Sebelum jalan tol Purbalenyi-Purwakarta-Bandung-Cileunyi
diresmikan, dulu setiap lewat Kota Purwakarta saya pasti menyempatkan diri mampir
ke Warung Soto Sadang yang ada di Desa Sadang Purwakarta. Persisnya di sebelah
kiri jalan raya Purwakarta-Cikampek dan lintasan rel kereta api Bandung-Jakarta.
Ketika itu setiap hari halaman Warung
Soto Sadang itu ramai dikunjung
mobil-mobil pribadi yang melintasi Kota Purwakarta untuk menikmati soto Sadang.
Pada kesempatan ke Purwakarta kali ini saya
manfaatkan untuk mengunjungi Soto Sadang lama. Sejak reformasi bergulir pada
tahun 1998 saya tidak pernah lagi mengunjungi Warung Soto Sadang lama. Berarti
sudah hampir dua puluh tahun. Saya
melihat Warung Soto Sadang yang lama itu sepi. Tetapi formasi meja dan kursinya
serta letak kassa dan dapur, masih bisa saya kenali. Formasinya tidak banyak
berubah setelah hampir dua dasawarsa lewat. Banyak faktor yang menyebabkan
berkurangnya pengunjung. Di samping berkurangnya kendaraan pribadi
Bandung-Jakarta yang melewati Warung Soto Sadang sejak diresmikannya jalan tol Purbalenyi, akses jalan menuju
halaman Warung Soto Sadang juga agak sulit. Penyebabnya di depan Warung Soto
Sadang itu telah dibangun jalan layang melintasi rel kereta api untuk mengatasi
kemacetan jika ada kereta api lewat. Konsekwensinya jika mobil pribadi akan
mampir ke Warung Soto Sadang, terpaksa harus turun dari jalan raya, melewati
jalan yang akhirnya buntu, karena terhalang rel kereta api. Tidak jauh dari
ujung jalan yang buntu itu, baru mobil bisa parkir di halaman Warung Soto
Sadang.
Sebuah Warung Soto Sadang baru akhirnya
memang harus dibangun di Jalan Veteran Purwakarta. Tepatnya di simpang tiga
jalan Veteran dan jalan arah tol Purbalenyi. Ketika saya tanya, pemilik Warung
Soto Sadang lama menjawab, bahwa Warung Soto Sadang yang baru di Jalan Veteran
itu bukan cabangnya. Hanya dibuka atas inisiatip saudaranya. Kurang jelas
apakah rasa Soto Sadang di Jalan Veteran itu sama lezatnya dengan Soto Sadang
lama, saya sendiri belum pernah mencobanya.
Soto Sadang memiliki aroma dan rasa
yang khas. Berbeda dengan Soto Sokaraja Banyumas yang tidak memerlukan nasi
karena sudah dicampur kupat. Soto Sadang harus disantap sebagai teman makan
nasi yang disajikan di atas bakul dari bambu. Aroma yang khas dari soto Sadang
mungkin timbul dari bumbu-bumbu yang digunakannya dan penggunaan santan kelapa
yang agak kental, sehingga terasa gurih dan memang cocok jika digunakan sebagai
teman makan nasi. Harga Soto Sadang dipatok dengan
harga Rp36.000,-./porsi Bahkan di Bandung Soto Sadang dipatok dengan harga
Rp40.000,-/porsi.
Selain Soto Sadang, kuliner
tradisional Purwakarta yang juga terkenal dan sedang naik daun adalah Sate
Maranggi. Sate Maranggi banyak dijumpai di Purwakarta dan menyebar juga ke
kota-kota lain. Ketika saya mengunjungi Purwakarta dan akhirnya sempat
bersilaturahmi dengan Bupati H. Dedi Mulyadi SH, saya dan teman-teman dijamu
dengan Sate Maranggi yang ada di depan
alun-alun Purwakarta. Jadi hari itu saya menikmati dua jenis makanan khas
Purwakarta sekaligus. Siang hari Soto Sadang. Sore hari, Sate Maranggi. Soto
Sadangnya bayar sendiri. Sate Marangginya gratis karena ditraktir Pak Bupati. Saya
tanya pada pemilik warung, apakah Pak Bupati pernah mampir di warungnya.
“Pak Bupati sering pesan juga. Tapi diantar ke
rumah dinas. Hanya saja setiap jam istirahat dan makan siang banyak karyawan
pemda anak buah Pak Bupati yang mampir ke sini,” jawab pemilik warung Sate
Maranggi itu sambil tersenyum karena jualannya laris manis setiap hari.
Konon omset Sate Maranggi di Purwakarta mencapai 2 ton daging
perhari. Memang Sate Maranggi mampu menyebar kekota-kota lain di luar
Purwakarta. Bahkan menyebar sampai Bandung, Cianjur, dan kota-kota lainnya. Sate
Maranggi sebenarnya tidak beda dengan sate lain yang lezat dan gurih, dengan
bumbu kecap yang kental. Hanya Sate Maranggi beda cara mengolah dagingnya
dengan sate lain. Sebelum dibakar, daging Sate Maranggi direndam dulu dalam
ramuan bumbu, sampai bumbunya meresap ke dalam daging. Karena proses pemberian
bumbu itulah, Sate Maranggi bisa disajikan tanpa saus pendamping. Bahan bumbu
rendamannnya antara lain kecap manis, beberapa
jenis rempah, seperti jahe, ketumbar, lengkuas, kunyit, dan sedikit cuka untuk
memberikan sedikit rasa masam. Kadang-kadang dipakai cuka yang terbuat dari gula
aren, maupun cuka
jenis lainnya. Sate Maranggi biasanya disajikan dengan irisan bawang merah dan tomat segar untuk
menciptakan paduan rasa yang berimbang antara rasa daging yang gurih, tomat
yang masam, dan bawang yang pedas.
Untuk menambah selera, penjual
biasanya menyajikan Sate Maranggi dengan berbagai cara. Ada yang tusuk satenya
ditaruh di atas piring dengan alas daun pisang. Ada pula yang nasi untuk makan sate dibungkus bulat-bulat dengan daun pisang,
sehingga tampak citra antik, alami, dan membangkitkan selera makan. Menjelang
perayaan hari jadi ke 185 Kota Purwakarta dan hari jadi ke 48 Kabupaten
Purwakarta (20-Juli), omset penjualan Soto Sadang dan Sate Maranggi pasti akan meningkat.
Tidak ada catatan sejarah sejak kapan Sate
Maranggi dan Soto Sadang muncul di Purwakarta dan siapa pula perintisnya. Tetapi seorang pengamat kuliner, melalui
Kompas.Com (20-05-2016), menyebutkan bahwa Sate Maranggi berasal dari racikan
bumbu makanan China yang digunakan untuk merendam daging babi. Karena di
Indonesia daging babi haram, maka daging babi diganti dengan daging kambing
atau daging sapi yang halal. Memang Denys Lombart, Sejarawan Perancis dalam
bukunya, Nusa Jawa-Silang Budaya, menjelaskan sejumlah makanan yang berasal
dari dapur orang-orang China, antara lain tahu, kecap, tau co, bahkan tempe.
Juga bakso, bakmi, bakwan, batagor, dan bacang. Tetapi benarkah Sate Maranggi
berasal dari tradisi makanan China?
Dijelaskan oleh Sang Pengamat Kuliner
tadi, bahwa awalan ba pada kata-kata makanan berbahan daging, seperti bakso,
bakmi, bakwan, batagor, bacang, semua itu berasal dari singkatan babi. Tetapi, jika
benar Sate Maranggi berasal dari tradisi masak daging babi, mestinya namanya
bukan sate, tetapi punya awalan ba juga. Misalnya, bate, basate, atau nama
dengan awalan ba yang lain. Karena nama makanan daging yang ditusuk batang
bambu, lalu dibakar dan diberi bumbu itu
tidak mengandung awalan ba, jelas anggapan bahwa Sate Maranggi berasal
dari cara mengolah daging babi yang berasal dari etnis China, adalah suatu
anggapan yang keliru dan kurang tepat.[Bersambung]
Catatan : Artikel Lanjutan Klik aja.
https://tamanrafflesia.blogspot.co.id/2016/07/wisata-kuliner-soto-sadang-dan-sate_28.html
Catatan : Artikel Lanjutan Klik aja.
https://tamanrafflesia.blogspot.co.id/2016/07/wisata-kuliner-soto-sadang-dan-sate_28.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar