Entri yang Diunggulkan

SERAYU-MEDIA.COM: Novel : Pusaka Kembang Wijayakusuma (26)

SERAYU-MEDIA.COM: Novel : Pusaka Kembang Wijayakusuma (26) : “Dari mana Dinda Sekarmenur mendapatkan perlengkapan ranjang tempat tidur yang ...

Sabtu, 15 April 2017

[5] Patih Aria Wirjaatmadja (1831 - 1909) dan Babad Banyumas Karya BRM.Brotodirjo



RMS.Brotodiredjo, adalah Pujangga Banyumas pewaris tradisi Patih Aria Wirjaatmadja yang melanjutkan rekonstruksi sejarah berdirinya Kabupaten Banyumas tahun 1582 M. Babad Banyumas Karya RMS.Brotodireja merupakan karya klasik babad paling lengkap. Jika Babad Tanah Jawi, bungkam dan tidak pernah berani mengungkapkan kisah dipenggalnya Bupati Banyumas Yudanegara I, oleh Amangkurat III ( 1703 – 1705 M). Tetapi RMS. Brotodiredjo dengan lugas berani mengungkapkan fakta sejarah tersebut.

Dalam buku Babad Inti Silsilah dan Sejarah Banumas (ISSB)  karya RMS.Brotodiredjo dan R.Ngatijo Darmosuwondo itu, dikisahkan dengan menarik pelarian Amangkurat I pada tahun 1677 dari Kraton Plered yang berhasil diduduki Trunojoyo. Raja Mataram(1645 -1677 M) yang sudah sepuh dan sakit-sakitan itu  menuju Tegal dengan melewati Banyumas-Kalibagor-Sokaraja-Ajibarang-Pasiraman, kemudian dia wafat, lalu  dimakamkan di Tegalwangi.

 Sumber naskah Babad Banyumas Karya RMS.Brotodirjo, sebenarnya adalah Babad Tanah Jawi.  Tetapi  dalam Babad Banyumas ISSB ditemukan kisah-kisah baru yang tidak dimuat dalam Babad Tanah Jawi. Informasi baru itu dimungkinkan karena Sang Penulis Babad ISSB  memang orang Banyumas, sehingga tahu persis peta geografi Banyumas. Misalnya dikisahkan nama Kolopaking yang terkenal itu, ternyata awalnya dari kelapa aking, atau kelapan tua/kering. 

Dalam Babad Tanah Jawi tidak dijelaskan bahwa ternyata ketika Sunan Amangkurat I tiba di Banyumas, dalam pandangan Putra Mahkota Adipati Anom, Bupati Banyumas Yudanegara I ( 1650 – 1705 M), kurang memberikan sambutan dengan baik. Dia malah pergi menemani Pangeran Puger, kembali ke Mataram. Pangeran Puger kembali ke Mataram untuk memberontak terhadap Amangkurat II, dengan  memproklamirkan dirinya sebagai Raja Mataram. Pangeran Puger adalah adik Amangkurat I, tapi memang lebih cerdas dan memiliki bakat sebagai senapati. Sementara itu, Amangkurat II bertubuh tambun, gemuk, terkesan lambat dalam bergerak dan peragu. Tetapi dialah putra mahkota yang tidak sabar ingin segera menduduki tahta kursi ayahnya yang dipandangnya telah terlalu lama menduduki tahta Mataram. 

Rivalitas Amangkurat II dan Pangeran Puger itulah yang kelak mendatangkan malapetaka bagi Bupati Banyumas Yudanegara I (1650 – 1705 M), yang sebenarnya orang yang sangat patuh, sehingga ketika diajak Pangeran Puger, Yudhanegara tidak kuasa menolak dan tidak mempertimbangkan rivalitas antara kedua putra Raja Mataram yang telah sepuh itu.

 Ketika Amangkurat I wafat, Adipati Anom naik tahta dengan gelar Amangkurat II (1677 -1703 ).. Dengan bantuan Belanda Amangkurat II berhasil memadamkan pemberontakan Trunojoyo. Pangeran Puger yang sempat menobatkan dirinya menjadi Raja Mataram itu terpojok, lalu bersedia  menyerah dengan syarat Amangkurat  II berjanji akan mengampuninya. Amangkurat II memang akhirnya mengampuni Pangeran Puger.

 Dengan diampuninya Pangeran Puger, mestinya Amangkurat II tidak perlu dendam pada Yudhanegara I.  Ternyata dendam itu disimpannya dan diwariskan kepada anaknya, Putra Mahkota yang tabiatnya lebih kasar, jalannya pincang, sehingga Babad Tanah Jawi mengutip kelakar P.Surabaya yang mengolok-olok Putra Mahkota sebagai Pun Kenced alias Si Pincang. Dia adalah satu-satunya putra Amangkurat II.

Pada tahun 1703 M, Amangkurat II wafat, Pun Kenced pun naik tahta dan menobatkan dirinya sebagai Amangkurat III. Tetapi  dengan membawa kecurigaan terhadap Pangeran Puger yang dituduhnya masih memiliki ambisi untuk menduduki tahta yang ditinggalkan ayahnya. Pangeran Puger yang menyadari dirinya akan ditangkap segera melarikan diri ke Semarang meminta perlindungan kepada Belanda. Karena gagal menangkap pamanya, Amangkurat III menangkap putra Pangeran Puger yang langsung dipenggalnya. 

Belanda sendiri tidak suka kepada Amangkurat III, karena itu Belanda tidak mau mengakui Amangkurat III dan mempertimbangkan untuk mendukung penobatan Pangeran Puger, asal Pangeran Puger mau menandatangani perjanjian yang tentu saja akan menguntungkan Belanda. Tanpa pikir panjang Pangeran Puger menyetujui tawaran Belanda. Pangeran Puger pun menobatkan dirinya sebagai raja pewaris tahta Mataram dengan mengambil gelar Pakubuwono I.Belanda langsung mengakuinya dan memberikan dukungan penuh. Maka pecahlah Perang Suksesi Mataram yang pertama.(1705- 1709). 

Dalam situasi kritis semacam itu, Amangkurat III memanggil Bupati Banyumas Yudanegara I untuk menghadapnya ke Kartasuro. Yudanegara I yang polos dan tidak curiga sedikitpun memenuhi panggilan Amangurat III. Kebetulan istri Yudanegara adalah bibi Amangkurat III, karena salah satu  istri Yudanegara I adalah adik Amangkurat II dan Putri Amangkurat I. Karena mengira Yudanegara I mendukung Pangeran Puger, dengan sendirinya Amangkurat III menganggap Bupati Yudanegara I telah mbalelo. Amangkurat III langsung menyuruh pengawalnya untuk menghukum Yudanegara I dengan hukuman penggal kepala, menyusul putra pamannya, Pangeran Puger. Yudanegara I yang malang itu, Adipati Banyumas ke-5 itu pun tewas. Rakyat Banyumas mengabadikan namanya dengan sebutan Tumenggung Seda Masjid.

 Sementara itu Pangeran Puger dan Belanda di Semarang segera menyiapkan operasi gabungan untuk menyerang Kartosuro. Dengan mudah pasukan Amangkurat III dipukul mundur. Amangkurat III cepat-cepat melarikan diri ke Jawa Timur, bergabung dengan pasukan pimpinan Untung Surapati di Pasuruan, Jawa Timur. Untung Surapati telah mengangkat dirinya sebagai raja yang bergelar Wiranegara dengan markasnya di Pasuruan. Tetapi pada tahun 1708 M Belanda menggempur markas Untung Surapati. Amangkurat III pun tertagkap dan menyerah kepada Belanda. Akhirnya dia dibuang ke Sailan. Pangeran Puger pun menduduki tahta Kerajaan Mataram dengan mengambil gelar Pakubuwono I( 1705 – 1719 M). Perang suksesi pertama itu pun berakhir. Untuk sementara waktu Kerajaan Mataram memasuki masa tenang. Kelak  Pakubuono I mengangkat seorang patih dari Banyumas, yakni Tumenggung Mangkuyudha alias Tumenggung Kertanegara I.Pakubuono I juga mengangkat Yudanegara III, sebagai Bupati Banyumas ( 1708 – 1743 M )

Dalam Babad Banyumas ISSB, peristiwa tewasnya Yudanegara I, sangat diperhalus. Tidak disebutkan latar belakang politik apa yang menyebabkan Amangkurat III murka.  Di situ hanya diceriterakan bahwa penyebab hukuman penggal karena istri Yudanegara I, Raden Ayu Kleting Kuning, telah mengadu kepada kemenakannya, Amangkurat III bahwa selama menjadi istri Yudanegara I, dia telah diperlakukan dengan tidak adil. Karena merasa bibinya telah disia-siakan Bupati Banyumas Yudanegara I, Amangkurat III langsung murka. Suami bibinya itu, Bupati Banyumas Yudanegara I pun langsung dihukum dengan hukuman penggal.

Demikianlah tradisi lisan dan tulis Banyumas yang tidak pernah menaruh dendam kepada para penguasa raja atasannya. Bisa jadi karena ingin  menerapkan konsep mendem jero mikul duwur, maka kekejaman Pun Kenjed tidak pernah diungkapkan. Kasus yang sama sebenarnya juga terjadi dengan peristiwa tragedi Sabtu Pahing yang mengakibatkan tewasnya Adipati Wirasaba VI. Tradisi lisan dan tulis yang terungkap adalah kisah yang sudah diperhalus, yaitu karena Raja Pajang telah 'khilaf".Raja Jawa itu naik tahta karena mendapat wahyu, sehingga tidak mungkin khilaf.

Kisah Pelarian Amangkurat I 
Kisah pelarian Amangkurat I dikutip oleh De Graaf dari Babad Tanah Jawi dan sejumlah sumber sebagai berikut ini:

“Setelah Sunan Amangkurat I merasa tidak aman lagi di dalam Keraton Plered, dia meninggalkan tempat pada malam hari tanpa dihalangi oleh siapa pun. Hanya sedikit orang yang mengantarnya,beberapa orang anggota keluarga dan sejumlah putra-putranya, Raden Tapa dan Raden Panular serta beberapa orang wanita. Tapi di Imogiri dia membawa 1000 orang, mungkin untuk menjaga makam. Ia membawa serta semua benda pusaka, kecuali yang berat sekali seperti meriam keramat Nyai Setomi. Meriam ini sempat di tarik Trunojoyo ke Kediri. Yang juga ditinggalkan adalah kekayaan kerajaan senilai 350.000 ringgit. Semula dibawa serta juga seekor Gajah. Sempat beberapa lama Raja naik gajah. Tapi akhirnya dipindah memakai tandu. Sebelum menuju barat, Sunan menginap semalam di Imogiri. Menyedihkan sekali ketika dia berpamitan pada putranya yang berusia 12 tahun, yang dalam keadaan sakit parah, sehingga terpaksa harus ditinggalkan bersama Ibunya di Imogiri.Tak lama kemudian anak itu meninggal dan Ibunya oleh Trunojoyo diambil sebagai istri. Sampai di Jagabaya, Sunan bergabung dengan putra-putranya yang sudah melarikan lebih dahulu, yaitu Pangeran Singasari dan Pangeran Puger. Amangkurat I agak kecewa dengan kedua putranya yang menyambutnya dengan wajah dingin itu. Tapi di Nampudadi, Putra Mahkota Adipati Anom berhasil menyusulnya, kemudian putra sulung Amangkurat I itu bergabung bersama. 

Selama dalam perjalanan Raja yang sudah tua itu jatuh sakit, sehingga kurang makan dan tidur. Sampai di Karanganyar, Raja dan istri-istrinya dirampok, sekalipun Raja sudah menyuruh untuk menyebarkan uang untuk mengalihkan perhatian para perampok. Karena marah Raja menemui mereka dan mengucapkan kutuk, yang menyebabkan para perampok itu menggil seketika dan menjadi lumpuh. Tiba di Banyumas rombongan Raja menginap tiga malam. Ketika kesehatannya sudah agak membaik, rombongan Raja itu melanjutkan perjalanannya ke Ajibarang. Di Ajibarang kembali jatuh sakit. Raja pun menyerahkan benda pusaka berpa gong Kiai Bijak dan keris Kiai Baladar. Perjalanan masih dilanjutkan, tapi tiba di Wanayasa atau Winduaji, Raja Mataram Amangkurat I itu pun wafat. Babad Banyumas ISSB menyebutkan wafatnya Amangkurat I di Desa Pasiraman. Dari kata siram, yang artinya dimandikan, berubah menjadi nama desa, yaitu Pasiraman.

Wafatnya Amangkurat I disertai ceritera tutur yang bersifat desas-desus, bahwa Adipati Anom yang sudah tidak sabar itu, memberikan ayahnya minuman air kelapa muda yang dikatakan sebagai jamu, tetapi sudah diisi pil racun untuk mempercepat kematian Amangkurat I.Konon Raja sebenarnya tahu bahwa dia disuruh minum racun oleh putranya. Tetapi Raja merasa tidak kuasa  menolak kehendak putranya. Karena itu Raja hanya meninggalkan pesan bahwa turunan Amangkurat II, kelak tidak akan pernah menjadi Raja Mataram. Putra Amangkurat II yang dimaksud Raja yang hampir sekarat itu adalah Amangkurat III alias Pun Kenced, nama olok-olokan Babad Tanah Jawi.  

Raja Mataram yang berkuasa selama 33 tahun itu akhirnya dimakamkan di Tegalwangi, di suatu ketinggian puncak bukit buatan, disamping makam guru spiritualnya, Tumenggung Danupaya. Di atas makamnya dibangun cungkup yang sederhana. Putra Mahkota Adipati Anom pun dinobatkan jadi Raja Mataram III. Dia melanjutkan perjalanannya ke Tegal. Dari sana melanjutkan perjalanannya dengan kapal, berlayar menuju Jepara untuk menemui sahabatnya, orang Belanda Speelman. Di Benteng Jepara yang merupakan markas Belanda itulah Amangkurat II berunding dengan Speelman untuk menumpas Kediri, tempat Trunojoyo membangun markas besarnya.

Sementara itu Kraton Plered yang ditinggalkan Amangkurat I, langsung dijarah pasukan Trunojoyo. Hampir semua rumah para pembesar Mataram dibakar. Yang tersisa hanya kraton, masjid besar, istana Pangeran Purbaya, Pangeran Sampang, Pangeran Cirebon, dan Pangeran Aria Panular, putra bungsu Amangkurat I. Hasil rampasannya luar biasa banyak, diangkut dengan kereta dan hewan menuju Kediri, termasuk harta benda kerajaan senilai 350.0000 real, berikut semua wanita, putri dan abdi wanita yang cantik-cantik. Hanya meriam-meriam berat dan wanita tua yang ditinggalkan. Demikian kisah pelarian Amangkurat I yang melewati daerah Banyumas dan sempat beristirahat selama  tiga hari, yakni tanggal 6 -8 Juli 1677 M. Amangkurat I dimakamkan pada tanggal 13 Juli 1677 M.

Sejumlah Kelemahan Kitab Babad Inti Silsilah dan Sejarah Banyumas (ISSB)
Kitab Babad Banyumas ISSB, sebagai sastra babad memang mengasyikkan untuk dibaca. Namun demikian dari sisi historis, isi Kitab Babad Banyumas ISSB itu, bukannya tanpa kelemahan. Tetapi penyebab kelemahannya, bersumber pada kitab-kitab babad yang telah dijadikan sumber penulisan. Beberapa kelemahan Babad Banyumas ISSB, jika dianalisa dari aspek historis antara lain sebagai berikut.

 1.Nama putra-putra Brawijaya V
Nama putra-putra Brawijaya V yang bersumber dari Babad Tanah Jawi, disebutkan berturut-turut: (1) Putri Ratu Pambayun, (2) Harya Bangah, (3) Raden Patah,(4) Lembu Peteng, (5) Batara Katong, (6) Raden Bondan Kejawen, (7) Jaran Panoleh. Nama-nama itu lebih tepat ditempatkan sebagai Putra Sri Kertawijaya ( 1447 – 1551 M), yang telah diidentifikasi Schrieke, sebagai putra Raja Majapahit Wikramawardhana (1389 – 1429 M), yang menyunting Putri Campa dan Putri China. Dari pernikahannya dengan Putri Campa lahirlah Putri Pambayun. Dan dari pernikahannya dengan Putri China, lahirlah Raden Patah. 
Sri Brawijaya I, lebih tepat disematkan  sebagai nama gelar Sri Kertawijaya. Bukan nama gelar Raden Wijaya, pendiri Majapahit versi Babad Tanah Jawi yang dikacaukan dengan nama Jaka Sesuruh atau Jaka Tanduran, ksatria Pajajaran-Galuh Kawali. Jaka Sesuruh itu tidak lain adalah Senna, Raja Galuh yang melarikan diri ke Jawa Tengah dan Mendirikan Kerajaan Mataram Hindu pada abad ke- 8 Masehi. Sedang Kerajaan Majapahit baru berdiri pada akhir abad ke 13 M. 

2. Berdirinya Kadipaten Wirasaba .
Berdirinya Kadipaten Wirasaba yang lebih tepat adalah antara tahun 1410 – 1415 M, setelah Perang Paragreg yang membuat Majapahit nyaris jatuh miskin, sehingga Majapahit harus melakukan ekspansi di Pulau Jawa ke arah barat untuk mendapatkan sumber ekonomi baru, yang menyebabkan wilayah Kerajaan Galuh di Lembah Serayu semakin terdesak ke barat. Tahun 1466 M, bukan tahun berdirinya Kadipaten Wirasaba Banyumas. 

3.Jaka Katuhu sebagai putra  Arya Baribin
Nama Jaka Katuhu sebagai anak sulung Arya Baribin juga harus direvisi. Nama Jaka Katuhu harus ditarik dari posisinya sebagai putra Arya Baribin, sama dengan Harya Bangah yang juga harus di tarik dari daftar putra Brawijaya V. Tokoh Harya Bangah dan Jaka Sesuruh atau pun Jaka Tanduran, lebih baik diverifikasi dan dikembalikan kepada sumbernya, yakni tradisi Galuh Kawali yang lebih akurat. Jaka Katuhu kemungkinan punya hubungan kekerabatan dengan  keluarga Bhre Paguhan, pendiri Wirasaba, sehingga posisinya dengan Harya Baribin, lebih tua. Bhre Paguhan artinya Adipati Paguhan. Paguhan itu nama daerah pada jaman Majapahit yang setara dengan Pajang, Wengker, Mataram, Singasari, Kahuripan, Lasem, Daha,Tumapel dan lainnya lagi. Bhre Paguhan yang pertama adalah Raden Sumarna yang nikah dengan Bhre Pajang, seorang Putri adik Hayam Wuruk. Setelah menikah dengan Bhre Pajang namanya menjadi Singawardhana. Dia punya putra-putri, antara lain Wikramawardhana yang menjadi menantu Hayam Wuruk. Jadi Bhre Paguhan itu ipar Hayam Wuruk. Maka tidak mungkin dia keluyuran ke Lembah Serayu untuk mendirikan Kadipaten Wirasaba. Tapi bisa jadi kerabatnya yang menggantikannya sebagai Bhree Paguhan punya andil mendirikan Kadipaten Wirasaba dalam rangka membantu Wikramawardhana mengembangkan daerah baru untuk memperbaiki kondisi ekonomi yang morat-marit akibat perang Paragreg dengan Wirabumi yang masih iparnya sendiri itu.

Mungkin Jaka Katuhu adalah paman Harya Baribin. Kata katuhu dalam bahasa Sunda mengandunga arti kanan. Jadi Katahu adalah orang yang berada pada sisi kanan rantai silsilah ayah Haryo Baribin. Dengan kata lain Jaka Katuhu itu saudara ayah alias Paman Harya Baribin. Tidak mungkin anak Harya Baribin. Jika Jaka Katuhu putra Harya Baribin dengan Ratna Pamekas, mestinya menggunakan gelar tradisi leluhur raja-raja Galuh dan Pajajaran yang memuja unggas air itu sebagai simbol pemujaan kepada Dewa Awan dan Hujan, Dewa Indra. Nama Banyak Kumara  dan Banyaksasra, memang tepat jika disebutkan sebagai putra Haryo Baribin. 

4.Pertemuan Haryo Baribin dengan Kiyai Mranggi Kejawar,
Pertemuan Haryo Baribin dengan Ki Mranggi Kejawar  juga harus ditegaskan bahwa yang ditemuinya Haryo Baribin itu bukanlah Kiyai Mraggi Kejawar yang kelak menjadi suami  putri bungsu Haryo Baribin dengan Ratna Pamekas. Sebab jika demikian, kasihan dong jika putri bungsu Haryo Baribin harus menjadi istri seorang kakek?  Di sini ada dua nama Mranggi, yakni Mranggi I dan Mranggi II. Mranggi II atau Mranggi Yunior itulah yang kelak menikah dengan putri bungsu Haryo Baribin dengan Ratna Pamekas. Dan merekalah yang kelak mengasuh Jaka Kahiman. Makanya dalam teks Babad Banyumas, ayah angkat Jaka Kahiman disebut, Ki Mranggi Semu. Maksud semu adalah Yunior. 

5.Pandan Salas.
 Brawijaya V yang diidentifikasikan dengan Pandan Salas yang seolah-olah menghilang dari kraton. Penelitian Prof.Dr.Slamet Mulyana bisa dijadikan pegangan yang sangat bisa dipercaya. Bahwa tokoh Pandan Salas, tidak pernah naik menduduki tahta Kerajaan Majapahit. Pandan Salas sama dengan Paguhan, nama suatu daerah setingkat kadipaten. Bhre Pandan Salas nama aslinya adalah Raden Sumirat menantu Bhre Paguhan, Raden Sumirat kawin dengan Putri Bungsi Bhree Pajang – Bhree Paguhan Singawardhana. Jadi Bhre Pandan Salas Senior ini adalah ipar Wikramawardana dan juga ipar Wirabumi. Kelak Bhree Pandan Salas Yunior naik tahta Tumapel pada tahun 1466 M, dua tahun kemudian, yakni tahun 1468 lalu meninggalkan istana.

Slamet Muyana mengutip Pararaton sbb :
“Phrabhu rong tahun, tumuli sah saking kedaton. Artinya,”Setelah bertahta dua tahun, lalu meninggalkan istana”

Berdasarkan Prasasti Wringin Pitu, menurut Slamet Mulyana, Pada tahun 1466 M, Dyah Suraprabhawa, semula Bhre di Tumapel, naik tahta Keraton Majapahit, menggantikan Raja Majapahit Hyang Purwawisesa ( 1456 – 1466 M) yang mangkat. Sedangkan Bhe Pandan Salas naik tahta Tumapel, meggantikan Dyah Suraprabhawa. Setelah dua tahun menjadi penguasa Tumapel, dia meninggalkan istana untuk suatu alasan yang tidak diketahui.

Babad Tanah Jawi menduga, Pandan Salas adalah Brawijaya V, Raja Majapahit terkhir yang meloloskan diri karena diserbu Raden Patah dengan tentara Demaknya. Keterangan Slamet Mulyana bahwa Pandan Salas tak pernah naik tahta Majapahit, lebih dapat dipercaya, karena pernyataannya itu didukung bukti otentik yang sangat kuat, yakni Prasasti Wringin Pitu.

Karena itu konflik yang jadi penyebab runtuhnya Majapahit pada tahun 1478 M, bukan konflik antara Raden Patah dan Brawijaya V. Tetapi adalah konflik antara keturunan Dyah Suraprabhawa –Brawijaya IV yang adik Brawijaya I dengan Dyah Wijayakarana Adipati Keling Putra Bungsu Brawijaya I. Dialah yang lebih layak menyandang gelar Brawijaya V (1478 - 1483). Putra pertamanya, Brawijaya VI (1483 - 1486), naik tahta menggantikan Brawijaya V

Putra ke dua Brawijaya V, Ranawijaya, adalah Brawijaya VII( 1486 - 1546 M) yang merupakan Raja Brawijaya terakhir. Dialah yang terlibat konfil dengan Trenggono pada tahun 1527 M, yang menyebabkan jatuhnya Kediri. Karya De Graaf mengisahkan dengan baik pelarian Ranawijaya ketika menghadapi tentara Demak. Ranawijaya berhasil menyelamatkan diri dan melarikan ke Sengguruh dan membangun kerajaan baru di situ. Sengguruh pun kembali digempur Sunan Kudus Ja’far Sidik pada tahun 1545 M. Ranawijaya  lari lagi ke Panarukan. Ketika Trenggono akan menggempur Ranawijaya di Panarukan pada tahun 1546 M, justru Trenggonolah yang tewas di Pasuruhan karena dibunuh pembantunya, seorang gandek. 

Pada tahun 1546 M Kadipaten Wirasaba  sudah menjadi Kadipaten Islam, Adipati Wirasaba VI pun sudah menduduki kursi adipati menggantikan ayahnya, Adipati Wirasaba V. Analisa filologi  bisa memberikan gambaran kasar, Adipati Wirasaba VI, seusia dengan Sultan Adiwijaya. Mereka lahir sekitar tahun 1525 M. 
Dari Perda No.2/1990, yang berdasarkan logika rasional, berubah menjadi Perda No.10/2015 yang berdasarkan logika mistik.Sayang sekali.
Demikianlah beberapa kelemahan Babad  Banyumas ISSB dari sisi historis. Tetapi secara keseluruhan kisah-kisah yang ada didalamnya sangat mengagumkan. Yang diperlukan sebenarnya hanyalah sikap kritis dalam membaca kisah-kisah yang harus diuji dengan menggunakan fakta sejarah. Dan angka tahun 1582 M sebagai tahun berdirinya Kabupaten Banyumas, rupanya juga telah diuji melalui penelitian oleh MM.Sukato, sebagai tahun berdirinya Kabupaten Banyumas yang sesuai dengan fakta sejarah.Wallahualam.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar