Entri yang Diunggulkan

SERAYU-MEDIA.COM: Novel : Pusaka Kembang Wijayakusuma (26)

SERAYU-MEDIA.COM: Novel : Pusaka Kembang Wijayakusuma (26) : “Dari mana Dinda Sekarmenur mendapatkan perlengkapan ranjang tempat tidur yang ...

Selasa, 07 November 2017

Novel:Melati-Kadipaten-Pasirluhur(63)



Patih Puletembini sebenarnya sempat melihat mata tombak yang mengarah ke dadanya. Karena itu dia ingin menunduk, tapi terlambat. Satu-satunya jalan paling cepat ialah berkelit dengan memutar tubuhnya. Ternyata gerakan ini pun tidak menolongnya. Sebab mata tombak yang dilemparkan kepadanya sudah menyentuh punggungnya yang terlambat memutar. Mata tumbak yang dilemparkan Wirapati menghunjam punggung Patih Pulatembini, menerobos,dan merusak tulang rusuknya. Patih Puletembini langsung tumbang terkapar di atas tanah.
Sementara itu. Rangga Singalaut juga pelempar pisau hebat. Sudah lebih dari sepuluh buah pisau dilemparkan ke arah Arya Baribin. Tetapi Arya Baribin juga pendekar hebat yang menguasai jurus Bandung Bandawasa. Jurus Bandung Bandawasa adalah jurus yang mengandalkan pukulan dengan tangan kosong. Sebenarnya, gerakan jurus Bandung Bandawasa tidak terlalu bervariasi. Tetapi gerakannya sangat bertenaga. Tendangan jarak dekatnya yang cepat bisa menghasilkan gerakan memutar bagaikan baling-baling sehingga dengan mudah dapat melumpuhkan banyak lawan, sekaligus juga bisa untuk menghindari serangan senjata yang datang beruntun.
Karena itu bagi Arya Baribin menghadapi lemparan pisau yang bertubi-tubi datang kepadanya,  tidak terlalu repot. Dengan mudah Arya Baribin berkelit dan membuat gerakan salto sehingga makin lama Arya Baribin makin mendekati posisi Rangga Singalaut.  Rangga Singalaut tahu Arya Baribin sengaja mendekati karena ingin mengajak berkelahai dari jarak dekat.
Semakin dekat Arya Baribin, semakin sulit Rangga Singalaut melemparkan pisaunya. Akhirnya terpaksa Rangga Singalaut melayani Arya Baribin dalam perkelaihan jarak dekat. Rangga Singalaut hanya mengandalkan pisau yang ada ditangannya. Tentu saja Rangga Singalaut bukan lawan seimbang bagi Arya Baribin yang menguasai jurus Bandung Bandawasa.
Tetapi kali ini, Arya Baribin ingin memanfaatkan pusaka kujang pemberian Ratna Pamekas yang terselip dipinggangnya. Tiba-tiba Arya Baribin melihat pisau Rangga Singalaut mengarah ke arah lehernya. Arya Baribin membungkuk dan menggunakan kaki untuk menyapu kuda-kuda kaki lawannya. Rangga Singalaut meloncat ke atas untuk menghindari serangan rendah. Tetapi gerakan melenting ke atas itulah yang justru ditunggu Arya Baribin.Dia segera meloncat menyusul Rangga Singalaut dengan menggunakan gerakan tendangan memutar.
Rangga Singalaut mengira Arya Baribin hendak menggunakan tandangan kaki yang memutar ke arah lehernya. Karena itu, dia cepat menunduk. Arya Baribin melihat leher Rangga Singalaut terbuka. Tanpa membuang waktu, secepat kilat Arya Baribin mencabut senjata kujang pusaka  di-pinggangnya. Tiba-tiba,cross!Ujung senjata kujang hadiah Ratna Pamekas, tahu-tahu sudah bersarang di leher kiri Rangga Singalaut. Terkena pusaka Kujang Kancana Shakti tepat dilehernya, Rangga Singalaut langsung jatuh terpuruk mencium tanah. Dia tewas seketika menjadi korban kesaktian Kujang Kancana Shakti pusaka Kerajaan Pajajaran.
Melihat tiga komandannya tewas semua, prajurit Nusakambangan yang tersisa langsung menyatakan menyerah dan meletakkan senjata. Mereka bagaikan anak ayam kehilangan induk. Pasukan bagian depan paling banyak menjadi korban, karena mereka rata-rata tidak siap untuk bertempur. Senjata yang dibawanya rata-rata senjata untuk serangan jarak dekat. Karena itu ketika dihujani tombak mereka tidak siap untuk menghindar atau pun menangkis. Lain halnya dengan pasukan belakang prajurit Nusakambangan yang sengaja disiapkan untuk berjaga-jaga dari segala kemungkinan. Mereka lebih siap tempur. Mereka tidak segera menyerah dan masih mencoba melawan. Ketika pertempuran pecah, dari merekalah tombak-tombak dilemparkan. Sasaran pasukan tombak Nusakambangan adalah pasukan lawan paling dekat dan paling mudah dijangkau. Pasukan itu tidak lain adalah pasukan-lawan-dari sektor timur, anak buah Arya Baribin.
Pasukan sektor timur yang datang dari Rawalo itu sangat unik. Semua terdiri dari 400 prajurit. Yang 200 orang sudah terlatih. Dan senjata andalan utamanya tombak, seperti juga pasukan dari sektor barat dan utara. Di antara mereka ada sejumlah prajurit yang sudah terlatih dengan senjata pedang, untuk persiapan menghadapi pertempuran jarak pendek. Di samping 200 orang prajurit terlatih, sektor timur memiliki 200 prajurit yang dilatih secara mendadak. Mereka terdiri dari  sukarelawan yang sudah akrab menggunakan senjata pendek, yaitu sabit.Karena-itu
Arya Baribin terpaksa harus melatih 200 orang yang aktivitasnya sehar-hari sebagai penderes-itu. Arya Baribin melatih mereka dengan-ilmu beladiri. Karena mereka adalah para penderes yang secara suka rela ingin ikut berperang, Arya Baribin melatih mereka bukan ketrampilan menggunakan pedang, tombak, tongkat atau pun pisau. Mereka dilatih menggunakan sabit sebagai senjata andalan mereka. Karena itu mereka dikenal sebagai pasukan sabit. Selain itu mereka juga dilatih ilmu beladiri tangan kosong
Mereka mendapat pelatihan intensif dan dipersiapkan dengan sebaik-baiknya kurang lebih selama-tiga bulan. Tempat berlatih mereka di Pusat Latihan Kendalisada. Di sana dibangun perkemahan khusus untuk berlatih. Arya Baribin dibantu pelatih pembantu, Jigjayuda dan Lurah Karangjati. Termasuk yang ikut latihan masuk kelompok pasukan sabit adalah Rekajaya.
Usia Rekajaya sebenarnya sudah tidak muda lagi. Dia pernah mohon ijin kepada Kamandaka. Kamandaka pada awalnya melarang jika Rekajaya ikut terjun menjadi pasukan tempur. Tetapi karena Rekajaya beralasan ingin menguasai ilmu beladiri, akhirnya Kamandaka mengijinkannya dengan catatan hanya untuk ikut belajar ilmu beladiri saja. Selanjutnya dalam perang tempat tugasnya bukan di garis depan. Tetapi cukup di garis belakang saja.
Tentu saja Rekajaya menjadi satu-satunya peserta paling tua. Tetapi semangat Rekajaya untuk berlatih luar biasa. Akhirnya, disela-sela waktu istirahat Arya Baribin memberikan latihan tambahan dasar ilmu pernapasan untuk meningkatkan kekebalan dan kecepatan bergerak. Ternyata ketekunan Rekajaya, memberikan hasil lumayan. Tidak kalah dengan anggota pasukan sabit yang lebih muda. Bahkan Rekajaya diangkat menjadi wakil komandan pasukan sabit atas usul anggota pasukan sabit yang lain. Mereka mengusulkan Rekajaya jadi wakil komandan, lebih karena menghormati Rekajaya, baik karena usianya, maupun posisinya sebagai adik Nyai Kertisara dan Abdi kesayangan Kamandaka. Tetapi ketekunan, semangat, dan ketrampilan menguasai ilmu beladiri yang dipelajarinya, juga menjadi bahan pertimbangan. Memang ketrampilan Rekajaya dalam memainkan sabit, baik sabit sebagai alat menyerang maupun sabit sebagai alat melindungi diri dari serangan tombak, yang dipelajarinya dalam waktu singkat  hasilnya lumayan baik.
Peranan pasukan sabit dalam menghadapi perang dengan Nusakambangan cukup besar. Pasukan sabitlah yang berhasil melindungi pasukan lainnya dari serangan tombak yang dilemparkan pasukan tombak barisan belakang prajurit Nusakambangan. Rekajaya yang ikut terjun dalam pertempuran beberapa kali bisa menangkis tombak yang datang kepadanya. Sebagai wakil komandan pasukan sabit, Rekajaya selalu mendapat arahan dari Arya Bribin. Pasukan sabit yang jumlahnya cukup banyak itu, dibagi menjadi dua kelompok. Yakni kelompok  untuk menangkis serangan tombak dan kelompok untuk membantu menyerang pasukan pisau lawan.
Hasilnya memang luar biasa. Prajurit Nusakambangan yang terkenal tangguh itu, karena mendapat serangan cepat, mendadak, dan tiba-tiba dari gabungan pasukan Kadipaten Pasirluhur dan Dayeuhluhur, langsung hancur berantakan. Akhirnya, barisan belakang pasukan Nusakambangan itu ikut menyerah juga. Tidak sampai tengah hari seluruh pasukan tempur  Nusakambangn bertekuk lutut, menyerah secara total.
Kamandaka yang masih berpakaian Uwak Lengser langsung menyalami dan memeluk Wirapati, Silihwarna, dan Arya Baribin. Persiapan perang yang memakan waktu tiga bulan itu, ternyata berbuah manis dengan kemenangan. Pada kesempatan itu Kamandaka dan Silihwarna memuji  kecakapan Arya Baribin dalam menggunakan senjata pusaka Kujang Kancana Shakti. Dipeluknya calon adik iparnya itu. Kamandaka berbisik lembut, ”Terimakasih Dimas Arya Baribin. Tidak keliru Adinda Ratna Pamekas memilih Dimas sebagai calon suami.”


“Terimakasih, Kanda,” jawab Arya Baribin. Dia merasa senang mendapat pujian dari Kamandaka dan Silihwarna. Wirapati juga ikut memberikan pujian pada Arya Baribin.

“Dinda Wirapati silahkan diurus prajurit Nusakambangan yang telah menyerah itu. Suruh mereka mengurus teman-temannya yang tewas dan terluka,” perintah-Kamandaka. Wirapati segera menghubungi Sekarmenur untuk mengurus prajurit Nusakambangan.
Sekarmenur, Sekarmelati, dan Sekarcempaka segera datang. Sekarmenur langsung memeluk jasad Patih Puletembini yang telah diletakkan oleh Wirapati berdampingan dengan jasad  Tumenggung-Surajaladri dan Rangga-Singalaut. Sekarmelati memeluk jasad-Tumenggung Surajaladri, dan Sekarcempaka memeluk jasad Rangga Singalaut. Kamandaka, Silihwarna, dan Arya Baribin memberi kesempatan kepada tiga gadis putri Adipati Banakeling itu untuk melepaskan air-mata-dukacitanya sampai tuntas. Bagi Sekarmenur, Sekarmelati, dan Sekarcempaka ketiga pria panglima perang Nusakambangan itu memiliki arti khusus sekaligus rumit. Ketiga pria itu sangat mencintai dirinya dan hampir saja menjadi suami mereka, andaikata Raja Pulebahas tidak menundanya dan meminta mereka tidak mendahului rencana pernikahan Raja Pulebahas dengan Sang Dewi yang gagal itu. Tetapi ketiga gadis itu sendiri selalu mengimpikan bisa meninggalkan Nusakambangan,dan membawa keluar teman-temannya sesama penghuni Pondok Tamanbidadari.
Sesudah puas melepaskan airmata duka cita, Sekarmenur memerintahkan kepada seluruh prajurit Nusakambangan untuk pulang kembali sambil membawa teman-temannya yang luka maupun mengurus penguburan yang tewas. Sekarmenur meminta kepada Wirapati dan Kamandaka agar jasad Raja Pulebahas, Puletembini, Tumenggung Surajaladri, dan Rangga Singalaut bisa diurus  secara baik dengan diperabukan sesuai kepercayaan mereka yang telah kembali memeluk agama Syiwa. Usul Sekarmenur sepenuhnya disetujui Kamandaka dan Wirapati.
“Biarlah aku membantu Dinda Sekarmenur mengurus perabuan mereka, Kanda Kamandaka,” kata Wirapati kepada Kamandaka yang langsung setuju. Sekarmenur tersenyum gembira mendengar kesanggupan Wirapati. Tak lama kemudian jasad Raja Pulebahas pun tiba dan diletakkan di samping jasad Puletembini.
“Dimana rencananya mereka akan diperabukan Dinda Sekarmenur?” tanya Sang Dewi yang juga   tiba sambil memeluk Sekarmenur, Sekarmelati, dan Sekarcempaka.
“Di muara Sungai Ciserayu, di tepi Teluk Penyu, Ayunda  Dewi,” jawab Sekarmenur kepada Sang Dewi yang telah mengganti pakaian pengantinnya dengan pakaian sehari-hari. Hanya rias wajahnya saja yang dibiarkan utuh.
“Dinda Wirapati, temani Dinda Sekarmenur dan bantu mengurus perabuan jasad Raja Pulebahas, Patih Puletembini, Tumenggung Surajaladri, dan Rangga Singalaut dengan baik. Aku titip Dinda Sekarmenur dan adik-adiknya. Jaga baik-baik. Aku akan kembali ke Pasirluhur bersama Kanda Kamandaka, Dinda Silihwarna, dan Dimas Arya Baribin,” pesan Sang Dewi. Mereka pun saling berpelukan dan berpisah. Wirapati berjanji akan ke Kadipaten Pasirluhur bila urusannya telah selesai.
Sang Dewi juga meminta kepada Tumenggung Maresi agar mengurus prajurit Pasirluhur yang luka-luka maupun yang tewas dengan sebaik-baiknya. Santunan yang memadai harus diberikan kepada keluarga prajurit yang tewas. Ternyata korban tewas dan luka paling banyak adalah  prajurit dari sektor utara. Prajurit dari sektor timur tak ada satu pun yang tewas. Hal itu menunjukkan pasukan sabit telah dilatih dengan baik oleh Arya Baribin. Mereka telah memanfaatkan sabit dengan baik untuk melindungi diri dan melumpuhkan musuh dalam perkelahaian jarak dekat. Prajurit sektor barat juga tak ada yang tewas. Dan yang luka berat hanya beberapa saja. Kebanyakan mengalami luka ringan.Ketika memberi perintah kepada Tumenggung Maresi, tiba-tiba Sang Dewi ingat sesuatu.
“Tumenggung Maresi, tunggu! Jangan pergi dulu!”  pinta Sang Dewi. Tumenggung kesayangan Adipati Kandhadaha yang sudah mau undur dari hadapan Sang Dewi, mengurungkan niatnya.  Dia-merasakan-dadanya berdebar-debar.
“Tumenggung Maresi, engkau tumenggung kesayanan Kanjeng Rama, bukan?”
Tumenggung Maresi hanya-mengangguk-pelan,tidak menjawab. Tiba-tiba dia merasa cemas,  kalau-kalau Sang Dewi menanyakan sesuatu yang selama ini ditutup-tutupinya. Memang Kanjeng Adipati sudah berpesan agar dirinya bisa menjaga kehormatan Kanjeng Adipati. Karena itu Tumenggung Maresi tambah gelisah. Dia berharap Sang Dewi tidak menanyakan urusan pribadi Sang Adipati.
“Tumenggung Maresi, bukankah engkau punggawa kesayangan Kanjeng Rama?” kembali Sang Dewi bertanya sambil tersenyum, karena melihat tumenggung itu tampak gelisah.
“Ndara Putri, apa yang hendak Ndara Putri tanyakan soal Kanjeng Adipati?” tanya Tumenggung Maresi mencoba  bertanya untuk menghalau perasaan gelisah yang mengganggunya.
“Kanjeng Rama punya istri baru? Dimana rumahnya?” tanya Sang Dewi langsung membuat pucat Tumenggung Maresi. Posisi Tumenggung Maresi serba sulit. Jika Sang Dewi diberitahu, dia akan dimurkai Sang Adipati. Tetapi bila tidak memberitahu, dia akan dimarahi Sang Dewi. Padahal-Sang Dewi calon istri Kamandaka yang pernah menyelamatkan jiwanya.(bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar