Entri yang Diunggulkan

SERAYU-MEDIA.COM: Novel : Pusaka Kembang Wijayakusuma (26)

SERAYU-MEDIA.COM: Novel : Pusaka Kembang Wijayakusuma (26) : “Dari mana Dinda Sekarmenur mendapatkan perlengkapan ranjang tempat tidur yang ...

Senin, 20 November 2017

Novel:Melati-Kadipaten-Pasirluhur(68)



Angin lembut dari hutan di lereng-lerang Pegunungan Ciserayu, menyambangi Kademangan Kejawar yang pagi itu nampak  lengang. Penduduk Kejawar sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang di sawah, di ladang, di hutan, di sungai, bahkan di pasar. Dua ekor kuda yang ditunggui seorang tukang kuda, tertambat di halaman kiri pendapa Kademangan Kejawar.  Ke dua kuda itulah yang telah membawa Arya Baribin dan Rekajaya mengunjungi Kademangan Kejawar. Suasana lengang itu tidak terasa di ruang tamu rumah Ki Demang.
Ki Demang Kejawar masih ingat ketika Arya Baribin pertama kali tiba di pendapa Kademangan Kejawar. Dia datang sendiri, setelah diantar seorang tukang kuda yang disewa untuk mengantarkan kepadanya. Dari penampilannya sepintas kilas Ki Demang tahu bahwa pemuda tampan itu adalah  seorang ksatria. Bukan ksatria biasa, tetapi ksatria dengan ilmu tinggi, berwatak baik, dan tidak menunjukkan sebagai orang jahat.
“Tidak usah cemas Raden, tinggal saja di sini bersama Ki Demang dan Nyi Demang. Kewajiban Ki Demang memang melindungi mereka yang membutuhkan perlindungan. Memberi tongkat agar mereka tidak tergelincir, memberi minum agar mereka tidak kehausan, memberi makan agar mereka tidak kelaparan, memberi payung agar mereka tidak kehujanan. Dan memberi pakaian agar mereka tidak telanjang. Begitulah peranan sima suci seperti Kademangan Kejawar ini, sebagimana ditentukan dalam kitab suci,” kata Ki Demang Kejawar menawarkan perlindungan kepada Arya Baribin, setelah tahu asal usul Arya Baribin.
Dia adalah seorang kstaria trah Kerajaan Majapahit masih kemenakan Raja Majapahit terakhir, Dyah Suraphrabawa. Ketika Kerajaan Majapahit runtuh akibat serangan Kerajaan Keling, banyak keluarga Raja Majapahit itu yang dikejar-kejar dan dibantai prajurit Keling, sehingga banyak yang terbunuh. Yang selamat terpaksa harus mengungsi menjadi pelarian ke wilayah lain. Arya Baribin termasuk pelarian Kerajaan Majapahit yang menjadi target untuk ditangkap.”
“Kalau begitu, terimakasih sekali Paman Demang, atas pertolongannya kepada ananda,” kata Arya Baribin yang sejak malam itu tinggal di rumah Ki Demang Kejawar. Kepada Arya Baribin, Ki Demang Kejawar sempat menyampaikan riwayat Kademangan Kejawar yang berstatus sebagai wilayah sima atau wilayah suci yang berada dalam perlindungan Kadipaten Wirasaba. Perlunya agar Arya Baribin tidak perlu ragu-ragu untuk tinggal di Kejawar.
“Riwayat Kademangan Kejawar muncul bersamaan dengan pembentukan Kadipaten Wirasaba yang didirikan oleh para jawara, atau kentot daerah Pengging dan Sesela yang berada di lembah Sungai Semanggi,” kata Ki Demang Kejawar kepada Arya Baribin pada saat itu.
“Daerah Pengging dan Sesela merupakan dearah dibawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Para kentot Pengging dan Sesela itu menguasai tanah-tanah luas di sebelah barat Sungai Semanggi sampai Lembah Sungai Bhagalin. Mereka banyak menjadi penguasa daerah itu dengan pangkat Demang dan berada dibawah kendali Kadipaten Pengging,” kata Ki Demang Kejawar pula.
Selanjutnya dijelaskan oleh Ki Demang Kejawar, bahwa pada masa Raja Wikramawardhana bertahta di Majapahit, meletuslah Perang Paregreg atau Perang Perebutan Tahta antara Raja Wikramawardhana melawan saudara tirinya Wirabumi. Memang Wikramawardhana berhasil memenggal leher Wirabumi setelah berjuang hampir enam tahun. Tetapi akibat perang saudara itu, sumber daya ekonomi Kerajaan Majapahit langsung melorot drastis. Bahkan kewajiban Sang Raja Wikrama untuk membayar denda 100.000 tail emas kepada Kaisar China, hanya mampu dipenuhi Sang Raja sepersepuluhnya saja, yakni 10.000 tail emas.
Untuk mengisi perbendaharaan kerajaan yang menipis itu, Sang Raja Wikramawardhana mengijinkan para kentot Pengging dan Sesela itu memperluas wilayah dengan menerobos Sungai Bhagalin untuk menguasai tanah-tanah subur di sebelah barat Sungai Bhagalin. Sejak itulah mulai muncul kademangan-kademangan baru di antara lembah Sungai Bhagalin dan Ciserayu.
Lama kelamaan kademangan hasil kerja keras para kentot Pengging dan Sesela itu ditingkatkan menjadi sejumlah kadipaten. Sejak itulah muncul kadipaten-kadipaten baru. Salah satu dari kadipaten yang mundul di sisi timur Lembah Ciserayu dan Cingcinggoling adalah Kadipaten Wirasaba. Dan Kadipaten Wirasaba mengendalikan sejumlah Kademangan, seperti Toyareka, Gumelem, Kejawar, dan lainnya lagi.
Kademangan Kejawar merupan tanah sima yang dianggap sakral atau suci. Sebagai daerah sima Kademangan Kejawar dibebaskan dari kewajiban membayar pajak, bulu bekti, dan upeti kepada raja. Tetapi Kademangan Kejawar juga mempunyai kewajiban menjaga tempat-tempat yang dianggap suci dan juga menyelenggarakan ritual-ritual religi di tempat-tempat yang dianggap suci-itu. Salah satu tempat yang dianggap sebagai situs suci ada di lereng barat pegunungai Ciserayu. Di situs suci di arah barat laut Kademangan Kejawar itulah pada hari-hari tertentu diselenggarakan ritual-ritual religi memuja Sang Hyang Syiwa. Keistimewaan lain dari daerah sima, setiap orang yang berlindung di situ tidak boleh ditangkap apalagi dibunuh oleh utusan raja atau prajurit raja. Demikian pula bila ada penjahat yang meminta perlindungan kepada demang penguasa kademangan sima. Mereka orang-orang yang mencari perlindungan di tanah sima itu, hanya boleh ditangkap oleh Ki Demang. Dan Ki Demanglah yang nantinya menyerahkannya kepada Sang Raja.
“Demikian Raden, riwayat Kademangan Kejawar. Raden tidak usah ragu untuk tinggal di sini bersama Ki Demang dan Nyi Demang,” kata Ki Demang Kejawar pada saat itu yang membuat senang Arya Baribin.
Sebagai seorang pelarian politik, Arya Baribin selalu dikejar-kejar tentara Keling–Kediri. Dia  merasa aman ketika mendapat perlindungan dari Ki Demang Kejawar. Dan Ki Demang Kejawar  benar-benar melindungi Arya Baribin, seperti melindungi anak keponakannya sendiri. Bagi Arya Baribin, memang tidak ada pilihan lain selama dia hidup di wilayah Kerajaan Kediri. Sebagai seorang pelarian politik, hanya ada tiga peluang tersedia. Ditangkap, bersembunyi, dan minta perlindungan di daerah sima, atau keluar wilayah kekuasaan Kerajaan Kediri yang mengaku sebagai ahli waris dan penerus Kerajaan Majapahit itu.
“Mana minumannya dan suguhannya? Dari tadi belum juga keluar? Tenggorokan sudah kering, Nyi Demang!” tegur Ki Demang Kejawar  kepada Nyi Demang yang duduk di sampingnya. Nyi Demang buru-buru bangkit dari tempat duduknya mau melihat ganyong yang sedang direbus di dapur sejak tadi,  sudah masak apa belum.
Arya Baribin tiba-tiba ingat pesanan Kamandaka yang belum disampaikannya kepada Ki Demang Kejawar. Arya Baribin segera menyampaikan salam Kamandaka  yang hampir lupa disampaikan kepada Ki Demang. Katanya,  “Ada salam juga dari Kanda Kamandaka, Paman  Demang.”
“Aduh, terimakasih sekali. Ananda Kamandaka akan jadi menantu Kanjeng Adipati Pasirluhur ,ya? Jadi sudah tidak mau main ke sini lagi. Salam kembali untuk Ananda Kamandaka. Sekarang tinggal dimana? Di Pasirluhur apa di Kaliwedi?”
“Semalam menginap di Kaliwedi,” kata Arya Baribin menjelaskan posisi Kamandaka.
“Aduh, kenapa tidak diajak ke sini sekalian? Kan dekat Kaliwedi ke Kejawar?  Paman betah kalau sudah berbincang dengan Ananda Kamandaka yang saat itu masih menyamar dengan nama Ki Sulap Pangebatan. Pengetahuannya luas, ilmunya macam-macam,” kata Ki Demang Kejawar mengenang masa beberapa bulan silam ketika Kamandaka masih tinggal di Kaliwedi.

“Sebenarnya, Kanda Kamandaka juga rindu kepada Paman Demang. Tetapi sekarang kan Kanda Kamandaka sudah tidak bebas lagi. Kebetulan tadi malam Putri Kanjeng Adipati Pasirluhur, Sang Dyah Ayu  Dewi Ciptarasa berserta adik-adiknya menginap di kediaman Nyai Kertisara. Jadi,  Kanda Kamandaka terpaksa tidak berani meninggalkan Putri Kanjeng Adipati,” kata Arya Baribin.
“Wah, kalau begitu banyak tamu, ya, Nyai Kertisara? Pasti sibuk sekali, ya. Paman ikut bergembira dan bersyukur akhirnya Ananda Kamandaka berhasil menyunting Putri Kanjeng Adipati Pasirluhur. Lalu, kapan rencana pesta pernikahan Putri Kanjeng Adipati Pasirluhur dengan Ananda Kamandaka?” tanya Ki Demang Kejawar.
“Bulan ini juga, Paman. Tiga pekan lagi,” jawab Arya Baribin.
“Bulan ini? Bagus sekali! Akhirnya perjuangan panjang Ananda Kamandaka berbuah manis juga. Bulan ini adalah bulan Srawanamasa dan mangsa Kaso yang berada dalam naungan Dewa Batara Antaboga dan Dewi Batari Nagagini. Pancaran gaib kedua dewa dan dewi itu akan mempengaruhi alam semesta yang diibaratkan sebagai sotya murca ing embanan, batu permata lepas dari cincin pengikatnya. Sudah masuk musim kemarau, cocok sekali untuk menyelenggarakan hajatan,” kata Ki Demang Kejawar.
Ki Demang Kejawar pagi itu terkenang persahabatannya dengan Kamandaka. Pada saat itu Kamandaka mengenalkan dirinya dengan nama Ki Sulap Pangebatan. Ki Demang Kejawar masih ingat ketika itu dia didatangi dua orang tamu dari desa di sebelah utara Sungai Ciserayu, yakni Desa Kaliwedi yang berada di lereng selatan Gunung Tugel. Masih terngiang-ngiang di telinganya, kedua tamu itu mengaku bernama Ki Sulap Pangebatan dan Rekajaya. Nama Ki Sulap Pangebatan sudah dikenal dengan baik oleh Ki Demang Kejawar. Bukan hanya sebagai botoh adu jago tak terkalahkan dari Kaliwedi. Tetapi juga dikenal sebagai sosok yang membantu Nyai Kertisara mengembangkan diri sebagai pengusaha gula aren dan gula kelapa paling maju dan sukses di Lembah Ciserayu.
Tetapi walaupun saat itu Ki Demang Kejawar sudah mengenal nama Ki Sulap Pangebatan dan Rekajaya karena keduanya sering menjadi bahan perbincangan di pasar-pasar maupun di warung-warung penjual minuman, Ki Demang Kejawar sendiri belum pernah berjumpa dengan Ki Sulap Pangebatan. Baru setelah Ki Sulap Pangebatan mengunjunginya, Ki Demang Kejawar mengenalnya dengan baik. Saat itu Ki Demang Kejawar belum tahu, bahwa Ki Sulap Pangebatan adalah nama samaran Kamandaka yang sedang bersembunyi di Kaliwedi. Masih terbayang dalam benak Ki Demang Kejawar, setelah mengenalkan dirinya, Ki Sulap Pangebatan menanyakan jenis-jenis ritual pemujaan  kepada Sang Hyang Syiwa yang secara rutin pada hari-hari tertentu diselenggarakan oleh Ki Demang Kejawar.
“Kademangan Kejawar ini merupakan wilayah sima dibawah lindungan Kadipaten Wirasaba, Ki Sulap,” kata Ki Demang Kejawar pada saat itu menjelaskan kepada tamunya. ”Kami mendapat kepercayaan dari Adipati Wirasaba untuk secara rutin memuja Sang Hyang Syiwa. Karena itu ritual-ritual religi yang rutin diselenggarakan di sini sebenarnya sama dengan ritual religi untuk memuja Sang Hyang Syiwa yang diselenggarakan Kadipaten Pasirluhur.”
“Ya, itulah yang jadi masalah kami, Ki Demang,” kata Ki Sulap Pangebatan pada saat itu mengemukakan masalah pokok yang dihadapi penduduk Kaliwedi dan desa-desa sekitarnya di utara Sungai Ciserayu yang terlibat ke dalam jaringan bisnis Nyai Kertisara.
Penduduk banyak yang menyewakan pohon kelapa dan pohon aren miliknya kepada Nyai Kertisara, bekerja sebagai penderes, mengolah nira yang berhasil disadapnya menjadi gula, dan hasilnya disetorkan kepada Nyai Kertisara. Nyai Kertisara membayar gula yang telah diolah itu dengan harga wajar. Akhirnya Nyai Kertisaralah yang memasarkannya hampir ke seluruh pasar yang ada di  Lembah Ciserayu. (bersambung)

1 komentar:

  1. Silakan Kunjungi Artikel Tajen Online

    Perawatan Ayam Teratur Dari Anak Ayam Sampai Dewasa
    Jamu Tradisional Untuk Ayam Laga Bangkok
    https://tajenonline.com/perawatan-ayam-teratur-dari-anak-ayam-sampai-dewasa/
    https://tajenonline.com/jamu-tradisional-untuk-ayam-laga-bangkok/

    Dan dapat Hubungi Kontak Whatsapp Kami +62-8122-222-995

    BalasHapus