Entri yang Diunggulkan

SERAYU-MEDIA.COM: Novel : Pusaka Kembang Wijayakusuma (26)

SERAYU-MEDIA.COM: Novel : Pusaka Kembang Wijayakusuma (26) : “Dari mana Dinda Sekarmenur mendapatkan perlengkapan ranjang tempat tidur yang ...

Rabu, 22 Juni 2016

Cerpen Lembah Serayu (10 ) : HIDUPLAH INDONESIA RAYA

Model Koleksi Bapak Sunarto Harjo Suwarno-Yogyakarta

“Setega apakah sebenarnya perasaan seorang ibu, kepada bayi yang merupakan darah dagingnya sendiri, yang dengan susah payah telah dilahirkannya ketika bayi yang belum lama menghirup udara dunia, lalu ditinggalkannya begitu saja  di alam terbuka ?”


Bertahun-tahun pertanyaan itu menggoda dirinya. Terutama sejak lelaki itu tahu siapa dirinya. Ternyata tidak mudah untuk mengetahui, siapakah dirinya sendiri sebenarnya?


Di sebuah tikungan jalan yang sempit yang melewati sebuah  sekolah dasar, ada tempat pembuangan sampah dari penduduk yang menumpuk, karena truk kuning pengangkut sampah beberapa hari ini sering datang terlambat. Akibatnya sampah yang ada  makin lama makin tinggi, hingga membentuk gunungan sampah yang siap tumpah melimpah ke jalan.


Pagi itu para pemulung sudah berkerumun  berbaris siap menyerbu tumpukan sampah yang membukit. Sementara itu tidak jauh dari situ siswa-siswa SD yang berseragam putih-merah tua, juga tengah berbaris dalam upacara bendera, karena kebetulan hari itu hari Senin.Terdengar baris terakhir Lagu Indonesia Raya dinyanyikan anak-anak dengan suara lebih dikeraskan, ”Hiduplah Indonesia Raya!!!”


Lagu baris terakhir itu terdengar jauh sampai ke jalan, bahkan sampai ke tempat pembuangan sampah yang berlokasi tidak jauh dari SD itu.  Tak lama kemudian upacara selesai, siswa-siswa SD itu berlarian masuk klasnya masing-masing. Bersamaan dengan itu, para pemulung yang dari tadi juga berbaris di depan tempat pembungan sampah, ikut-ikutan berhamburan langsung beramai-ramai menyerbu gundukan sampah.


Mereka saling berebut, membongkar, menarik, membolak balik, untuk mencari botol plastik, gelas plastik,  potongan besi, paku dan benda-benda lainnya yang menurut  para pemulung itu masih dapat dimanfaatkan. Karena diaduk-aduk gunungan sampah langsung ambruk, melimpah ke jalan, membuat jalan menikung yang sudah sempit itu menjadi semakin sempit, akibatnya jalan macet.


Tak lama kemudian bau sampah dengan aroma campur aduk tidak karuan itu, mulai dari asam, anyir, amis, busuk, beterbangan kemana-mana, membumbung ke udara menunggu disebarkan angin kemana saja akan bertiup.


Sebuah sedan mercy sudah menunggu sejak tadi, terpaksa berhenti di depan gedung SD. Di belakang kemudi duduk seorang lelaki tampan didampingi seorang gadis cantik. Lelaki itu  sedih juga menyaksikan para pemulung yang sedang mengaduk-aduk tumpukan sampah. Tentu saja bau sampah yang tak sedap itu singgah juga ke hidungnya. Memang setiap dia melewati tempat itu,  bau sampah itu akan terhirup, lalu muncul pertanyaan dalam benaknya yang tak pernah mampu dijawabnya itu. Andaikata dirinya dulu dibuang ke tempat sempah, mungkin dia juga akan jadi anak pemulung.  Untunglah dulu dirinya saat masih bayi, tidak dibuang ke tempat sampah. Siapakah sebenarnya orang tua dirinya ?


Biasanya pertanyaan itu lenyap dengan sendirinya, jika mobil yang dikemudikannya itu semakin menjauhi tikungan sempit yang hampir setiap hari dilewatinya. Tapi kali ini tidak. Pertanyaan itu tetap menggantung di pikirannya. Maka dia menghimpun segala daya dan kekuatan. Membulatkan tekadnya untuk menguak misteri yang selama ini menyelimuti dirinya. Akhirnya lelaki itu punya keberanian juga untuk berkata jujur dan apa adanya pada gadis cantik yang duduk di sampingnya:


“Dahulu ketika aku baru dilahirkan, aku ditemukan di alam terbuka oleh sepasang suami istri yang  kemudian aku anggap sebagai  Ayah dan Ibuku. Engkau boleh percaya boleh tidak, tapi aku ingin jujur kepadamu.”


“Siapakah yang telah membuang kamu?” tanya gadis cantik yang duduk di sampingnya itu.


“Bisa ibu kandungku. Bisa ayahku. Bisa siapa saja yang tidak menghendaki aku lahir ke dunia ini,” jawab lelaki itu tenang.


“Jika ada orang yang tidak menghendaki kelahiranmu. Tentunya kamu sudah mati sejak dulu. Apa sih susahnya membunuh seorang bayi? Ibumu atau ayahmu bukannya tidak menghendaki kelahiranmu. Mereka hanya tidak mau merawat kamu. Tentu banyak alasan dibalik sikap yang demikian itu. Mereka berharap kamu ditemukan orang yang mau berkorban untuk merawatmu,” kata gadis itu.


“Benar juga, kata-katamu.”


Gadis itu tersenyum. Dia memuji keberanian laki-laki  itu untuk jujur kepadanya.  Dan dia malah senang mendengar pengakuan yang polos, jujur dan apa adanya dari lelaki itu. Mata gadis itu menatap lurus ke arah sampah-sampah di depannya yang sudah mulai diangkut ke dalam truk kuning pembuang sampah.


”Kamu tidak keberatan menceriterakan  riwayat kelahiranmu kepadaku?” tanya gadis itu.


“Kenapa aku harus keberatan jika kamu yang minta?” jawab laki-laki itu.


“Ceriterakanlah padaku!” gadis itu memintanya agar laki-laki itu mau menceriterakan masa lalunya.


“Siapa sebenarnya orang tuaku, aku tidak pernah tahu,” kata lelaki itu mulai menceriterakan masa lalunya tanpa beban sedikitpun.


“Menurut orang tua asuhku, aku ditemukan pada suatu pagi sebagai seorang bayi yang baru berumur dua atau tiga hari, di bawah pohon waru di tepi sebuah sungai.”


“Di tepi sungai?  Tidak di tempat pembuangan sampah?” tanya gadis itu. Lelaki itu menggeleng.


”Justru itulah aku bersyukur. Coba kalau dulu aku dibuang ke tempat sampah. Mungkin aku juga akan jadi pemulung seperti mereka itu,” kata lelaki itu sambil menunjuk para pemulung yang masih memperebutkan barang-barang bekas yang bisa mereka temukan di tempat pembuangan sampah itu.


“Mungkin saja orang tuaku masih berpikiran waras. Aku bukanlah sampah masyarakat. Makanya aku tidak dibuang ketempat sampah. Aku ditaruh di bawah pohon waru di suatu desa di Lembah Serayu sana. Tentu maksudnya agar aku ditemukan orang yang akan menyeberangi sungai. Dan orang yang menemukan aku diharapkan mau mengasuh aku.”


“Sungai apa? Sungai Serayukah?”


“Bukan Sungai Serayu. Tetapi Sungai Klawing, anak Sungai Serayu.”


“Siapa orang yang akhirnya beruntung karena menemukan kamu?”


“Aku ditemukan oleh seorang mandor tebu Pabrik Gula yang kebetulan rumahnya tidak jauh dari pohon waru besar itu yang tumbuh tidak jauh dari tepi sungai. Dia itulah yang kemudian menjadi orang tua asuhku.”


“Punya anak orang tua asuhmu?”


“Punya. Dua orang perempuan. Karena tak punya anak laki-laki, mereka senang sekali menemukan aku. Konon waktu bayi  tubuhku kuat, sehat, bersih, montok pula. Hal itu menunjukkan ibuku dan ayahku sebenarnya bukan orang miskin.  Bersama diriku disertakan juga amplop bersisi uang dan gelang emas 25 gram. Mungkin dimaksudkan sebagai bonus kepada orang yang mau mengasuhku,” kata lelaki itu.


“Riwayatmu semakin menarik saja,” kata gadis itu.


“Apakah kamu  dendam pada Ibu yang melahirkanmu?” gadis itu bertanya lagi.


“Aku tidak mungkin dendam padanya. Paling banter hanya menyesalkan saja. Tapi, yah sudahlah. Aku yakin, dia pun sudah terhukum sendiri oleh perasaan bersalah yang pasti akan selalu menghantuinya. Aku sudah memaafkannya. Pastilah ada sesuatu alasan dibalik tindakannya itu. Jadi buat apa dendam?”


“Tentu Ibu yang melahirkanmu akan bangga bila dia tahu putra yang dibuangnya saat bayi, ternyata bisa menjadi lulusan terbaik Fakultas Kedokteran dari Universitas kita. Pernah ada usaha mencari ibu yang melahirkanmu?” gadis itu bertanya lagi yang dijawab oleh lelaki itu dengan menggeleng pelan. Lelaki itu memang lulusan terbaik Fakultas Kedokteran Negeri di Kota itu. Gadis cantik yang duduk disampingnya seorang Sarjana Hukum, bekerja di kantor notaris. Kini sedang menyelesaikan S2 Notaris. Keduanya bertemu karena sama-sama aktivis LSM yang peduli pada masalah-masalah  lingkungan hidup.


“Ayah angkatku, menduga ibuku tinggal di Bandung. Makanya menyuruh aku sekolah di Bandung saja. Harapannya, siapa tahu Tuhan kelak akan mempertemukan aku dengan ibuku.”


“Dari mana orang tua asuhmu tahu kalau ibumu tinggal di Bandung?”


“Gelang emas yang disertakan ketika aku ditemukan, dilengkapi faktur pembelian. Sebuah toko emas di Kiaracondong,” jawab lelaki itu.


“Pernah menghubungi toko emas itu?”


“Pernah. Sayang toko emas tidak punya data nama pembeli, karena sudah sangat lama. Aku sekarang 25 tahun. Toko emas penjual tidak menyimpan duplikatnya. Padahal kalau menyimpan duplikat fakturnya, bisa dilacak siapa pembelinya. Memang sangat aku sesalkan. Undang-undang arsip kan menentukan batas waktu lama penyimpanan dokumen 30 tahun. Tapi sudahlah. Takdirku mungkin harus demikian,” kata lelaki itu pasrah.


“Aku yakin ibumu atau ayahmu bukan orang biasa saja. Dia pastilah berasal dari golongan klas menengah ke atas. Aku dapat pastikan Ibumu atau ayahmu pasti orang-orang yang cerdas. Kamu mewarisi bakat kecerdasan dari mereka. Kalau tidak ibumu, ya bapakmu. Yang menimbulkan tanda Tanya sebenarnya motif dan kejadian luar biasa apakah yang menyebabkan ayahmu atau ibumu sampai hati membuang kamu di tempat yang begitu jauh. Berapa kilo meter jaraknya dari sini?”


“Semuanya memang serba membingungkan. Sebuah misteri dan penuh teka teki. Jarak Bandung sampai  Purwokerto sekitar 300 kilometer.”


“Kalau pakai kendaraan umu, kendaraan apa yang bisa sampai ke desa masa kecilmu?”


“Kalau pakai bis umum atau kereta api ganti dua atau tiga kali. Tapi kalau pakai travel seperti Pamitran, bisa langsung ke rumahku.”


“Aku ingin suatu saat kamu mengajak aku mengenalkan dengan orang tua asuhmu. Tapi jangan pakai kendaraan pribadi,” kata gadis itu.


“Pakai bus? Apa mau pakai kereta api?”


‘Inginya pakai travel saja.Apa tadi nama travelnya?”


“Ya banyak sih. Tapi langganan yang biasa aku pakai travel Pamitran.”


“Kapan?”


“Serius nih?” tantang laki-laki itu.


“Sabtu dan Minggu aku libur!”


“Okey, kalau begitu kita berangkat Jum’at malam, ya. Hari ini aku pesankan dua tiket. Satu Taman Rafflesia. Satunya lagi Palem Permai” kata lelaki itu.


 Sesungguhnya di dalam relung hatinya, semula lelaki itu takut kehilangan gadis yang dicintainya. Dia menduga gadis cantik yang duduk disampingnya itu akan segera meninggalkannya setelah gadis itu tahu masa lalunya.Ternyata dugaannya meleset.


 “Kenapa engkau tak punyai keberanian menciumku?” tanya gadis itu tiba-tiba, membuat lelaki itu kebingungan.


 “Terus terang aku takut engkau tak suka pada masa laluku  yang serba tidak jelas,“ kata lelaki itu. Gadis yang ada di sampingnya itu kembali tersenyum. Dia bisa memahami alasan lelaki itu.


Secepat kilat dokter muda yang tampan itu memeluk gadis yang sedang duduk disampingnya. Kemudian  bibirnya mendarat di pipi, di dahi, akhirnya kedua bibir itu bertautan beberapa saat.


Itulah ciuman pertama mereka berdua yang membuat nafas keduanya saling berkejaran. Juga ciuman pertama  setelah berhubungan serius hampir satu tahun.


Ketika keduanya masih terkejut  dengan sensasi aneh yang merayapi sekujur tubuhnya itu, lelaki itu mendengar gadis cantik itu berbisik lembut:


“Masa lalu, biarlah berlalu. Yang lebih penting adalah masa depan yang harus bisa kita jadikan milik kita bersama yang paling indah.” Suara bisikan  gadis cantik dan cerdas itu membuat dokter muda itu bangga dan terharu.Tapi tiba-tiba ponsel lelaki itu berbunyi. Terdengar suara dari seberang sana.


“Kita ditunggu Bapak Walikota. Proposal dari LSM  kita untuk mengatasi masalah sampah di kota ini di setujui Dewan. Yuk kita cepat kesana!!!” ujar dokter muda itu sambil bergegas menghidupkan mesin mobil mercynya. Mobil pun segera bergerak meninggalkan tikungan sempit itu.


Dalam proposal kedua pasangan aktivis itu menulis antara lain sebagai berikut, ”Kota ini bukanlah kota sampah, karenanya tak layak jika sampai sampah-sampah kota berserakan di sudut-sudut kota, terlalu lama menunggu di tempat-tempat pembuangan sampah. Karena, bukan hanya sampah, bahkan bayi yang baru lahir yang bernasib malang karena  tak dikehendaki orang tuanya, bisa saja dibuang di tempat pembuangan sampah. Tempat-tempat itu harus segera diubah jadi taman-taman bunga yang indah yang menjadi penghias sudut-sudut kota kita tercinta. Sampah bisa di kelola secara daur ulang. Lakukan edukasi warga, dan ikut sertakan para pemulung dalam proses daur ulang sampah ”[]

Kalibagor,23-12-2014.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar