Entri yang Diunggulkan

SERAYU-MEDIA.COM: Novel : Pusaka Kembang Wijayakusuma (26)

SERAYU-MEDIA.COM: Novel : Pusaka Kembang Wijayakusuma (26) : “Dari mana Dinda Sekarmenur mendapatkan perlengkapan ranjang tempat tidur yang ...

Rabu, 27 Juli 2016

[1] Dirgahayu HUT ke 185 dan 48 Purwakarta : Tinjauan Historis[Bagian ke-1 dari Dua Tulisan]




 Sumber gambar , @ Kang Dedi Mulyadi  -Tweeter


Sebelum abad ke 19 M, nama kota Purwakarta belum tercatat dalam sejarah. Ketika  Kerajaan Tarumanegara berdiri pada abad ke 5 M, nama Purwakarta juga belum dikenal.  Tetapi lokasi, situs, dan wilayah Purwakarta kemungkinan sudah dikenal, mengingat situs Purwakarta tidak jauh dari Sungai Citarum. Dan Pusat Kerajaan Tarumanegara saat itu juga tidak jauh dari muara Sungai Citarum. Bukan mustahil pula bila pada jaman Kerajaan Tarumanegara, situs Purwakarta telah berkembang sebagai pusat pengolahan tarum menjadi bahan pewarna nabati.  Raja Besar Tarumanegara, adalah Purnawarman yang gemar blusukan ke wilayah-wilayah yang jauh dari Pusat Kerajaan Tarumanegara, yang lokasinya tidak jauh dari muara sungai Citarum. Nama Purnawarman sendiri mirip-mirip dengan nama Purwakarta. Bisa jadi Sang Raja memang pernah mengunjungi Situs Purwakarta, jauh sebelum situs itu diberi nama Sindangkasih pada abad ke 19 M oleh Bupati Karawang, RA Suriawinata. 


Arti dari Tarumaneraga adalah negara atau kerajaan yang wilayahnya banyak menghasilkan tanaman tarum. Dari kata tarum itu pula asal muasal nama Citarum, yaitu sungai yang dikanan kirinya banyak ditumbuhi pohon tarum.  Pohon tarum (Indigofera tinctoria), sudah dikenal sebagai tumbuh-tumbuhan penghasil warna biru saffir untuk bahan pewarna kain sutra, perkakas, dan peralatan. Bahkan pewarna tarum digunakan juga untuk body painting, yaitu mengecat tubuh orang-orang jaman prasejarah, ketika mereka mengadakan ritual persiapan perang dan ritual penguburan mayat. Konon pohon tarum telah dikenal manusia sejak 2000 tahun yang lampau. Malah catatan dari negeri China menyebutkan tarum telah dikenal sebagai tumbuhan penghasil pewarna nabati pada 6000 tahun yang lalu. Sedangkan naskah Sansekerta menyebutkan bahwa tumbuhan tarum sebagai sumber warna biru, sudah dikenal di India dan Asia Tenggara pada 4000 tahun yang lalu. 


 Tak perlu diragukan lagi, bahwa Kerajaan Tarumanegara adalah kerajaan penghasil tarum terbesar di Asia Tenggara pada jaman itu. Pada saat itu tumbuhan tarum banyak ditemukan di kanan kiri sepanjang Sungai Citarum. Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan pengekspor tarum terbesar di Asia Tenggara. Namanya sempat harum berkat produksi tanaman tarum. Bahan pewarna nabati dari tarum yang  dipanen dari kanan kiri Sungai Citarum, bukan hanya terkenal  di Asia Tenggara saja. Tetapi dikenal juga sampai ke China. Bisa jadi jubah kebesaran para Kaisar China yang terbuat dari kain sutra dengan warna biru langit, pada waktu itu diwarnai dengan bahan pewarna tarum yang berhasil diimport dari Kerajaan Tarumanegara. 

Seorang ahli Botani peneliti tanaman tarum, Krochmal, menyebutkan bahwa ada dua tanaman penghasil warna biru, yakni tarum dan wood. Tarum banyak dibudayakan di India dan Asia Tenggara. Wood banyak dibudayakan di Perancis, Jerman, dan Inggris.  Pada abad ke 15 M, ternyata tarum sudah dieksport sampai Eropa, sehingga terjadi persaingan yang ketat antara bahan pewarna nabati dari wood dan dari tarum. Dalam persaingan itu, ternyata pewarna wood berhasil disingkarkan oleh pewarna nabati dari tarum. Tentu saja pada saat terjadi persaingan antara wood dan tarum di pasar Eropa, Kerajaan Tarumanegara sudah digantikan oleh kerajaan-kerajaan yang muncul kemudian.


Kerajaan Mataram Hindu
 Memang Kerajaan Tarumanegara tidak bertahan lama. Dengan cepat tenggelam  ke balik panggung sejarah. Ahli-ahli sejarah belum menemukan bukti yang kuat penyebab dari surutnya Kerajaan Tarumanegara, karena tiba-tiba datang masa yang gelap. Dua abad kemudian baru muncul Kerajaan Galuh yang berpusat di Kawali. Juga muncul Kerajaan Galuh Purba dilereng selatan Gunung Agung, gunung yang kelak pada jaman Demak diubah menjadi Gunung Slamet. Lalu muncul Kerajaan Mataram Hindu di lereng Gunung Dieng. Akhirnya muncul Kerajaan Pajajaran di Pakuan. Semua kerajaan itu didirikan oleh para ksatria Sunda. Dan pada masa itu, tanaman tarum tetap dihasilkan di tanah Sunda di sepanjang sungai Citarum. 


Naskah Wangsakerta yang sebagian besar isinya diragukan ahli sejarah, mencoba menjembatani masa gelap pasca lenyapnya Kerajaan Tarumanegara, dengan memunculkan tokoh Tarusbawa. Tokoh Tarusbawa ini disebut-sebut sebagai tokoh yang memindahkan ibu kota Kerajaan Tarumanegara ke Pakuan. Di Pakuan ini kemudian berdiri Kerajaan Sunda, mendahului Kerajaan Pajajaran. Sayang naskah Wangsakerta dipublikasikan setelah Dr. Husein Djajadiningrat wafat, sehingga kita tidak pernah mendengar pendapatnya tentang Raja Tarusbawa sebagai pendiri Kerajaan Sunda di Pakuan. Yang jelas, dalam tesis Dr.Husein Djajadiningrat, sama sekali tidak pernah disinggung-singgung adanya Kerajaan Sunda yang didirikan oleh Raja Tarusbawa. Menurut tesis Dr. Husein Djajadiningrat yang belum ada satu pun ilmuwan yang berhasil  mementahkan tesis itu, Kerajaan Pakuan Pajajaran didirikan oleh Rahyang Dewa Niskala, Putra Niskala Wastukencana, dan cucu Maharaja Linggabuana. Pakuan bukan didirikan oleh Raja Tarusbawa. Adapun Maharaja Linggabuana, adalah Ayah Dyah Ayu Pitaloka Citra Resmi yang gugur dalam tragedi Bubat 1357 M
Sumber Gambar: @ Kang Dedi Mulyadi


Lenyapnya Kerajaan Tarumanegara dari panggung sejarah, mengakibatkan situs kota Purwakarta, ikut tenggelam ke balik lantai sejarah. Tetapi kebesaran Kerajaan Tarumanegara tetap diingat dalam memori rakyat dan para ksatria pendiri kerajaan-kerajaan yang muncul kemudian di tanah Sunda.  Salah satu kerajaan yang namanya dilhami oleh kebesaran Kerajaan Tarumanegara adalah Kerajaan Mataram Hindu.

 Kerajaan Mataram Hindu  pertaman kali muncul di lereng Pegunungan Dieng, disuatu tempat yang namanya Kunjarakunjadesya. Didirikan oleh Rake Sanjaya. Menurut naskah kuno Carita Parahiyangan, Rake Sanjaya adalah putra dari Raja Sunda Galuh Kawali yang bernama Senna. Rake Sanjaya  memberi nama kerajaan barunya dengan nama Mataram. Arti kosa kata mataram tidak lain adalah tarum yang agung. Dari kata maha dan taram atau tarum, menjadi Mahatarum, lalu berkontraksi menjadi Matarum, akhirnya berubah jadi Mataram.


Agaknya pemilihan kata mataram sebagai nama kerajaan baru yang didirikan Sanjaya itu, tidak lain dimaksudkan untuk mengenang kebesaran Kerajaan Tarumanagara. Seperti Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Mataram Hindu dibawah Rake Sanjaya memang sempat menjadi kerajaan besar, bahkan sempat menjadi penguasa tunggal di Pulau Jawa. Kerajaan Kalingga yang Jawa dan Kerajaan Galuh yang Sunda berhasil pula disatukan  dan dikendalikan dibawah pengaruh kebesaran Kerajaan Mataram Hindu. Tetapi akhirnya berangsur-angsur Kerajaan Mataram Hindu juga lenyap setelah pusat kerajaan pindah ke sebelah timur Sungai Bagawanta. Para  raja penerus Rake Sanjaya, sempat mempertahankan kebesaran Kerajaan Mataram Hindu. Tetapi Kerajaan Mataram Hindu yang telah menyeberang ke timur lembah Bagawanta itu, lama kelamaan lebih bersifat sebagai Kerajaan Jawa dari pada Kerjaan Sunda. 


 Hal itu terjadi karena turunan Rake Sanjaya kemudian menikah dengan keluarga dari raja-raja Kerajaan Jawa. Akhirnya ketika muncul Dinasti Isyana, pusat Kerajaan Mataram Hindu terus berpindah ke Jawa Timur, mencari lembah-lembah subur di sekitar sungai Brantas. Kerajaan Mataram Hindu yang pada awalnya didirikan oleh Ksatria Sunda, Rake Sanjaya, akhirnya lenyap setelah muncul Kerajaan Kahuripan yang dipimpin Raja Erlangga, raja yang berdarah Bali dan Jawa. Sejak abad ke 11 M itu, nama Kerajaan Mataram Hindu lenyap dari panggung sejarah selama kurang lebih lima abad. Sebaliknya dengan Kerajaan Galuh Kawali. Kerajaan Galuh yang sempat berada dibawah kekuasaan Mataram Hindu, kembali lepas sebagai kerajaan otonom dengan luas wilayah dari Ujung Kulon sampai Sungai Bagawanta yang bermata air di Gunung Dieng. Kerajaan Galuh Kawali bahkan sempat mengalami  masa damai dan tenang, Pax Galuhnica,  dari abad ke 8 M sampai abad ke 14 M.[Bersambung]


Catatan :
Baca artikel lanjutan?:
https://tamanrafflesia.blogspot.co.id/2016/07/dirgahayu-hut-185-dan-48-kota-dan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar