Angin
lembut dari hutan di lereng-lerang Pegunungan Ciserayu, menyambangi Kademangan
Kejawar yang pagi itu nampak lengang.
Penduduk Kejawar sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang di sawah, di
ladang, di hutan, di sungai, bahkan di pasar. Dua ekor kuda yang ditunggui
seorang tukang kuda, tertambat di halaman kiri pendapa Kademangan Kejawar. Ke dua kuda itulah yang telah membawa Arya
Baribin dan Rekajaya mengunjungi Kademangan Kejawar. Suasana lengang itu tidak
terasa di ruang tamu rumah Ki Demang.
Ki Demang
Kejawar masih ingat ketika Arya Baribin pertama kali tiba di pendapa Kademangan
Kejawar. Dia datang sendiri, setelah diantar seorang tukang kuda yang disewa
untuk mengantarkan kepadanya. Dari penampilannya sepintas kilas Ki Demang tahu
bahwa pemuda tampan itu adalah seorang
ksatria. Bukan ksatria biasa, tetapi ksatria dengan ilmu tinggi, berwatak baik,
dan tidak menunjukkan sebagai orang jahat.
“Tidak usah
cemas Raden, tinggal saja di sini bersama Ki Demang dan Nyi Demang. Kewajiban
Ki Demang memang melindungi mereka yang membutuhkan perlindungan. Memberi
tongkat agar mereka tidak tergelincir, memberi minum agar mereka tidak
kehausan, memberi makan agar mereka tidak kelaparan, memberi payung agar mereka
tidak kehujanan. Dan memberi pakaian agar mereka tidak telanjang. Begitulah
peranan sima suci seperti Kademangan Kejawar ini, sebagimana ditentukan dalam
kitab suci,” kata Ki Demang Kejawar menawarkan perlindungan kepada Arya
Baribin, setelah tahu asal usul Arya Baribin.
Dia adalah
seorang kstaria trah Kerajaan Majapahit masih kemenakan Raja Majapahit
terakhir, Dyah Suraphrabawa. Ketika Kerajaan Majapahit runtuh akibat serangan
Kerajaan Keling, banyak keluarga Raja Majapahit itu yang dikejar-kejar dan
dibantai prajurit Keling, sehingga banyak yang terbunuh. Yang selamat terpaksa
harus mengungsi menjadi pelarian ke wilayah lain. Arya Baribin termasuk
pelarian Kerajaan Majapahit yang menjadi target untuk ditangkap.”
“Kalau
begitu, terimakasih sekali Paman Demang, atas pertolongannya kepada ananda,”
kata Arya Baribin yang sejak malam itu tinggal di rumah Ki Demang Kejawar.
Kepada Arya Baribin, Ki Demang Kejawar sempat menyampaikan riwayat Kademangan
Kejawar yang berstatus sebagai wilayah sima atau wilayah suci yang berada dalam
perlindungan Kadipaten Wirasaba. Perlunya agar Arya Baribin tidak perlu
ragu-ragu untuk tinggal di Kejawar.
“Riwayat Kademangan Kejawar muncul bersamaan dengan
pembentukan Kadipaten Wirasaba yang didirikan oleh para jawara, atau kentot daerah
Pengging dan Sesela yang berada di lembah Sungai Semanggi,” kata Ki Demang
Kejawar kepada Arya Baribin pada saat itu.
“Daerah
Pengging dan Sesela merupakan dearah dibawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Para
kentot Pengging dan Sesela itu menguasai tanah-tanah luas di sebelah barat
Sungai Semanggi sampai Lembah Sungai Bhagalin. Mereka banyak menjadi penguasa
daerah itu dengan pangkat Demang dan berada dibawah kendali Kadipaten
Pengging,” kata Ki Demang Kejawar pula.
Selanjutnya
dijelaskan oleh Ki Demang Kejawar, bahwa pada masa Raja Wikramawardhana
bertahta di Majapahit, meletuslah Perang Paregreg atau Perang Perebutan Tahta
antara Raja Wikramawardhana melawan saudara tirinya Wirabumi. Memang
Wikramawardhana berhasil memenggal leher Wirabumi setelah berjuang hampir enam
tahun. Tetapi akibat perang saudara itu, sumber daya ekonomi Kerajaan Majapahit
langsung melorot drastis. Bahkan kewajiban Sang Raja Wikrama untuk membayar
denda 100.000 tail emas kepada Kaisar China, hanya mampu dipenuhi Sang Raja
sepersepuluhnya saja, yakni 10.000 tail emas.
Untuk
mengisi perbendaharaan kerajaan yang menipis itu, Sang Raja Wikramawardhana
mengijinkan para kentot Pengging dan Sesela itu memperluas wilayah dengan
menerobos Sungai Bhagalin untuk menguasai tanah-tanah subur di sebelah barat
Sungai Bhagalin. Sejak itulah mulai muncul kademangan-kademangan baru di antara
lembah Sungai Bhagalin dan Ciserayu.
Lama
kelamaan kademangan hasil kerja keras para kentot Pengging dan Sesela itu
ditingkatkan menjadi sejumlah kadipaten. Sejak itulah muncul kadipaten-kadipaten
baru. Salah satu dari kadipaten yang mundul di sisi timur Lembah Ciserayu dan
Cingcinggoling adalah Kadipaten Wirasaba. Dan Kadipaten Wirasaba mengendalikan
sejumlah Kademangan, seperti Toyareka, Gumelem, Kejawar, dan lainnya lagi.
Kademangan
Kejawar merupan tanah sima yang dianggap sakral atau suci. Sebagai daerah sima
Kademangan Kejawar dibebaskan dari kewajiban membayar pajak, bulu bekti, dan
upeti kepada raja. Tetapi Kademangan Kejawar juga mempunyai kewajiban menjaga
tempat-tempat yang dianggap suci dan juga menyelenggarakan ritual-ritual religi
di tempat-tempat yang dianggap suci-itu. Salah satu tempat yang dianggap sebagai
situs suci ada di lereng barat pegunungai Ciserayu. Di situs suci di arah barat
laut Kademangan Kejawar itulah pada hari-hari tertentu diselenggarakan
ritual-ritual religi memuja Sang Hyang Syiwa. Keistimewaan lain dari daerah
sima, setiap orang yang berlindung di situ tidak boleh ditangkap apalagi
dibunuh oleh utusan raja atau prajurit raja. Demikian pula bila ada penjahat
yang meminta perlindungan kepada demang penguasa kademangan sima. Mereka
orang-orang yang mencari perlindungan di tanah sima itu, hanya boleh ditangkap
oleh Ki Demang. Dan Ki Demanglah yang nantinya menyerahkannya kepada Sang Raja.
“Demikian
Raden, riwayat Kademangan Kejawar. Raden tidak usah ragu untuk tinggal di sini
bersama Ki Demang dan Nyi Demang,” kata Ki Demang Kejawar pada saat itu yang
membuat senang Arya Baribin.
Sebagai
seorang pelarian politik, Arya Baribin selalu dikejar-kejar tentara Keling–Kediri.
Dia merasa aman ketika mendapat perlindungan
dari Ki Demang Kejawar. Dan Ki Demang Kejawar benar-benar melindungi Arya Baribin, seperti
melindungi anak keponakannya sendiri. Bagi Arya Baribin, memang tidak ada
pilihan lain selama dia hidup di wilayah Kerajaan Kediri. Sebagai seorang
pelarian politik, hanya ada tiga peluang tersedia. Ditangkap, bersembunyi, dan
minta perlindungan di daerah sima, atau keluar wilayah kekuasaan Kerajaan
Kediri yang mengaku sebagai ahli waris dan penerus Kerajaan Majapahit itu.
“Mana
minumannya dan suguhannya? Dari tadi belum juga keluar? Tenggorokan sudah
kering, Nyi Demang!” tegur Ki Demang Kejawar
kepada Nyi Demang yang duduk di sampingnya. Nyi Demang buru-buru bangkit
dari tempat duduknya mau melihat ganyong yang sedang direbus di dapur sejak
tadi, sudah masak apa belum.
Arya
Baribin tiba-tiba ingat pesanan Kamandaka yang belum disampaikannya kepada Ki
Demang Kejawar. Arya Baribin segera menyampaikan salam Kamandaka yang hampir lupa disampaikan kepada Ki
Demang. Katanya, “Ada salam juga dari
Kanda Kamandaka, Paman Demang.”
“Aduh,
terimakasih sekali. Ananda Kamandaka akan jadi menantu Kanjeng Adipati
Pasirluhur ,ya? Jadi sudah tidak mau main ke sini lagi. Salam kembali untuk
Ananda Kamandaka. Sekarang tinggal dimana? Di Pasirluhur apa di Kaliwedi?”
“Semalam
menginap di Kaliwedi,” kata Arya Baribin menjelaskan posisi Kamandaka.
“Aduh,
kenapa tidak diajak ke sini sekalian? Kan dekat Kaliwedi ke Kejawar? Paman betah kalau sudah berbincang dengan Ananda
Kamandaka yang saat itu masih menyamar dengan nama Ki Sulap Pangebatan.
Pengetahuannya luas, ilmunya macam-macam,” kata Ki Demang Kejawar mengenang
masa beberapa bulan silam ketika Kamandaka masih tinggal di Kaliwedi.
“Sebenarnya, Kanda Kamandaka juga rindu kepada Paman Demang. Tetapi sekarang kan Kanda Kamandaka sudah tidak bebas lagi. Kebetulan tadi malam Putri Kanjeng Adipati Pasirluhur, Sang Dyah Ayu Dewi Ciptarasa berserta adik-adiknya menginap di kediaman Nyai Kertisara. Jadi, Kanda Kamandaka terpaksa tidak berani meninggalkan Putri Kanjeng Adipati,” kata Arya Baribin.
“Sebenarnya, Kanda Kamandaka juga rindu kepada Paman Demang. Tetapi sekarang kan Kanda Kamandaka sudah tidak bebas lagi. Kebetulan tadi malam Putri Kanjeng Adipati Pasirluhur, Sang Dyah Ayu Dewi Ciptarasa berserta adik-adiknya menginap di kediaman Nyai Kertisara. Jadi, Kanda Kamandaka terpaksa tidak berani meninggalkan Putri Kanjeng Adipati,” kata Arya Baribin.
“Wah, kalau
begitu banyak tamu, ya, Nyai Kertisara? Pasti sibuk sekali, ya. Paman ikut
bergembira dan bersyukur akhirnya Ananda Kamandaka berhasil menyunting Putri
Kanjeng Adipati Pasirluhur. Lalu, kapan rencana pesta pernikahan Putri Kanjeng
Adipati Pasirluhur dengan Ananda Kamandaka?” tanya Ki Demang Kejawar.
“Bulan ini
juga, Paman. Tiga pekan lagi,” jawab Arya Baribin.
“Bulan ini?
Bagus sekali! Akhirnya perjuangan panjang Ananda Kamandaka berbuah manis juga. Bulan
ini adalah bulan Srawanamasa dan mangsa Kaso yang berada dalam naungan Dewa
Batara Antaboga dan Dewi Batari Nagagini. Pancaran gaib kedua dewa dan dewi itu
akan mempengaruhi alam semesta yang diibaratkan sebagai sotya murca ing
embanan, batu permata lepas dari cincin pengikatnya. Sudah masuk musim kemarau,
cocok sekali untuk menyelenggarakan hajatan,” kata Ki Demang Kejawar.
Ki Demang
Kejawar pagi itu terkenang persahabatannya dengan Kamandaka. Pada saat itu Kamandaka
mengenalkan dirinya dengan nama Ki Sulap Pangebatan. Ki Demang Kejawar masih
ingat ketika itu dia didatangi dua orang tamu dari desa di sebelah utara Sungai
Ciserayu, yakni Desa Kaliwedi yang berada di lereng selatan Gunung Tugel. Masih
terngiang-ngiang di telinganya, kedua tamu itu mengaku bernama Ki Sulap
Pangebatan dan Rekajaya. Nama Ki Sulap Pangebatan sudah dikenal dengan baik
oleh Ki Demang Kejawar. Bukan hanya sebagai botoh adu jago tak terkalahkan dari
Kaliwedi. Tetapi juga dikenal sebagai sosok yang membantu Nyai Kertisara
mengembangkan diri sebagai pengusaha gula aren dan gula kelapa paling maju dan
sukses di Lembah Ciserayu.
Tetapi
walaupun saat itu Ki Demang Kejawar sudah mengenal nama Ki Sulap Pangebatan dan
Rekajaya karena keduanya sering menjadi bahan perbincangan di pasar-pasar
maupun di warung-warung penjual minuman, Ki Demang Kejawar sendiri belum pernah
berjumpa dengan Ki Sulap Pangebatan. Baru setelah Ki Sulap Pangebatan
mengunjunginya, Ki Demang Kejawar mengenalnya dengan baik. Saat itu Ki Demang
Kejawar belum tahu, bahwa Ki Sulap Pangebatan adalah nama samaran Kamandaka
yang sedang bersembunyi di Kaliwedi. Masih terbayang dalam benak Ki Demang
Kejawar, setelah mengenalkan dirinya, Ki Sulap Pangebatan menanyakan
jenis-jenis ritual pemujaan kepada Sang
Hyang Syiwa yang secara rutin pada hari-hari tertentu diselenggarakan oleh Ki
Demang Kejawar.
“Kademangan
Kejawar ini merupakan wilayah sima dibawah lindungan Kadipaten Wirasaba, Ki
Sulap,” kata Ki Demang Kejawar pada saat itu menjelaskan kepada tamunya. ”Kami
mendapat kepercayaan dari Adipati Wirasaba untuk secara rutin memuja Sang Hyang
Syiwa. Karena itu ritual-ritual religi yang rutin diselenggarakan di sini
sebenarnya sama dengan ritual religi untuk memuja Sang Hyang Syiwa yang diselenggarakan
Kadipaten Pasirluhur.”
“Ya, itulah
yang jadi masalah kami, Ki Demang,” kata Ki Sulap Pangebatan pada saat itu
mengemukakan masalah pokok yang dihadapi penduduk Kaliwedi dan desa-desa
sekitarnya di utara Sungai Ciserayu yang terlibat ke dalam jaringan bisnis Nyai
Kertisara.
Penduduk
banyak yang menyewakan pohon kelapa dan pohon aren miliknya kepada Nyai
Kertisara, bekerja sebagai penderes, mengolah nira yang berhasil disadapnya menjadi
gula, dan hasilnya disetorkan kepada Nyai Kertisara. Nyai Kertisara membayar
gula yang telah diolah itu dengan harga wajar. Akhirnya Nyai Kertisaralah yang
memasarkannya hampir ke seluruh pasar yang ada di Lembah Ciserayu. (bersambung)
Silakan Kunjungi Artikel Tajen Online
BalasHapusPerawatan Ayam Teratur Dari Anak Ayam Sampai Dewasa
Jamu Tradisional Untuk Ayam Laga Bangkok
https://tajenonline.com/perawatan-ayam-teratur-dari-anak-ayam-sampai-dewasa/
https://tajenonline.com/jamu-tradisional-untuk-ayam-laga-bangkok/
Dan dapat Hubungi Kontak Whatsapp Kami +62-8122-222-995