Pada acara santap siang Kanjeng-Adipati-mengundang
juga para petinggi kadipaten, antara lain
Ki Patih dan Tumenggung Maresi yang sudah sembuh dari sakitnya. Juga
ikut diundang Lurah Karangjati dan punggawa lainnya yang kebetulan hari itu
sedang menghadiri pertemuan rutin bulanan di Pendapa Kadipaten. Maka acara
santap siang di beranda ruang makan Dalem Kadipaten itu berubah menjadi semacam
pesta kecil menyambut Kamandaka dengan rombongan-yang-baru
tiba di Kadipaten Pasirluhur.
Para tamu undangan itu asyik menikmati
hidangan. Kanjeng Adipati dan Kanjeng Ayu Adipati selaku tuan rumah, mengumbar
senyum dan berjalan kian kemari menyapa para tamu. Ki Patih tampak berbincang-dengan
Wirapati, Nyai Kertisara, Tumenggungung Maresi, dan Lurah Karangjati. Rekajaya yang
hari itu naik pangkat menjadi tamu, asyik bercakap-cakap dengan Khandegwilis di
tengah-tengah kesibukannya bertugas mengawasi aneka macam hidangan dan
minuman yang disajikan. Begitu ada
hidangan habis, Khandegwilis dengan cekatan menugaskan anak buahnya, para bujang
wanita dan pria, agar segera menambah lagi.
Tampak pula mereka yang menggunakan kesempatan
pesta kecil itu untuk berbincang berduaan saja dengan pasangannya. Misalnya,
Silihwarna asyik berbicara dengan Mayangsari. Keduanya memilih duduk di suatu
sudut yang nyaman. Demikian pula Arya Baribin yang baru hari itu berkenalan
dengan Ratna Pamekas, duduk berdua saling berbincang-bincang di suatu sudut
yang lain lagi-sambil menikmati hidangan. Tak terkecuali Kamandaka dan Sang
Dewi, juga menggunakan kesempatan itu-untuk melepaskan rindu. Pada kesempatan
santap siang itu Kamandaka sempat berceritera saat bertemu dengan Ayahandanya,
Sri Baginda Prabu Siliwangi di Pakuan Pajaran.
“Pada
hari itu, Ayahanda Sri Baginda Prabu Siliwangi mengumpulkan para putra dan
putrinya serta Kanjeng Ibu Kumudaningrum,” demikian Kamandaka mengawali
ceriteranya kepada Sang Dewi. “Pada saat itu, Ayahanda Sri Baginda menerima
laporan dari aku, bahwa aku telah berhasil menemukan gadis calon pendamping hidup,
yakni Dinda Dewi, putri dari Adipati Kadipaten Pasirluhur. Ayahanda sangat
senang sekali. Karena itu dalam pertemuan itu juga, Sri Baginda langsung
menyampaikan rencananya agar pesta ritual pernikahan aku dan Dinda Dewi segera
dilaksanakan, agar supaya Sri Baginda bisa menetapkan aku sebagai putra mahkota
calon pengganti Ayahanda.”
“Tetapi dalam pertemuan itu, Ibu Kumudaningrum
menagih janji Sri Baginda.Konon Sri Baginda pernah menjanjikan akan mengangkat
putra mahkota bila Ibu Kumudaningrum dikaruniai seorang-putra laki-laki.
Kenyataannya memang Ibu Kumudaningrum dikaruniai putra laki-laki, yakni Dinda
Banyakbelabur dan seorang putri, Dinda Ratna Pamekas. Sri Baginda menjawab
bahwa janji itu tidak diatur dalam Angger-Angger Kerajaan Pajajaran. Jadi,
tergantung pada kesepakan dan keikhlasan para putra-putra calon putra mahkota
saja.”
Dyah-Ayu-Ratna-Pamekas-dan-Permaisuri-Kumudaningrum.
“Tetapi ketika menjelaskan Angger-Angger
Kerajaan Pajajaran, ternyata aku telah gugur haknya untuk diangkat sebagai
putra mahkota. Sri Baginda menjelaskan bahwa syarat menjadi putra mahkota
adalah pertama, dia harus putra sulung dari permaisuri. Kedua, dia tidak boleh
cacad fisik dan tidak pernah terluka oleh senjata pusaka Kujang Kancana Shakti,
senjata rahasia pusaka Kerajaan Pajajaran yang jumlahnya kembar tiga. Ke tiga
senjata pusaka itu masing-masing diwariskan kepadaku, Dinda Silihwarna, dan
Dinda Banyakbelabur.”
“Mendengar penjelasan Ayahanda soal
Angger-Angger Kerajaan Pajajaran itu, aku dan Dinda Silihwarna langsung
mengundurkan diri dan menolak dinobatkan sebagai putra mahkota. Dinda
Silihwarna, disertai permohonan maaf kepadaku, mengatakan secara jujur
kenyataan yang sebenarnya. Dinda Silihwarna mengakui menyesal telah bertindak
ceroboh sehingga tanpa sengaja telah menikam lambungku dengan pusaka rahasia
Kujang Kancana Shakti. Peristiwa itu terjadi di gelanggang adu ayam lapangan
Desa Pangebatan, Kadipaten Pasirluhur. Memang tikaman itu tidak sampai
menewaskan aku, tetapi tetap saja meninggalkan bekas luka di lambung kanan.
“Ayahanda Sri Baginda sangat sedih mendengar tragedi
Pangebatan itu. Namun akhirnya Sri Baginda menerima semua kenyataan itu sebagai
suatu takdir kehidupan. Akhirnya, Dinda Banyakbelabur ditetapkan sebagai
satu-satunya putra mahkota Kerajaan Pajajaran. Ibu Kumudaningrum tersenyum puas
dan bangga.
“Namun, Dinda Ratna Pamekas mengajukan
permohonan kepada Ayahandanya untuk mengikuti aku dan Dinda Silihwarna kemana
saja aku dan Dinda Siliharna akan pergi. Sri Baginda menyetujuinya, bahkan
meminta keikhlasan Dinda Banyakbelabur. Yaitu
agar Dinda Banyakbelabur menyerahkan pusaka Kujang Kancana Shakti yang
menjadi haknya kepada aku dan Dinda Silihwarna sebagai imbalan keikhlasan aku
dan Dinda Silihwarna melepaskan hak atas tahta Kraton Pajajaran.”
“Dinda Banyakbelabur segera mengembalikan
pusaka rahasia Kujang Kancana Shakti kepada Ayahanda Sri Baginda. Dan Ayahanda
Sri Baginda menyerahkannya kepadaku dengan pesan, agar pusaka kujang itu, kelak
diserahkan oleh Dinda Ratna Pamekas kepada seorang pria yang kelak akan
dipilihnya menjadi calon suami pendamping hidupnya.”
“Dinda Dewi, sekarang aku datang ke Kadipaten
Pasirluhur dalam keadaan tidak memiliki apa-apa lagi. Satu-satunya yang masih
aku miliki adalah cinta yang tulus dan abadi kepada Dinda Dewi. Apakah dengan keadaanku yang telah
kehilangan hak mewarisi tahta Kerajaan Pajajaran, Dinda Dewi tidak kecewa dan
masih menerima cintaku?” tanya Kamandaka kepada Sang Dewi setelah
berpanjanglebar menceriterakan pertemuannya dengan Ayahandanya Sri Baginda
Prabu Siliwangi di Kraton Pakuan
Pajajaran.
“Kanda Kamandaka,” kata Sang Dewi langsung
menjawab. “Kemuliaan tertinggi sebuah cinta itu bukanlah pada harta dan tahta.
Kemulian sebuah cinta ialah kesediaan untuk berkorban-dengan-tulus dan ikhlas
kepada kekasihnya yang kelak akan menjadi pasangan hidupnya. Termasuk kemulian cinta
adalah-kesediaan-untuk-berkorban-kepada tanah air, bangsa, sesama manusia, dan akhirnya kepada Sang Maha
Pencipta. Cinta kepada harta bisa lenyap jika hartanya menipis. Demikian pula
cinta kepada tahta, bisa hilang bilamanan tahta itu lepas. Cinta kepada harta
dan tahta bukanlah cinta sejati dan bukan pula-cinta yang abadi. Dan itu
bukanlah sebuah kemuliaan. Kanda Kamandaka, buat apa aku menghubungi Kanda
Kamandaka pada waktu itu, jika aku
mengejar cinta hanya karena tahta dan harta?” kata Sang Dewi dengan nada suara
yang halus tetapi tiap kata yang diucapkan jelas terdengar.
“Banyak adipati dan putra adipati yang saat
itu bisa aku pilih,” kata Sang Dewi pula melanjutkan, ”Padahal saat itu tidak
satu orang pun yang tahu bahwa Kanda adalah salah seorang calon putra mahkota
yang sedang menyamar. Tahunya orang saat itu, Kanda adalah paleka dan penjala
hebat yang terpaksa mengabdi kepada Ki Patih. Dan hanya karena belas kasihan Ki
Patih yang terkecoh oleh penyamaran Kanda, Ki Patih mengangkatnya menjadi anak
angkat. Hanya anak angkat! Tidak lebih.”
“Kanda Kamandaka, jangan khawatir. Aku akan
tetap menerima cinta Kanda, apa-pun keadaan Kanda,”kata-Sang-Dewi-menegaskan.Betapa
bahagia dan bangganya Kamandaka mendengar kata-kata Sang Dewi yang menyejukkan
hatinya itu. Andaikata Kamandaka-sedang tidak berada di tempat yang banyak
orang, pastilah Sang Dewi itu akan dipeluknya dan diciuminya dengan segenap
kasih sayangnya.
“Terima-kasih, atas segala dukungan Dinda
Dewi,” bisik Kamandaka di telinga Sang Dewi.
Sekalipun bibir Kamandaka sangat dekat ke
wajah Sang Dewi, Kamandaka tidak berani mencium gadis yang dicintainya itu.
Sebab Kanjeng Ayu Adipati berdiri tidak jauh dari Sang Dewi. Ketika Sang Dewi
mengangkat wajahnya, Sang Dewi bertemu pandang dengan Kanjeng Ayu Adipati.
Kanjeng Ayu Adipati tersenyum agak malu karena Sang Dewi tahu, Ibunya itu
sedang mencuri-curi pandang memperhatikan Sang Dewi yang sedang asyik melepas-rindu
dengan Kamandaka.
“Kanjeng Ibu teringat waktu muda dirayu Kanjeng Rama,” bisik Sang Dewi. Kamandaka
tersenyum mendengar bisikan Sang Dewi.
Sebelum-Ki-Patih-pulang,Kanjeng Adipati smpat
mengingatkan agar besok pagi Ki-Patih-mempersiapkan acara rapat untuk menindak lanjuti
persiapan perang melawan Kerajaan Nusakambangan.
Esok pagi harinya rapat pertama kordinasi para panglima sektor untuk
menghadapi Kerajaan Nusakambangan dihadiri Kanjeng Adipati dan Ki Patih selaku
penasihat. Rapat dipimpin langsung Kamandaka selaku panglima perang tertinggi.
Tiga panglima komandan sektor yang hadir ialah Wirapati, Arya Baribin, dan
Silihwarna. Para pembantu antara lain Tumenggung Maresi dan para punggawa
lainnya, termasuk para lurah yang bertugas untuk mencari calon-calon prajurit-baru.
Rapat sudah mencapai kata sepakat, bahwa akan didirikan pusat-pusat latihan
prajurit di tiga tempat. Kamandaka menjelaskan kesepakan itu untuk ditindaklanjuti
oleh panglima sektor.
“Sektor Barat, menjadi tanggungjawab Dinda
Wirapati,” kata Kamandaka yang memimpin rapat, mengingatkan pokok-pokok
kesimpulan sebelumnya yang telah disepakati. “Pusat pelatihan diadakan di
Dayeuhluhur. Jumlah prajurit yang akan dilatih 400 orang. Yang sudah siap 200
orang. Kekurangan 200 orang akan dipasok dari Kadipaten Galuh, atas perintah
Sri Baginda Prabu Siliwangi. Sri Baginda sangat mendukung operasi penaklukan
Nusakambangan karena pulau itu pada mulanya merupakan wilayah Kerajaan
Pajajaran yang melepaskan diri. Pusat pelatihan di Dayeuhluhur akan
dikembangkan menjadi Padepokan Dayeuhluhur yang dikhususkan untuk mengembangkan
ketrampilan seni beladiri jurus harimau putih,” kata Kamandaka pula.
“Sektor Utara, menjadi tanggungjawab Dinda
Silihwarna selaku komandan sektor utara. Pusat pelatihan sesuai saran Ki Patih
akan diadakan di lereng Gunung Agung, di suatu tempat yang bernama Baturagung.
Jumlah peserta pelatihan 400 prajurit. Pusat pelatihan Baturagung itu akan dikembangkan
menjadi Padepokan Baturagung. Ketrampilan seni beladiri di Padepokan Baturagung
akan dikhususkan untuk mengembangkan jurus bangau putih. Komandan sektor utara
ini sangat penting karena posisinya kelak berada di belakang panglima perang
tertinggi yang menyamar sebagai Uwak Lengser mendampingi tandu yang berisi
calon mempelai putri dan si Lutung,” kata Kamandaka masih mengingatkan
kesepakatan pembentukan pusat-pusat pelatihan untuk persiapan menghadapi
perang..
“Sektor Timur, menjadi tanggungjawab Dimas
Arya Baribin. Prajurit yang akan dilatih berjumlah 400 orang. Yang tersedia dan
siap 200 orang. Kekurangannya akan dipilih dari pemuda-pemuda yang ada di
sekitar pusat pelatihan. Pusat Pelatihan Sektor Timur ini di sebelah timur
Gunung Tugel. Kelak di pusat pelatihan sebelah timur Gunung Tugel ini akan
dikembangkan menjadi Padepokan Kendalisada untuk mengembangkan seni beladiri
jurus monyet putih. Demikian butir-butir kesimpulan pembentukan pusat-pusat
latihan berdasarkan saran dan masukan peserta pertemuan. Apakah ada usul
tambahan?” tanya Kamandaka yang didampingi Sang Dewi. Semua peserta diam, tak
ada usul tambahan. Berarti semua setuju dengan kesimpulan yang disampaikan
Kamandaka.
Dalam pertemuan itu, selain dihadiri Sang
Dewi, ikut hadir juga Kanjeng Ayu Adipati, Mayangsari, dan Ratna Pamekas. Kehadiran
para wanita itu untuk memberikan semangat dan mempertebal daya juang sehingga
dapat memenangkan perang. Kehadiran Sang Dewi sangat penting, karena dalam
perang dengan Nusakambangan itu, Sang Dewi akan berada di pusat pertempuran.
Sang Dewi harus tahu persis gambaran dari pertempuran yang akan terjadi itu.
“Sekarang marilah kita dengar formasi perang
yang akan digelar untuk menghadapi
Kerajaan Nusakambangan. Lebih dulu silahkan
Dinda Wirapati yang banyak mengetahui strategi perang macam apa yang
biasa digelar prajurit Nusakambangan. Keterangan yang berhasil dikumpulkan,
menyebutkkan, bahwa Kerajaan Nusakambangan adalah kerajaan lautan paling
tangguh di Lautan Selatan. Kerajaan Nusakambangan memiliki prajurit-prajurit
terlatih dengan baik, memiliki disiplin tinggi, dan memiliki panglima-panglima
perang hebat. Gerakan pasukannya sangat cepat. Daerah pantai yang telah
dilindas kekuatan prajurit perang Nusakambangan antara lain Kadipaten
Kalipucang di bagian barat daratan dan Kadipaten Banakeling di bagian timur
daratan. Kedua kadipaten yang memiliki wilayah luas di pantai selatan itu,
sekarang berada di bawah kekuasaan Nusakambangan. Silahkan Dinda Wirapati,”
kata Kamandaka mempersilahkan Wirapati untuk berbicara.
“Benar sekali, apa yang baru saja dikatakan
Kanda Kamandaka mengenai kekuatan prajurit Nusakambangan,” kata Wirapati
mengawali penjelasannya. ”Kebetulan Ayunda Dewi banyak membaca kitab
Mahabharata dan Ramayana yang berisi riwayat perang-perang besar. Ayunda Dewi
pernah memberikan pendapatnya dalam suatu diskusi yang sering kami lakukan
berdua. Menurut pendapat Ayunda Dewi, jika prajurit Nusakambangan menyerang
Kadipaten Dayeuhluhur sekarang ini, Kadipaten Dayeuhluhur juga akan jatuh
seperti Kadipaten Kalipucang dan Kadipaten Banakeling. Demikian pula jika
Kerajaan Nusakambangan menyerang Kadipaten
Pasirluhur sekarang ini, Kadipaten Pasirluhur juga akan mengalami nasib
sama.” (bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar