Entri yang Diunggulkan

SERAYU-MEDIA.COM: Novel : Pusaka Kembang Wijayakusuma (26)

SERAYU-MEDIA.COM: Novel : Pusaka Kembang Wijayakusuma (26) : “Dari mana Dinda Sekarmenur mendapatkan perlengkapan ranjang tempat tidur yang ...

Selasa, 21 Juni 2016

Cerpen Lembah Serayu (03) :KAPAS-KAPAS PUTIH





Surat Kabar Medan Priyayi yang terbit di Bandung, membuat geger Pemerintah Hindia Belanda dan para Raja Gula.Satu-satunya surat kabar milik Pribumi itu memuat berita tewasnya Tuan Besar Pabrik Gula di Lembah Serayu.

Pagi sebelumnya wajah Tuan Besar Kiemoon, tampak kesal. Dia hanya sekilas menatap bentangan puluhan hektar tanaman tebu menghijau yang mengisi relung-relung Lembah Serayu di lereng selatan Gunung Slamet.Tapi gumpalan-gumpalan awan bagaikan kapas putih yang tengah melayang-layang mengitari puncak gunung-itu, ditatapnya berulang-ulang. Sejenak kemudian dia meneruskan lagi berjalan kian kemari mondar-mandir di beranda belakang rumahnya. Sebuah rumah bercorak arsitektur Eropa abad pertengahan yang artistik dengan halaman depan maupun belakang yang luas,rindang, dan indah. 

Entah sudah berapa lama Tuan Besar itu mondar-mandir kian kemari. Jawara Wangsa, centeng kesayangannya, tetap berdiri mematung menyaksikan dengan sabar tingkah majikannya. Tingkahnya-bagaikan ikan sepat sedang menggelepar-gelepar di wajan penggorengan. Sampai akhirnya Wangsa mendengar suara meletup-letup dari mulut majikannya.

"He! Wangsa! Harus kowe apakan Lurah Desa Kalipetung sialan itu, si tukang judi dan penipu pula? Apa tidak kau cekik saja orang itu sampai mampus? Ya, ya...kukira betul, jika kau cekik saja itu orang!"
"Tidak bisa, Tuan Besar," jawab Wangsa sopan

"Tidak bisa? Hah, kowe takut ya? Coba jelaskan apa sebab kowe takut mencekik si Penipu itu?" berkata demikian sambil Tuan Besar itu memelototkan matanya sampai-sampai seakan-akan bola biji matanya mau meloncat keluar.

Tetapi dia kemudian menjatuhkan dirinya ke atas kursi goyang di dekatnya. Kursi antik kayu jati buatan ahli ukir Jepara itu langsung bergoyang-goyang karena menanggung beban dari tubuh tinggi besar.Sebenarnya, bagi-Tuan-Besar mendapatkan bini baru bukan barang yang sulit. Sudah lima kali dia punya bini baru. Dan kali ini dengan tidak sabar sedang menunggu calon bini baru ke-enam.

“Kowe musti tahu,Wangsa.Sudah dua bulan lebih dia belum bawa calon biniku kemari.Aku dengar-dengar dia mau batalkan itu kesepakatan. Kowe tahu sendiri, berapa luas sawah yang telah aku berikan? Dua hektar untuk lurah itu.Dan dua hektar lagi untuk perawan itu.”

Gadis anak Lurah Kalipetung yang tengah diperbincangkan itu, walaupun usianya baru dua belas tahun, tapi cantik luar biasa. Sekalipun anak desa, tubuhnya cepat besar, sintal padat bersih, kulitnya kuning langsat cemerlang bak warna gading. Rambutnya hitam legam sangat kontras dengan kulitnya yang halus cemerlang. Di mata Tuan Besar, wajah perawan cantik kembang desa Kalipetung itu, mengingatkannya kepada Diana, Dewi Bulan yang cantik jelita dalam mitologi Romawi-Yunani.

"Hamba sudah mengeceknya, Tuan. Lurah Kalipetung itu baru saja hamba ancam. Jika sampai berani ingkar janji kepada Tuan, ini gantinya."kataWangsa sambil membuat gerakan memutarkan ujung telunjuknya di sekitar lehernya, sebagai isyarat bahwa dia akan memotong leher Lurah Kalipetung dengan golok tajamnya, jika lurah itu ingkar janji.

"Minggu kemarin sebenarnya gadis itu sudah akan diantarkan kemari, Tuan.Tapi keburu datang bulan.Karena itu masih perlu waktu, Tuan," kata Wangsa yang membuat Tuan Besar agak tenang. Kepercayaannya kepada orang tua calon bininya mulai pulih.Baru saja Wangsa menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba seorang bujang laki-laki tergopoh-gopoh datang menghadap.

"Tuan Besar, Lurah Kalipetung bersama istri dan anak gadisnya datang. Mereka baru saja turun dari dokar. Sekarang sedang menunggu di halaman depan."seorang-bujang-laki-laki-lapor.

.Mendengar laporan itu,Tuan Besar dan Wangsa saling berpandangan. Sebuah berita yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga.Wajah keduanya ceria seketika.Tuan Besar langsung berdiri,dan berkata.

"Biar Ik yang menjemputnya. Bujang! Beritahu Mbok Tiyah.Katakan calon bini baruku sudah datang." Tuan Besar memberi perintah bujang laki-lakinya.

Tuan Besar segera berjalan ke halaman depan diikuti Wangsa. Beberapa langkah kemudian,Tuan Besar berhenti sejenak, menengok kepada centeng kesayangannya yang berjalan di belakangnya sambil berkata:

"He, Wangsa! Jangan lupa bila sudah selesai urusan dengan itu lurah, belikan kapas dan obat kuat di toko Babah Soen. "

"Beres, Tuan," jawab Wangsa singkat.

Kedua orang tua gadis itu, tanpa beban sedikitpun segera menyerahkan anak gadisnya.Tak ada sedu-sedan, tak ada pula tangis perpisahan.Gadis itu tampaknya gadis penurut yang mengangap dirinya hanyalah milik mereka yang menguasai tubuhnya. Dia merasa dirinya adalah milik Bapak dan Ibunya. Lalu dia merasa akan menjadi milik Tuan Besar, jika dia sudah jadi Bini Tuan Besar.

"Maafkan aku ya, Pak-dan Simbok," hanya itulah kata-kata yang meluncur dari mulut gadis itu saat berpelukan dengan Bapak dan Ibunya. Orang-tua-itu bangga mengira-punya menantu Tuan Besar. 

Mbok Tiyah yang berbadan gemuk, tinggi, dan besar dengan cekatan meraih tangan anak gadis berusia dua belas tahun, dan baru dua kali mengalami datang bulan.Dituntunnya gadis itu diiringi tatapan mata mereka yang duduk di ruang tamu, sampai akhirnya lenyap di balik pintu.

Malam itu merupakan malam paling membahagiakan bagi Tuan Besar. Apa lagi sudah tiga bulan tiap malam tidur sendirian, sejak bininya yang lama diberhentikan. Tetapi bagi bini barunya, tentu merupakan malam yang mengerikan. Malam-yang tak terbayangkan sebelumnya.

Sampai suatu ketika, di pagi hari, terjadilah peristiwa menghebohkan. Puluhan orang berkumpul di halaman rumah Tuan Besar. Sejumlah polisi dari Banjoemas, seorang dokter, dan seorang wartawan Medan Prijaji, telah tiba di tempat itu. Esok paginya koran Medan Priyayi terbitan bulan Agoestoes 1910 itu memuat berita di halaman depan sebagai berikut:

“Tuan Besar Kiemon ditemukan di dalam kamarnya dalam keadaan tak bernyawa, terkapar di lantai. Sedangkan bininya yang baru semalam menjadi penghuni kamar itu, dalam keadaan pingsan tak sadarkan diri. Hasil pemeriksaan dokter menyebutkan, Tuan Besar Kiemoon, Administratur Pabrik Gula meninggal dunia akibat serangan jantung. Diduga, over dosis meminum ramuan pasak bumi dan rempah-rempah China buatan Babah Soen. Bini Tuan Besar selamat, hanya pingsan tak sadarkan diri. Diduga kelelahan karena sepanjang malam harus melayani Tuan Besar yang sudah lebih dari dua bulan tidur sendirian di kamarnya yang mewah”

Keesokan harinya kesibukan luar biasa terus berlanjut. Karangan bunga tanda berkabung berjajar di halaman rumah Tuan Besar. Mereka mempersiapkan penguburan Tuan Besar di belakang bangunan Pabrik Gula yang berdiri pada tahun 1839. 

Dengan tangan gemetar Mbok Tiyah menyerahkan bungkusan kapas putih dipenuhi bercak-bercak darah kepada Wangsa, sambil berkata terbata-bata:

"Kemarin malam pada dini hari menjelang subuh, Tuan Besar masih sempat memanggilku masuk kamar-tidurnya-dan- menyuruh-aku menyimpankan kapas bercak darah malam pertama Bini Tuan Besar," kata Mbok Tiyah sambil berurai air mata.

Wangsa ikut larut dalam duka mendalam saat menerima bungkusan kapas putih-yang sempat dibelinya dari Babah Soen. Kemarin kapas itu masih putih bersih. Sebersih gumpalan awan putih yang tiap pagi dipandangi Tuan-Besar sedang melayang-layang di puncak Gunung Slamet.

Dan Wangsa pun tahu dimana kapas itu harus disimpannya. Di rak atas lemari hias-berjajar enam guci porselin.Wangsa meraih guci ke enam dan pelan-pelan memasukkan kapas bercak darah itu ke dalamnya, lalu menutupnya rapat-rapat. Kemudian dengan hati-hati diletakkannya kembali guci itu ditempatnya semula. Tampak berderet lima guci lainnya.Guci-guci berisi bercak darah para gadis yang sempat menjadi Bini Tuan Besar Kiemoon

Sembilan bulan sesudah kejadian yang menggemparkan itu, janda muda bekas bini Tuan Besar melahirkan bayi laki-laki cakap.Hidung-mancung,rambut-jagung,kulit-bule.Menambah deretan angka orang-orang Indo yang lahir di Lembah-Serayu-dan-Hindia-Belanda.[].

Kalibagor,Januari awal,2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar