Entri yang Diunggulkan

SERAYU-MEDIA.COM: Novel : Pusaka Kembang Wijayakusuma (26)

SERAYU-MEDIA.COM: Novel : Pusaka Kembang Wijayakusuma (26) : “Dari mana Dinda Sekarmenur mendapatkan perlengkapan ranjang tempat tidur yang ...

Jumat, 03 November 2017

Novel:Melati-Kadipaten-Pasirluhur(61)



“Karena pasukan induk Pandawa harus secepatnya menghadapi pasukan induk Kurawa, Puntadewa menunjuk Abimanyu menjadi senapati Pandawa. Abimanyu menyusun formasi   Sumpitudang dengan menempatkan Puntadewa pada posisi kepala. Raja-raja yang lainya ada di belakang Puntadewa. Abimanyu menempatkan Drestajumena pada kedudukan sumpit udang kanan, sedang Gatutkaca menduduki sumpit udang kiri. Sebagai senapati atau panglima perang adalah Abimanyu sendiri yang menduduki posisi sungut udang.”
“Sementara itu, pasukan induk Kurawa membentuk formasi Bunga Teratai dengan senapati Jayajatra. Sebenarnya formasi Bunga Teratai termasuk formasi perang paling sulit ditembus. Hanya Arjuna yang memiliki ketrampilan menembus formasi Bungateratai, dengan cara masuk jauh ke dalam, kemudian memporakporandakan formasi musuh dari dalam, lalu Arjuna bisa keluar dari pengepungan, selalu dengan selamat. Ketrampilan yang demikian, belum dimiliki Abimanyu.”
“Sebenarnya jika Abimanyu tetap menduduki posisi sungut dan terus melakukan serangan terhadap formasi pasukan Kurawa, dia akan tetap selamat. Tetapi kemungkinan memenangkan perang akan lambat, atau paling tidak akan sama-sama kuat,” kata Wirapati yang tampak bersemangat ketika menceriterakan kisah perang Bharatayudha.
“Tetapi Drona pintar juga,” kata Wirapati melanjutkan. “Drona membuka formasi Bungateratai sehingga terbuka lorong jalan masuk ke tengah-tengan pasukan induk Kurawa. Abimanyu yang memang pandai memainkan aneka jenis senjata, terpancing menembus masuk ke jantung pasukan induk kurawa. Abimanyu pun memacu keretanya secepat kilat melewati lorong yang menuju pusat pasukan induk Kurawa yang sengaja dibuka.”
“Begitu kereta Abimanyu melesat meninggalkan induk pasukan yang ada di belakangnya, Senapati Jayajatra dengan trampil memotong pasukan induk Pandawa, sehingga Senapati Abimanyu terlepas dari pasukan induk. Drona yang ahli strategi itu, segera menutup lorong pasukan yang dibuatnya. Akibatnya praktis Abimanyu masuk ke dalam perangkap. Dia  terkurung di dalam formasi Bungateratai. Abimanyu belumlah setangkas Arjuna. Abimanyu gagal keluar dari perangkap,” kata Wirapati. Dia merasa senang, ketika apa yang diceriterakannya mendapat perhatian dari Sang Dewi dan Kamandaka. Arya Baribin dan Silihwarna ikut menyimak dengan sungguh-sungguh.
“Maka Abimanyu dikeroyok ramai-ramai dengan dihujani ribuan tombak, pedang dan panah baik dari arah depan, samping kiri, belakang dan samping kanan. Kereta Abimanyu pun hancur. Tetapi Abimanyu yang terluka dengan ribuan panah yang menancapi tubuhnya, masih terus melawan, hingga berhasil membunuh adiknya Dursasana, Kartasuta. Dia-juga berhasil membunuh Lesmana Mandrakumara, putra kesayangan Duryudana,” kata Wirapati melanjutkan ceriteranya.
“Senapati Jayajatra sangat takjub saat melihat Abimanyu yang-sudah luka parah, tetapi masih juga mengamuk. Jayajatra cepat-cepat melepaskan anak panah saktinya dari arah belakang punggung Abimanyu. Akhirnya panah sakti Jayajatra bersarang di leher Abimanyu, tembus dari belakang ke depan, mengakhiri perlawanan Abimanyu. Putra-Arjuna-itu-pun tewas di medan Kurusetra. Sudah jelas, kelemahan Abimanyu. Dia terlalu bernafsu hendak secepatnya memenangkan pepeperangan. Akibatnya fatal.” kata  Wirapati mengakhiri kisah Abimanyu dalam perang Bharayudha hari ke-13.
“Maka pada perang besok dalam formasi Sumpitudang yang akan kita gelar, kita harus hati-hati jangan sampai terkecoh tipu daya musuh. Dinda Silihwarna menduduki posisi kepala udang merangkap sungut. Untuk mengecoh lawan, Dinda Silihwarna jangan menyerang Puletembini yang ada pada posisi kepala formasi gajah. Dinda Silihwarna hendaknya-konsentrasi untuk-menyerang Tumenggung Surajaladri yang menduduki posisi pasukan gading gajah di sebelah kiri. Dimas Arya Baribin juga konsentrasi melumpuhkan Rangga Singalaut yang menempati posisi pasukan gading gajah di sebelah kanan. Untuk menghadapi Patih Puletembini, biarlah menjadi tugas Wakil Panglima Perang. Bila mengalami kerepotan, Kanda Kamandaka bisa turun tangan membantu melumpuhkan siapa saja. Tentu saja Kanda Kamandaka harus sudah melumpuhkan Raja Pulebahas terlebih dahulu,” kata Wirapati mengakhiri penjelasannya.Sang Dewi merasa senang mendengarkan uraian Wirapati yang begitu jelas. Dia pun mengucapkan terimakasih kepada Wirapati. Demikian pula Kamandaka. Para komandan sektor itu segera mohon diri setelah bersalaman dan saling berpelukan.
Matahari nampak berwarna bulat merah tembaga, terbenam-di kaki langit barat di balik deretan pegunungan yang memanjang dari selatan ke utara. Kamandaka dan-Sang Dewi  masuk ke dalam tenda diikuti-Lutung-Kasaraung.Sang-Dewi-berdoa kepada Yang Maha Kuasa, agar dalam perang esok hari, kemenangan berpihak kepada prajurit Pasirluhur dan Dayeuhluhur.

****
Sang Dewii sudah bangun mendahului terbitnya matahari pagi. Demikian pula Kamandaka. Sang Dewi mandi di kamar mandi darurat yang didirikan tidak jauh dari tempat perkemahan. Lalu sarapan pagi ditemani Kamandaka dan Lutung Kasarung. Kemudian  datang juru rias yang  sengaja dibawa dari Kadipaten Pasirluhur.Sang Dewi dirias secukupnya. Tetapi dasar gadis cantik, aura kecantikan di sekitar wajahnya segera muncul. Kecantikan Sang Dewi bisa membuat tergila-gila lelaki manapun yang melihatnya. Sang Dewi pun menjelma bak bidadari baru turun ke medan peperangan.
Sebaliknya dengan Kamandaka. Dia dirias menjadi tokoh dalam legenda Purbasari-Purbarangrang, yakni Uwak Lengser. Tentu saja penampilan Kamandaka menjadi lebih tua. Namun tubuh kekar Kamandaka yang dibalut dengan baju semacam surjan warna hitam dikombinasikan dengan celana hitam dan alas kaki trumpah  kulit  hitam, membuat Kamandaka tampak sebagai orang tua berwibawa. Apalagi rambutnya yang hitam oleh juru rias diputihkan sehingga menjadi rambut uban palsu. Wajahnya pun diberi bedak warna hitam, alis dan kumisnya yang tipis-pun diputihkan.Di kepalanya, bertengger ikat kepala hitam, sehingga lengkaplah Kamandaka tampil sebagai Uwak Lengser.
Tepat saat matahari pagi pelan-pelan mulai mendaki cakrawala langit timur,  Sang Dewi yang sudah dirias menjadi calon mempelai pengantin putri dibawa dengan tandu ditemani Lutung Kasarung. Tandu  dibuat dari ukiran kayu mengkilap, ditutup kelambu sutera kuning cemerlang, dan diusung empat orang prajurit bertubuh kekar. Mereka berjalan menuju simpang empat  beberapa pal di depannya. Uwak Lengser yang diperankan Kamandaka berjalan dengan gagah di samping kanan tandu. Di belakang tandu berjalan pelan-pelan 40 orang prajurit yang menyamar sebagai pengiring mempelai wanita, dipimpin Silihwarna.
Rombongan pengiring tandu tiba di simpang empat berbarengan dengan rombongan prajurit dari sektor timur dan sektor barat yang juga disamarkan. Jumlah rombongan masing-masing juga 40 prajurit dipimpin komandannya masing-masing. Arya Baribin dari sektor timur dan Wirapati dari sektor barat. Pasukan pendukung masing-masing sektor berada pada jarak kira-kira lima pal dibelakang  rombongan prajurit yang menyamar sebagai pengiring calon mempelai putri. Dengan demikian jika pengiring calon pengantin putra dari Nusakambangan tiba, mereka hanya melihat sejumlah pengiring yang tidak terlalu banyak, yaitu sekitar 40 orang saja pada masing-masing jalur.
Ketika tiba di tempat, tandu calon pengantin putri pun diturunkan  tepat di tengah mulut jalan simpang empat menghadap ke selatan.  Mereka menunggu dengan sabar rombongan pengiring calon mempelai pria yang akan datang dari selatan. Memang tak lama kemudian, Kamandaka dan Silihwarna yang berdiri di ujung jalan dari utara itu, mulai melihat  dari jauh di jalur selatan, rombongan calon mempelai pria yang sedang-berjalan pelan menuju simpang empat. Rombongan itu semakin lama semakin dekat dan semakin jelas.
Setelah agak dekat, Silihwarna memerintahkan agar terompet yang dibawa masing-masing sektor dibunyikan sebagai tanda penghormatan kedatangan calon mempelai pria. Terompet segera ditiup diawali dari barisan pengiring di belakang Silihwarna, disambung tiupan terompet di belakang Wirapati, dan terakhir terompet di belakang Arya Baribin. Maka terdengarlah suara tiga terompet memecahkan keheningan pagi yang semula lengang menjadi riuh rendah. Terdengar-suara terompet yang-saling susul menyusul, membumbung ke udara, dipantulkan dari pohon ke pohon sehingga gemanya terdengar menjalar sampai tempat yang jauh.Kupu-kupu, kumbang, dan lebah yang sedang sibuk mencari madu di pohon-pohon pinggir jalan, langsung pergi berlarian menyelamatkan diri entah bersembunyi ke-mana. Demikian pula burung-burung berkicau yang sedang berloncat-loncatan dari dahan ke dahan, langsung menghentikan kicauannya.
 Raja Pulebahas duduk di dalam tandu dengan kelambu biru langit-yang digulung supaya terbuka. Sang-Raja tampak gagah dalam pakaian kebesaran calon mempelai pria. Baju beskapnya dari kain sutra biru-laut, kain bawahnya batik coklat-saga, di pinggangnya melilit sabuk berperada sulaman benang emas, penutup kepalanya blangkon motif batik kombinasi  hitam dan kuning, dan alas kakinya dari kulit lembut warna hitam. Badannya yang kekar, menyebabkan penampilan Raja Pulebahas tidak kalah dengan penampilan raja agung kerajaan mana-pun di Pulau Jawa.

Mendengar suara terompet penyambutan, Raja Pulebahas merasa gembira dan bangga. Senyumnya selalu mengembang menghiasi bibirnya. Dalam benaknya dia mencoba membayangkan wajah cantik Dyah Ayu Dewi Ciptarasa yang sama sekali belum pernah dilihatnya. Tetapi alih-alih bisa membayangkan kecantikan wajah Sang Dewi, setiap saat dirinya mereka-reka membayangkan wajah Sang Dewi, yang selalu muncul berulangkali adalah bayangan Permaisuri-Niken Gambirarum.

Makin sering Raja Pulebahas mencoba membayangkan Putri Kadipaten Pasirluhur, makin sering muncul bayangan Niken Gambirarum. Dia sendiri sering heran, karena semakin dekat dengan hari panggih, yakni pertemuan calon mempelai putri dengan calon mempelai pria,  semakin pula dia sering mimpi didatangi Niken Gambirarum. Bahkan sejak lima hari lalu, hampir tiap malam dia mimpi hal yang sama. Bahkan  kemarin malam dia malah mimpi sangat menakutkan. Dia didatangi seekor kera hitam yang mengejarnya dan akan menggigitnya. Untunglah datang pertolongan dari Niken Gambirarum yang datang untuk menyelamatkannya.
“Hem, apakah arti mimpi itu?” tanya Raja Pulebahas berulang kali di dalam benaknya. Dia sendiri takut dengan kera, makhluk yang sering dimitoskannya sebagai jelmaan dewa.
“Adakah dewa tidak mengampuni dosa-dosaku? “ tanya Sang Raja pula. ”Ataukah Dinda Niken Gambirarum tidak rela aku memperistri gadis Pasirluhur itu?”
“Tidak mungkin aku membatalkan lamaranku. Tidak mungkin, Dinda Ratu Ayu Niken Gambirarum! Percayalah kepadaku, wahai Permaisuriku. Aku tetap mencintaimu. Dan gadis Pasirluhur itu? Aku sangat berharap Dinda Ratu Ayu Niken Gambirarum segera berinkarnasi ke dalam diri gadis Pasirluhur itu. Dengan demikian, kita akan tetap bersama-sama. Aku memandang, Dyah Ayu  Dewi Ciptarasa yang sebentar lagi akan jadi permaisuriku itu, tidak lain adalah engkau, Niken Gambirarum. Menyatulah jiwamu dengan jiwa Putri Kadipaten Pasirluhur itu. Maka kita akan hidup bahagia, abadi bersama selamanya,” kata Sang Raja.Dia-terus-menerus-sibuk dengan percakapan dalam benaknya. Percakapan yang dimunculkannya sendiri untuk membunuh kecemasan dalam dirinya.
Akhirnya pertanyaan yang membuatnya cemas, galau, dan bingung itu, tak pernah terpecahkan. Tetapi-semua-kecemasan,kegalauan,kebingunangn-itu pun-lenyap seketika,dan berubah menjadi kegembiraan saat Sang-Raja mendengar terompet yang menyambut kehadirannya. Raja Pulebahas banggga dan senang mendengar tiupan terompet, karena dia merasa telah disambut dengan upacara kebesaran. Bunyi terompet serentak berhenti, ketika tandu mempelai pengantin pria diturunkan di tengah jalan kira-kira dua puluh depa tepat berhadap-hadapan dengan  tandu calon mempelai  putri yang menghadap ke selatan.
Sekar Menur yang berdiri mengawal tandu mempelai pria, menghentikan 40 gadis kembar pengiring yang berbaris di belakang tandu. Di belakang barisan gadis kembar Pondok Tamanbidadari, tampak Sekarmelati dan Sekarcempaka. Keduanya  membantu Sekarmenur mengawal 40 gadis kembar. Jauh di belakang barisan gadis kembar, berhenti juga prajurit Nusakambangan dalam formasi gajah yang disamarkan sebagai pengiring calon mempelai pria dan 40 gadis kembar. Pasukan formasi gajah berhenti agak jauh di belakang tandu Sang Raja, sehingga tidak bisa melihat langsung setiap prosesi yang terjadi di depan dua tandu mempelai yang saling berhadap-hadapan.
Ketika melihat Wirapati, Sekarmenur segera memberi tanda. Wirapati yang berdiri di ujung jalur jalan dari barat itu cepat tanggap. Lima orang prajurit mendatangi tandu calon mempelai pria. Empat prajurit Wirapati menggantikan empat prajurit pengusung tandu mempelai pria. Atas perintah Sekarmenur, empat prajurit pengusung tandu Raja Pulebahas, diperintahkan meninggalkan tempat mengikuti satu orang prajurit Wirapati yang tadi mendatanginya. Dia lalu membawa keempat prajurit Nusakambangan itu masuk bergabung ke dalam barisan di belakang Wirapati. Di sana ke empat prajurit Nusakambangan itu langsung diikat tangannya dan disekap mulutnya agar tidak berbuat macam-macam.(bersambung)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar