ke Pajajaran untuk melapor kepada ayahandanya dan akan segera melakukan lamaran secara resmi. Sang Dewi diminta agar menjaga rahasia bahwa keduanya pernah bertemu di kamar Sang Dewi di Taman Kaputren. Sayang kehadiran  Kamandaka di kamar Sang Dewi, diketahui prajurit jaga yang segera mengepung Kamandaka.  Kamandaka lolos dari kepungan, sambil sesumbar.

“Hai para prajurit Kadipaten Pasirluhur. Ketahuilah, aku bukanlah penjahat yang hendak mencuri harta benda Dalem Kadipaten Pasirluhur. Tetapi hatiku memang telah tercuri oleh kecantikan paras Dyah Ayu Dewi Ciptarasa. Tangkaplah aku jika engkau memang para prajurit perkasa dari Kadipaten Pasirluhur. Inilah aku, Raden Kamandaka, putra Ki Reksanata, Patih Kadipaten Pasirluhur.”

 Ki Patih Reksanata mengerahkan prajurit dan penduduk untuk menangkap anak angkatnya yang dianggap telah mencoreng dirinya itu dengan mengepung  Kamandaka yang bersembunyi di bawah pohon besar di tepi Sungai Logawa.  Kamandaka berhasil lolos dari kepungan setelah terjun ke dalam Sungai Logawa dan tidak muncul-muncul. Pengepungan dihentikan, karena mereka mengira Kamandaka sudah tewas di dasar Sungai Logawa dibawa hantu sungai perempuan yang suka jahil. Ki Patih lapor kepada Kanjeng Adipati hasil dari pengejaran terhadap anak angkatnya. Kanjen Adipati,walapun kecewa, untuk sementara menerima laporan Ki Patih.

Ternyata Kamandaka selamat, karena menemukan sebuah ceruk di dasar Sungai Logawa yang membawanya ke sebuah lorong peninggalan Kerajaan Kuno Galuh Purba yang pernah mendirikan kerajaan Sunda di situ. Melalui lorong rahasia, akhirnya  Kamandaka tiba di muara Sungai Logawa yang merupakan pertemuan dengan Sungai Ciserayu, sungai terpanjang di Pulau Jawa yang mengalir ke Samudra Hindia. Di tepi Sungai Ciserayu, Raden Kamandaka bertemu dengan Rekajaya, seorang pemancing ikan yang kemudian menjadi abdi sekaligus juga sahabat Raden Kamandaka.

Akhirnya Raden Kamandaka ditampung di rumah Nyai Kertisara, kakak Rekajaya, seorang janda mlarat yang cari nafkah hanya dengan menjual daun pisang di pasar Desa Pangebatan. Terdorong keinginan untuk membantu ekonomi Nyai Kertisara dan Rekajaya yang terjerat kemiskinan, Kamandaka kembali menyamar menjadi botoh ayam aduan dengan nama Ki Sulap Pangebatan. Dia punya ayam aduan yang tidak pernah terkalahkan si Mercu. Dengan diiringi Rekajaya, Ki Sulap menantang semua botoh adu ayam yang ada di seluruh desa Kadipaten Pasirluhur. Nama Ki Sulap langsung ngetop, karena selalu menang dalam setiap pertandingan. Ki Sulap Pangebatan sukses mengumpulkan banyak uang dari arena judi sabung ayam. Semua kekayaan yang berhasil dikumpulkan, seluruhnya diserahkan kepada Nyai Kertisara yang dibimbingnya menjadi seorang pengusaha gula kelapa dan gula aren yang akhirnya sukses juga. Nyai Kertisara segera tampil sebagai wanita kaya di desa Kaliwedi.

Ketenaran Ki Sulap Pangebatan, akhirnya tercium juga oleh Kanjeng Adipati dan Ki Patih Reksanata, bahwa sebenarnya Ki Sulap Pangbatan itu,  Kamandaka yang sedang menyamar jadi botoh adu ayam yang tak terkalahkan. Ki Patih dan Kanjeng Adipati yang merasa tertipu berusaha mencari akal untuk menangkap Ki Sulap Pangebatan. Tetapi Ki Patih merasa kesulitan untuk mencari sosok yang mampu mengimbangi kedigdayaan Kamandaka yang ternyata menguasai ilmu bela diri tingkat tinggi.

Penyamaran  Kamandaka akhirnya terbongkar, setelah adik kandungnya, Banyakngampar menyusulnya dengan menyamar sebagai Tumenggung Silihwarna yang mengabdi kepada Ki Patih Reksanata dan Kanjeng Adipati Pasirluhur. Tumenggung Silihwarna mendapat tugas menangkap Kamandaka yang menyamar sebagai Ki Sulap Pangebatan. Duel maut pun terjadi di antara kakak-adik yg tidak saling kenal itu, karena kedua-duanya memakai nama samaran. Kamandaka nyaris tewas oleh Tumenggung Silihwarna dalam duel maut, karena Tumenggung Silihwarna berhasil menikam lambung kanan  Kamandaka dengan pusaka kujang. Sekalipun terluka, Raden Kamandaka selamat. Meskipun terpaksa dengan cara harus melarikan diri. Tetapi akhirnya Raden Kamandaka juga mengeluarkan senjata kujang juga, seraya sesumbar bahwa dirinya sebenarnya adalah Raden Banyakcatra. Betapa terkejutnya Raden Silihwarna. Akhirnya kedua kakak beradik itu saling berpelukan ketika mengetahui jati dirinya masing-masing.

Mereka berdua menghadap Ki Patih dan Kanjeng Adipati. Kedua Petinggi Kadipaten Pasirluhur itu memaafkan segala perbuatan  Kamandaka dimasa lalu. Dan Sang Adipati mau menerimanya sebagai calon memantu. Tapi masih disertai syarat yaitu Kamandaka harus bisa menaklukan Raja Pulebahas dari Kerajaan Nusakambangan yang juga telah melamar Dewi Ciptarasa. Tetapi lamaran itu disertai ancaman untuk menaklukan Kadipaten Pasirluhur jika lamarannya ditolak. Perangpun pecah, antara Kadipaten Pasirluhur dengan Kerajaan Nusakambangan. Kamandaka  bertindak selaku Panglima Perang Kadipaten Pasirluhur. Dia berhasil menaklukan Kerajaan Nusakambangan dengan bantuan Silihwarna, Arya Baribin dari Majapahit dan Raden Wirapati dari Kadipaten Dayeuhluhur.

Akhirnya pernikahan agung Kamandaka Banyakcatra dengan Dyah Ayu Dewi Ciptarasa terlaksana juga. Keduanya kemudian dinobatkan sebagai Adipati dan Kanjeng Ayu Adipati Kadipaten Pasirluhur.(anhadja).
Bandung,03-08-2016