Sebelum abad ke 19 M, nama kota
Purwakarta belum tercatat dalam sejarah. Ketika Kerajaan Tarumanegara berdiri pada abad ke 5
M, nama Purwakarta juga belum dikenal. Tetapi lokasi, situs, dan wilayah Purwakarta kemungkinan
sudah dikenal, mengingat situs Purwakarta tidak jauh dari Sungai Citarum. Dan
Pusat Kerajaan Tarumanegara saat itu juga tidak jauh dari muara Sungai Citarum.
Bukan mustahil pula bila pada jaman Kerajaan Tarumanegara, situs Purwakarta
telah berkembang sebagai pusat pengolahan tarum menjadi bahan pewarna nabati. Raja Besar Tarumanegara, adalah Purnawarman
yang gemar blusukan ke wilayah-wilayah yang jauh dari Pusat Kerajaan
Tarumanegara, yang lokasinya tidak jauh dari muara sungai Citarum. Nama
Purnawarman sendiri mirip-mirip dengan nama Purwakarta. Bisa jadi Sang Raja
memang pernah mengunjungi Situs Purwakarta, jauh sebelum situs itu diberi nama
Sindangkasih pada abad ke 19 M oleh Bupati Karawang, RA Suriawinata.
Arti dari Tarumaneraga adalah negara
atau kerajaan yang wilayahnya banyak menghasilkan tanaman tarum. Dari kata
tarum itu pula asal muasal nama Citarum, yaitu sungai yang dikanan kirinya
banyak ditumbuhi pohon tarum. Pohon
tarum (Indigofera tinctoria), sudah dikenal sebagai tumbuh-tumbuhan penghasil
warna biru saffir untuk bahan pewarna kain sutra, perkakas, dan peralatan. Bahkan
pewarna tarum digunakan juga untuk body painting, yaitu mengecat tubuh
orang-orang jaman prasejarah, ketika mereka mengadakan ritual persiapan perang
dan ritual penguburan mayat. Konon pohon tarum telah dikenal manusia sejak 2000
tahun yang lampau. Malah catatan dari negeri China menyebutkan tarum telah
dikenal sebagai tumbuhan penghasil pewarna nabati pada 6000 tahun yang lalu.
Sedangkan naskah Sansekerta menyebutkan bahwa tumbuhan tarum sebagai sumber
warna biru, sudah dikenal di India dan Asia Tenggara pada 4000 tahun yang lalu.
Tak perlu diragukan lagi, bahwa Kerajaan
Tarumanegara adalah kerajaan penghasil tarum terbesar di Asia Tenggara pada
jaman itu. Pada saat itu tumbuhan tarum banyak ditemukan di kanan kiri sepanjang
Sungai Citarum. Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan pengekspor tarum
terbesar di Asia Tenggara. Namanya sempat harum berkat produksi tanaman tarum.
Bahan pewarna nabati dari tarum yang
dipanen dari kanan kiri Sungai Citarum, bukan hanya terkenal di Asia Tenggara saja. Tetapi dikenal juga
sampai ke China. Bisa jadi jubah kebesaran para Kaisar China yang terbuat dari
kain sutra dengan warna biru langit, pada waktu itu diwarnai dengan bahan
pewarna tarum yang berhasil diimport dari Kerajaan Tarumanegara.
Seorang ahli Botani peneliti tanaman
tarum, Krochmal, menyebutkan bahwa ada dua tanaman penghasil warna biru, yakni
tarum dan wood. Tarum banyak dibudayakan di India dan Asia Tenggara. Wood
banyak dibudayakan di Perancis, Jerman, dan Inggris. Pada abad ke 15 M, ternyata tarum sudah
dieksport sampai Eropa, sehingga terjadi persaingan yang ketat antara bahan
pewarna nabati dari wood dan dari tarum. Dalam persaingan itu, ternyata pewarna
wood berhasil disingkarkan oleh pewarna nabati dari tarum. Tentu saja pada saat
terjadi persaingan antara wood dan tarum di pasar Eropa, Kerajaan Tarumanegara
sudah digantikan oleh kerajaan-kerajaan yang muncul kemudian.
Kerajaan Mataram Hindu
Memang Kerajaan Tarumanegara tidak bertahan
lama. Dengan cepat tenggelam ke balik panggung
sejarah. Ahli-ahli sejarah belum menemukan bukti yang kuat penyebab dari surutnya
Kerajaan Tarumanegara, karena tiba-tiba datang masa yang gelap. Dua abad
kemudian baru muncul Kerajaan Galuh yang berpusat di Kawali. Juga muncul
Kerajaan Galuh Purba dilereng selatan Gunung Agung, gunung yang kelak pada
jaman Demak diubah menjadi Gunung Slamet. Lalu muncul Kerajaan Mataram Hindu di
lereng Gunung Dieng. Akhirnya muncul Kerajaan Pajajaran di Pakuan. Semua
kerajaan itu didirikan oleh para ksatria Sunda. Dan pada masa itu, tanaman
tarum tetap dihasilkan di tanah Sunda di sepanjang sungai Citarum.
Naskah Wangsakerta yang sebagian besar
isinya diragukan ahli sejarah, mencoba menjembatani masa gelap pasca lenyapnya
Kerajaan Tarumanegara, dengan memunculkan tokoh Tarusbawa. Tokoh Tarusbawa ini
disebut-sebut sebagai tokoh yang memindahkan ibu kota Kerajaan Tarumanegara ke
Pakuan. Di Pakuan ini kemudian berdiri Kerajaan Sunda, mendahului Kerajaan
Pajajaran. Sayang naskah Wangsakerta dipublikasikan setelah Dr. Husein
Djajadiningrat wafat, sehingga kita tidak pernah mendengar pendapatnya tentang
Raja Tarusbawa sebagai pendiri Kerajaan Sunda di Pakuan. Yang jelas, dalam
tesis Dr.Husein Djajadiningrat, sama sekali tidak pernah disinggung-singgung
adanya Kerajaan Sunda yang didirikan oleh Raja Tarusbawa. Menurut tesis Dr.
Husein Djajadiningrat yang belum ada satu pun ilmuwan yang berhasil mementahkan tesis itu, Kerajaan Pakuan
Pajajaran didirikan oleh Rahyang Dewa Niskala, Putra Niskala Wastukencana, dan
cucu Maharaja Linggabuana. Pakuan bukan didirikan oleh Raja Tarusbawa. Adapun Maharaja Linggabuana, adalah Ayah Dyah Ayu Pitaloka Citra Resmi yang gugur dalam tragedi Bubat 1357 M
Sumber Gambar: @ Kang Dedi Mulyadi
Lenyapnya Kerajaan Tarumanegara dari
panggung sejarah, mengakibatkan situs kota Purwakarta, ikut tenggelam ke balik
lantai sejarah. Tetapi kebesaran Kerajaan Tarumanegara tetap diingat dalam memori
rakyat dan para ksatria pendiri kerajaan-kerajaan yang muncul kemudian di tanah
Sunda. Salah satu kerajaan yang namanya
dilhami oleh kebesaran Kerajaan Tarumanegara adalah Kerajaan Mataram Hindu.
Kerajaan Mataram Hindu pertaman kali muncul di lereng Pegunungan Dieng,
disuatu tempat yang namanya Kunjarakunjadesya. Didirikan oleh Rake Sanjaya. Menurut
naskah kuno Carita Parahiyangan, Rake Sanjaya adalah putra dari Raja Sunda
Galuh Kawali yang bernama Senna. Rake Sanjaya memberi nama kerajaan barunya dengan nama Mataram.
Arti kosa kata mataram tidak lain adalah tarum yang agung. Dari kata maha dan
taram atau tarum, menjadi Mahatarum, lalu berkontraksi menjadi Matarum,
akhirnya berubah jadi Mataram.
Agaknya pemilihan kata mataram sebagai
nama kerajaan baru yang didirikan Sanjaya itu, tidak lain dimaksudkan untuk
mengenang kebesaran Kerajaan Tarumanagara. Seperti Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan
Mataram Hindu dibawah Rake Sanjaya memang sempat menjadi kerajaan besar, bahkan
sempat menjadi penguasa tunggal di Pulau Jawa. Kerajaan Kalingga yang Jawa dan
Kerajaan Galuh yang Sunda berhasil pula disatukan dan dikendalikan dibawah pengaruh kebesaran Kerajaan
Mataram Hindu. Tetapi akhirnya berangsur-angsur Kerajaan Mataram Hindu juga lenyap
setelah pusat kerajaan pindah ke sebelah timur Sungai Bagawanta. Para raja penerus Rake Sanjaya, sempat
mempertahankan kebesaran Kerajaan Mataram Hindu. Tetapi Kerajaan Mataram Hindu
yang telah menyeberang ke timur lembah Bagawanta itu, lama kelamaan lebih
bersifat sebagai Kerajaan Jawa dari pada Kerjaan Sunda.
Hal itu terjadi karena turunan Rake Sanjaya
kemudian menikah dengan keluarga dari raja-raja Kerajaan Jawa. Akhirnya ketika
muncul Dinasti Isyana, pusat Kerajaan Mataram Hindu terus berpindah ke Jawa
Timur, mencari lembah-lembah subur di sekitar sungai Brantas. Kerajaan Mataram
Hindu yang pada awalnya didirikan oleh Ksatria Sunda, Rake Sanjaya, akhirnya
lenyap setelah muncul Kerajaan Kahuripan yang dipimpin Raja Erlangga, raja yang
berdarah Bali dan Jawa. Sejak abad ke 11 M itu, nama Kerajaan Mataram Hindu
lenyap dari panggung sejarah selama kurang lebih lima abad. Sebaliknya dengan
Kerajaan Galuh Kawali. Kerajaan Galuh yang sempat berada dibawah kekuasaan
Mataram Hindu, kembali lepas sebagai kerajaan otonom dengan luas wilayah dari
Ujung Kulon sampai Sungai Bagawanta yang bermata air di Gunung Dieng. Kerajaan
Galuh Kawali bahkan sempat mengalami
masa damai dan tenang, Pax Galuhnica,
dari abad ke 8 M sampai abad ke 14 M.[Bersambung]
Catatan :
Baca artikel lanjutan?:
https://tamanrafflesia.blogspot.co.id/2016/07/dirgahayu-hut-185-dan-48-kota-dan.html
Catatan :
Baca artikel lanjutan?:
https://tamanrafflesia.blogspot.co.id/2016/07/dirgahayu-hut-185-dan-48-kota-dan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar