Entri yang Diunggulkan

SERAYU-MEDIA.COM: Novel : Pusaka Kembang Wijayakusuma (26)

SERAYU-MEDIA.COM: Novel : Pusaka Kembang Wijayakusuma (26) : “Dari mana Dinda Sekarmenur mendapatkan perlengkapan ranjang tempat tidur yang ...

Jumat, 20 Oktober 2017

Novel:Melati-Kadipaten-Pasirluhur(55)





Pada acara santap siang Kanjeng-Adipati-mengundang juga para petinggi kadipaten, antara lain  Ki Patih dan Tumenggung Maresi yang sudah sembuh dari sakitnya. Juga ikut diundang Lurah Karangjati dan punggawa lainnya yang kebetulan hari itu sedang menghadiri pertemuan rutin bulanan di Pendapa Kadipaten. Maka acara santap siang di beranda ruang makan Dalem Kadipaten itu berubah menjadi semacam pesta kecil menyambut  Kamandaka dengan rombongan-yang-baru tiba di Kadipaten Pasirluhur.
Para tamu undangan itu asyik menikmati hidangan. Kanjeng Adipati dan Kanjeng Ayu Adipati selaku tuan rumah, mengumbar senyum dan berjalan kian kemari menyapa para tamu. Ki Patih tampak berbincang-dengan Wirapati, Nyai Kertisara, Tumenggungung Maresi, dan Lurah Karangjati. Rekajaya yang hari itu naik pangkat menjadi tamu, asyik bercakap-cakap dengan Khandegwilis di tengah-tengah kesibukannya bertugas mengawasi aneka macam hidangan dan minuman  yang disajikan. Begitu ada hidangan habis, Khandegwilis dengan cekatan menugaskan anak buahnya, para bujang wanita dan pria, agar segera menambah lagi.
Tampak pula mereka yang menggunakan kesempatan pesta kecil itu untuk berbincang berduaan saja dengan pasangannya. Misalnya, Silihwarna asyik berbicara dengan Mayangsari. Keduanya memilih duduk di suatu sudut yang nyaman. Demikian pula Arya Baribin yang baru hari itu berkenalan dengan Ratna Pamekas, duduk berdua saling berbincang-bincang di suatu sudut yang lain lagi-sambil menikmati hidangan. Tak terkecuali Kamandaka dan Sang Dewi, juga menggunakan kesempatan itu-untuk melepaskan rindu. Pada kesempatan santap siang itu Kamandaka sempat berceritera saat bertemu dengan Ayahandanya, Sri Baginda Prabu Siliwangi di Pakuan Pajaran.
 “Pada hari itu, Ayahanda Sri Baginda Prabu Siliwangi mengumpulkan para putra dan putrinya serta Kanjeng Ibu Kumudaningrum,” demikian Kamandaka mengawali ceriteranya kepada Sang Dewi. “Pada saat itu, Ayahanda Sri Baginda menerima laporan dari aku, bahwa aku telah berhasil menemukan gadis calon pendamping hidup, yakni Dinda Dewi, putri dari Adipati Kadipaten Pasirluhur. Ayahanda sangat senang sekali. Karena itu dalam pertemuan itu juga, Sri Baginda langsung menyampaikan rencananya agar pesta ritual pernikahan aku dan Dinda Dewi segera dilaksanakan, agar supaya Sri Baginda bisa menetapkan aku sebagai putra mahkota calon pengganti Ayahanda.”
“Tetapi dalam pertemuan itu, Ibu Kumudaningrum menagih janji Sri Baginda.Konon Sri Baginda pernah menjanjikan akan mengangkat putra mahkota bila Ibu Kumudaningrum dikaruniai seorang-putra laki-laki. Kenyataannya memang Ibu Kumudaningrum dikaruniai putra laki-laki, yakni Dinda Banyakbelabur dan seorang putri, Dinda Ratna Pamekas. Sri Baginda menjawab bahwa janji itu tidak diatur dalam Angger-Angger Kerajaan Pajajaran. Jadi, tergantung pada kesepakan dan keikhlasan para putra-putra calon putra mahkota saja.”

Dyah-Ayu-Ratna-Pamekas-dan-Permaisuri-Kumudaningrum.
“Tetapi ketika menjelaskan Angger-Angger Kerajaan Pajajaran, ternyata aku telah gugur haknya untuk diangkat sebagai putra mahkota. Sri Baginda menjelaskan bahwa syarat menjadi putra mahkota adalah pertama, dia harus putra sulung dari permaisuri. Kedua, dia tidak boleh cacad fisik dan tidak pernah terluka oleh senjata pusaka Kujang Kancana Shakti, senjata rahasia pusaka Kerajaan Pajajaran yang jumlahnya kembar tiga. Ke tiga senjata pusaka itu masing-masing diwariskan kepadaku, Dinda Silihwarna, dan Dinda Banyakbelabur.”
“Mendengar penjelasan Ayahanda soal Angger-Angger Kerajaan Pajajaran itu, aku dan Dinda Silihwarna langsung mengundurkan diri dan menolak dinobatkan sebagai putra mahkota. Dinda Silihwarna, disertai permohonan maaf kepadaku, mengatakan secara jujur kenyataan yang sebenarnya. Dinda Silihwarna mengakui menyesal telah bertindak ceroboh sehingga tanpa sengaja telah menikam lambungku dengan pusaka rahasia Kujang Kancana Shakti. Peristiwa itu terjadi di gelanggang adu ayam lapangan Desa Pangebatan, Kadipaten Pasirluhur. Memang tikaman itu tidak sampai menewaskan aku, tetapi tetap saja meninggalkan bekas luka di lambung kanan.
“Ayahanda Sri Baginda sangat sedih mendengar tragedi Pangebatan itu. Namun akhirnya Sri Baginda menerima semua kenyataan itu sebagai suatu takdir kehidupan. Akhirnya, Dinda Banyakbelabur ditetapkan sebagai satu-satunya putra mahkota Kerajaan Pajajaran. Ibu Kumudaningrum tersenyum puas dan bangga.
“Namun, Dinda Ratna Pamekas mengajukan permohonan kepada Ayahandanya untuk mengikuti aku dan Dinda Silihwarna kemana saja aku dan Dinda Siliharna akan pergi. Sri Baginda menyetujuinya, bahkan meminta keikhlasan Dinda Banyakbelabur. Yaitu  agar Dinda Banyakbelabur menyerahkan pusaka Kujang Kancana Shakti yang menjadi haknya kepada aku dan Dinda Silihwarna sebagai imbalan keikhlasan aku dan Dinda Silihwarna melepaskan hak atas tahta Kraton Pajajaran.”
“Dinda Banyakbelabur segera mengembalikan pusaka rahasia Kujang Kancana Shakti kepada Ayahanda Sri Baginda. Dan Ayahanda Sri Baginda menyerahkannya kepadaku dengan pesan, agar pusaka kujang itu, kelak diserahkan oleh Dinda Ratna Pamekas kepada seorang pria yang kelak akan dipilihnya menjadi calon suami pendamping hidupnya.”
“Dinda Dewi, sekarang aku datang ke Kadipaten Pasirluhur dalam keadaan tidak memiliki apa-apa lagi. Satu-satunya yang masih aku miliki adalah cinta yang tulus dan abadi kepada Dinda  Dewi. Apakah dengan keadaanku yang telah kehilangan hak mewarisi tahta Kerajaan Pajajaran, Dinda Dewi tidak kecewa dan masih menerima cintaku?” tanya Kamandaka kepada Sang Dewi setelah berpanjanglebar menceriterakan pertemuannya dengan Ayahandanya Sri Baginda Prabu Siliwangi  di Kraton Pakuan Pajajaran.
“Kanda Kamandaka,” kata Sang Dewi langsung menjawab. “Kemuliaan tertinggi sebuah cinta itu bukanlah pada harta dan tahta. Kemulian sebuah cinta ialah kesediaan untuk berkorban-dengan-tulus dan ikhlas kepada kekasihnya yang kelak akan menjadi pasangan hidupnya. Termasuk kemulian cinta adalah-kesediaan-untuk-berkorban-kepada tanah air, bangsa,  sesama manusia, dan akhirnya kepada Sang Maha Pencipta. Cinta kepada harta bisa lenyap jika hartanya menipis. Demikian pula cinta kepada tahta, bisa hilang bilamanan tahta itu lepas. Cinta kepada harta dan tahta bukanlah cinta sejati dan bukan pula-cinta yang abadi. Dan itu bukanlah sebuah kemuliaan. Kanda Kamandaka, buat apa aku menghubungi Kanda Kamandaka  pada waktu itu, jika aku mengejar cinta hanya karena tahta dan harta?” kata Sang Dewi dengan nada suara yang halus tetapi tiap kata yang diucapkan jelas terdengar.
“Banyak adipati dan putra adipati yang saat itu bisa aku pilih,” kata Sang Dewi pula melanjutkan, ”Padahal saat itu tidak satu orang pun yang tahu bahwa Kanda adalah salah seorang calon putra mahkota yang sedang menyamar. Tahunya orang saat itu, Kanda adalah paleka dan penjala hebat yang terpaksa mengabdi kepada Ki Patih. Dan hanya karena belas kasihan Ki Patih yang terkecoh oleh penyamaran Kanda, Ki Patih mengangkatnya menjadi anak angkat. Hanya anak angkat! Tidak lebih.”
“Kanda Kamandaka, jangan khawatir. Aku akan tetap menerima cinta Kanda, apa-pun keadaan Kanda,”kata-Sang-Dewi-menegaskan.Betapa bahagia dan bangganya Kamandaka mendengar kata-kata Sang Dewi yang menyejukkan hatinya itu. Andaikata Kamandaka-sedang tidak berada di tempat yang banyak orang, pastilah Sang Dewi itu akan dipeluknya dan diciuminya dengan segenap kasih sayangnya.
“Terima-kasih, atas segala dukungan Dinda Dewi,” bisik Kamandaka di telinga Sang Dewi.
Sekalipun bibir Kamandaka sangat dekat ke wajah Sang Dewi, Kamandaka tidak berani mencium gadis yang dicintainya itu. Sebab Kanjeng Ayu Adipati berdiri tidak jauh dari Sang Dewi. Ketika Sang Dewi mengangkat wajahnya, Sang Dewi bertemu pandang dengan Kanjeng Ayu Adipati. Kanjeng Ayu Adipati tersenyum agak malu karena Sang Dewi tahu, Ibunya itu sedang mencuri-curi pandang memperhatikan Sang Dewi yang sedang asyik melepas-rindu dengan Kamandaka.
“Kanjeng Ibu teringat  waktu muda dirayu  Kanjeng Rama,” bisik Sang Dewi. Kamandaka tersenyum mendengar bisikan Sang Dewi.
Sebelum-Ki-Patih-pulang,Kanjeng Adipati smpat mengingatkan agar besok pagi Ki-Patih-mempersiapkan acara rapat untuk menindak lanjuti persiapan perang melawan Kerajaan Nusakambangan.
Esok pagi harinya rapat  pertama kordinasi para panglima sektor untuk menghadapi Kerajaan Nusakambangan dihadiri Kanjeng Adipati dan Ki Patih selaku penasihat. Rapat dipimpin langsung Kamandaka selaku panglima perang tertinggi. Tiga panglima komandan sektor yang hadir ialah Wirapati, Arya Baribin, dan Silihwarna. Para pembantu antara lain Tumenggung Maresi dan para punggawa lainnya, termasuk para lurah yang bertugas untuk mencari calon-calon prajurit-baru. Rapat sudah mencapai kata sepakat, bahwa akan didirikan pusat-pusat latihan prajurit di tiga tempat. Kamandaka menjelaskan kesepakan itu untuk ditindaklanjuti oleh panglima sektor.
“Sektor Barat, menjadi tanggungjawab Dinda Wirapati,” kata Kamandaka yang memimpin rapat, mengingatkan pokok-pokok kesimpulan sebelumnya yang telah disepakati. “Pusat pelatihan diadakan di Dayeuhluhur. Jumlah prajurit yang akan dilatih 400 orang. Yang sudah siap 200 orang. Kekurangan 200 orang akan dipasok dari Kadipaten Galuh, atas perintah Sri Baginda Prabu Siliwangi. Sri Baginda sangat mendukung operasi penaklukan Nusakambangan karena pulau itu pada mulanya merupakan wilayah Kerajaan Pajajaran yang melepaskan diri. Pusat pelatihan di Dayeuhluhur akan dikembangkan menjadi Padepokan Dayeuhluhur yang dikhususkan untuk mengembangkan ketrampilan seni beladiri jurus harimau putih,” kata Kamandaka pula.
“Sektor Utara, menjadi tanggungjawab Dinda Silihwarna selaku komandan sektor utara. Pusat pelatihan sesuai saran Ki Patih akan diadakan di lereng Gunung Agung, di suatu tempat yang bernama Baturagung. Jumlah peserta pelatihan 400 prajurit. Pusat pelatihan Baturagung itu akan dikembangkan menjadi Padepokan Baturagung. Ketrampilan seni beladiri di Padepokan Baturagung akan dikhususkan untuk mengembangkan jurus bangau putih. Komandan sektor utara ini sangat penting karena posisinya kelak berada di belakang panglima perang tertinggi yang menyamar sebagai Uwak Lengser mendampingi tandu yang berisi calon mempelai putri dan si Lutung,” kata Kamandaka masih mengingatkan kesepakatan pembentukan pusat-pusat pelatihan untuk persiapan menghadapi perang..
“Sektor Timur, menjadi tanggungjawab Dimas Arya Baribin. Prajurit yang akan dilatih berjumlah 400 orang. Yang tersedia dan siap 200 orang. Kekurangannya akan dipilih dari pemuda-pemuda yang ada di sekitar pusat pelatihan. Pusat Pelatihan Sektor Timur ini di sebelah timur Gunung Tugel. Kelak di pusat pelatihan sebelah timur Gunung Tugel ini akan dikembangkan menjadi Padepokan Kendalisada untuk mengembangkan seni beladiri jurus monyet putih. Demikian butir-butir kesimpulan pembentukan pusat-pusat latihan berdasarkan saran dan masukan peserta pertemuan. Apakah ada usul tambahan?” tanya Kamandaka yang didampingi Sang Dewi. Semua peserta diam, tak ada usul tambahan. Berarti semua setuju dengan kesimpulan yang disampaikan Kamandaka.
Dalam pertemuan itu, selain dihadiri Sang Dewi, ikut hadir juga Kanjeng Ayu Adipati, Mayangsari, dan Ratna Pamekas. Kehadiran para wanita itu untuk memberikan semangat dan mempertebal daya juang sehingga dapat memenangkan perang. Kehadiran Sang Dewi sangat penting, karena dalam perang dengan Nusakambangan itu, Sang Dewi akan berada di pusat pertempuran. Sang Dewi harus tahu persis gambaran dari pertempuran yang akan terjadi itu.
“Sekarang marilah kita dengar formasi perang yang akan digelar untuk  menghadapi Kerajaan Nusakambangan. Lebih dulu silahkan  Dinda Wirapati yang banyak mengetahui strategi perang macam apa yang biasa digelar prajurit Nusakambangan. Keterangan yang berhasil dikumpulkan, menyebutkkan, bahwa Kerajaan Nusakambangan adalah kerajaan lautan paling tangguh di Lautan Selatan. Kerajaan Nusakambangan memiliki prajurit-prajurit terlatih dengan baik, memiliki disiplin tinggi, dan memiliki panglima-panglima perang hebat. Gerakan pasukannya sangat cepat. Daerah pantai yang telah dilindas kekuatan prajurit perang Nusakambangan antara lain Kadipaten Kalipucang di bagian barat daratan dan Kadipaten Banakeling di bagian timur daratan. Kedua kadipaten yang memiliki wilayah luas di pantai selatan itu, sekarang berada di bawah kekuasaan Nusakambangan. Silahkan Dinda Wirapati,” kata Kamandaka mempersilahkan Wirapati untuk berbicara.
“Benar sekali, apa yang baru saja dikatakan Kanda Kamandaka mengenai kekuatan prajurit Nusakambangan,” kata Wirapati mengawali penjelasannya. ”Kebetulan Ayunda Dewi banyak membaca kitab Mahabharata dan Ramayana yang berisi riwayat perang-perang besar. Ayunda Dewi pernah memberikan pendapatnya dalam suatu diskusi yang sering kami lakukan berdua. Menurut pendapat Ayunda Dewi, jika prajurit Nusakambangan menyerang Kadipaten Dayeuhluhur sekarang ini, Kadipaten Dayeuhluhur juga akan jatuh seperti Kadipaten Kalipucang dan Kadipaten Banakeling. Demikian pula jika Kerajaan Nusakambangan menyerang Kadipaten  Pasirluhur sekarang ini, Kadipaten Pasirluhur juga akan mengalami nasib sama.” (bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar