Entri yang Diunggulkan

SERAYU-MEDIA.COM: Novel : Pusaka Kembang Wijayakusuma (26)

SERAYU-MEDIA.COM: Novel : Pusaka Kembang Wijayakusuma (26) : “Dari mana Dinda Sekarmenur mendapatkan perlengkapan ranjang tempat tidur yang ...

Jumat, 25 Agustus 2017

Novel:-Melati-Kadipaten-Pasirluhur-(37)





“Ampun sahaya Yang Mulia Raja, bila mana saran sahaya tidak berkenan bagi Yang Mulia,” jawab Sekarmenur.

“Tidak apa-apa. Ayo, katakan apa saranmu?”

“Sahaya mendengar,” kata Sekarmenur, ”ada seorang gadis cantik jelita di tanah daratan Pulau Jawa di utara sana di Lembah Ciserayu di Lereng Selatan Gunung Agung. Namanya Dyah Ayu Dewi Ciptarasa, putri bungsu Adipati Pasirluhur. Sahaya dengar sudah banyak adipati dan putra adipati yang melamarnya. Tapi Sang Dewi belum berkenan. Menurut sahaya, sangat tepat jika Yang Mulia Paduka Raja segera melamarnya. Siapa tahu Sang Dewi berkenan menjadi Permaisuri Yang Mulia Paduka Raja.”

Sang Raja tersenyum menyetujui usul Sekarmenur. Soal adanya gadis cantik di Kadipaten Pasirluhur, Sang Raja sudah pernah mendengarnya. Sang Raja berkata, ”Adakah putra raja atau raja yang pernah melamarnya, Sekarmenur? Barangkali saja kamu bisa menjelaskan dari apa yang sempat kamu dengar.”

“Justru itulah, sahaya usulkan agar Yang Mulia Paduka Raja cepat mengirimkan utusan untuk melamar Sang Dewi. Dari bisik-bisik yang sempat sahaya dengar di pasar daratan yang selalu ramai itu, belum ada seorang putra raja atau seorang raja sempat melamar Sang Dewi, Dyah Ayu Ciptarasa. Sahaya yakin bila Yang Mulia Paduka Raja cepat melamarnya, kemungkinan besar akan diterima. Adipati Kandhadaha, Ayah Sang Dewi pasti juga bangga bila punya menantu raja perkasa seperti Yang Mulia Paduka Raja.”

“Terima kasih, Sekarmenur. Saran dan pendapatmu aku terima. Kadipaten yang kaya dan makmur itu akan segera menjadi bagian dari wilayah Kerajaan Nusakambangan jika aku berhasil memboyong Dyah Ayu Dewi Ciptarasa. Wirasaba akan lebih mudah aku taklukkan bila Kadipaten Pasirluhur sudah aku kuasai. Adinda Puletembini, sudah dengar saran cerdas dari calon istrimu, bukan? Apa pendapatmu sekarang?”

“Jika Kanda Yang Mulia Paduka Raja mengijinkan,” jawab Patih Puletembini, ”Dinda akan segera menghadap Adipati Pasirluhur atas nama Kanda untuk melamar Dyah Ayu Dewi Ciptarasa.”

“Baiklah, aku ijinkan. Besok berangkatlah ditemani Tumenggung Surajaladri. Sekarmenur, kamu buatkan surat lamaran yang bagus, ya. Katakan jika lamaranku ditolak, aku akan mengirimkan pasukan untuk menaklukkan Kadipaten Pasirluhur. Adinda Patih Puletembini, berangkatlah pagi-pagi dan bawa bekal yang cukup. Cari kuda yang baik di daratan agar cepat sampai ke Pasirluhur. Jika Adipati Pasirluhur menolak engkau kuberi wewenang untuk mengancamnya dan menyatakan perang dengan Kadipaten Pasirluhur, seperti yang tersebut dalam surat yang akan disiapkan Sekarmenur. Apakah perlu pasukan pengawal?” 

“Tidak usah, Kanda Yang Mulia Raja. Kecuali Adinda Sekarmenur dan Sekarmelati  diijinkan ikut.”

“Ngawur kamu, Puletembini! Sekarmenur dan Sekarmelati belum jadi istri kalian, tentu saja tidak boleh. Tapi kalau hanya mengantarkan menyeberang sampai daratan, silahkan saja,” kata Sang Raja disambut dengan gembira Patih Puletembini dan Tumenggung Surajaladri. 

Tiba-tiba Sekarmenur berkata, ”Yang Mulia Paduka Raja, sebaiknya Kanda Patih Puletembini jangan diijinkan pergi. Siapa yang akan membantu Yang Mulia Raja bila Kanda Patih Puletembini pergi?”

Sang Raja tertawa mendengar usul Sekarmenur. ”Hahaha…, betul juga usulmu. Hem, Tumenggung Surajaladri, perintahku untuk Patih Puletembini aku cabut. Engkau saja yang aku tugaskan mewakili aku menyampaikan surat lamaran ke Pasirluhur. Tumenggung Surajaladri, cari anak buahmu yang bisa menemanimu.”

“Baiklah, Yang Mulia Paduka Raja, hamba akan ajak Rangga Singalaut sebagai teman.”

“Rangga Singalaut, sudah punya calon istri?” tanya Sang Raja.

“Sudah, Yang Mulia, Sekarcempaka namanya.”

“Baiklah, kalau begitu. Semuanya boleh menikah, setelah Rajamu berhasil menyunting Dyah Ayu Dewi Ciptarasa,” kata Sang Raja. 

Matahari bagaikan bola perak yang tengah meleleh berkilau-kilauan tergantung di puncak langit, ketika Sang Raja Pulebahas menutup pertemuan dan mengijinkan mereka semua meninggalkan ruangan. Sekarmenur tampak berseri-seri wajahnya, karena dia tak perlu khawatir ditinggal Puletembini. Puletembini memuji Sekarmenur yang banyak akalnya itu.

“Aku pun senang tidak jadi diutus Kanda Raja. Ayo, cepat dibuat surat lamaran ke Kadipaten Pasirluhur. Kanda Raja pasti menunggu-nunggu. Nanti sore harus sudah selesai,” kata Patih Puletembini mengajak Sekarmenur.

“Baiklah, Kanda Puletembini. Ayo, temani aku ke Pondok Tamanbidadari. Surat lamaran Yang Mulia Raja akan segera aku siapkan.” 

Mereka berjalan beriringan. Di belakang mereka menyusul Tumenggung Surajaladri dengan Sekarmelati. Sang Raja sendiri menuju ruang sanggar pemujaan. Di situ terdapat stoples kaca tembus pandang berisi bunga Wijayakusuma yang diawetkan di dalam larutan pengawet terbuat dari cairan alkohol berbahan air tape. Bunga pusaka berwarna putih bersih itu tampak bercahaya berkilau-kilauan menerangi sanggar pamujan, karena cahaya yang dipancarkannya bersipantulan ke mana-mana. Di samping stoples yang berisi bunga pusaka Wijayakusuma terletak guci porselin Niken Gambirarum. Sang Raja segera meraihnya, kemudian membuka tutupnya. Lipatan kapas bersisi darah perawan suci Niken Gambirarum masih utuh di dalam guci porselin. Aroma harum segar mewangi muncul dari dalam guci porselin menyebar keluar terhirup hidung Sang Raja. Sang Raja tidak asing lagi dengan aroma harum yang segera menghadirkan di pelupuk matanya sosok permaisuri Ratu Ayu Niken Gambirarum yang sangat dicintainya.

“Adinda Ratu Ayu Niken Gambirarum,” kata Sang Raja Pulebahas kepada guci porselin yang tengah dipegangnya itu. “Aku telah memenuhi semua janjiku kepadamu. Semoga aku dibebaskan dari semua kutukan. Aku sudah menjadi pemeluk Sang Hyang Syiwa, mengikuti kehendakmu. Aku juga sudah hapuskan semua ritual sesat persembahan darah perawan suci. Aku tidak ingin lebih buruk dari monyet atau kera seperti yang pernah engkau katakan kepadaku.”

“Permaisuriku Ratu Ayu, semoga engkau bahagia berada di sisi Sang Hyang Syiwa dan para Dewa. Ijinkanlah aku mempersunting Dyah Ayu Dewi Ciptarasa, Putri Kadipaten Pasirluhur sebagai permaisuriku menggantikan dirimu. Atau, Adindaku akan menitis menjadi satu ke dalam raga Dyah Ayu Dewi Ciptarasa? Oh, tentu aku sangat gembira sekali bila itu terjadi. Aku akan selalu menganggap Dyah Ayu Dewi Ciptarasa adalah inkarnasi dirimu. Bukankah Adindaku juga putri Adipati? Adipati Kalipucang, bukan?”

Setelah puas melakukan dialog imajinatif dengan mendiang Ratu Ayu Niken Gambirarum, Sang Raja menempatkan guci porselin kembali ke tempatnya. Sang Raja pun meninggalkan sanggar pamujan.Sore hari, Sekarmenur diantar Patih Puletembini menemui Sang Raja menyerahkan konsep surat lamaran yang telah dibuatnya atas perintah Sang Raja. Sang Raja segera membaca isi surat lamaran.

Yang Mulia Paman Adipati Kandhadaha di Pasirluhur. Salam dan bahagia. Inilah surat dari saya, Raja Pulebahas yang memerintah negeri agung Kerajaan Nusakambangan, dihaturkan ke hadapan Paman Adipati Kandhadaha yang memerintah Kadipaten Pasirluhur. Adapun maksud dan isi surat ini adalah, saya bermaksud melamar putri bungsu Paman Adipati Kandhadaha, Dyah Ayu Dewi Ciptarasa. Itupun apabila Paman Adipati mengijinkan. Adapun apa saja yang akan diminta, saya akan menyanggupinya. Akan tetapi, apabila Paman Adipati menolak lamaran saya ini, maka dengan berat hati, terpaksa saya akan mengirimkan pasukan untuk menaklukkan Kadipaten Pasirluhur. Demikian, ditunggu jawaban Paman Adipati Kandhadaha. Salam. Saya, Sang Raja Kerajaan Nusakambangan, Pulebahas.”

Selesai membaca surat lamaran itu, Sang Raja tersenyum puas.-”Bagus sekali tulisan dan susunan kalimatmu, Sekarmenur. Cocok menjadi penulis kerajaan membantu Patih Puletembini,” puji Sang Raja kepada Sekarmenur. Sekarmenur tersenyum tersipu-sipu.

”Bungkuslah dengan kain kuning dan ikat dengan benang sutra hijau. Adinda Puletembini, serahkan surat lamaran itu pada Tumenggung Surajaladri. Besok Tumenggung Surajaladri dan Rangga Singalaut harus sudah berangkat ke Kadipaten Pasirluhur.”

Setelah surat lamaran diberi stempel kerajaan dan dibungkus rapi, Patih Puletembini bersama Sekarmenur mengundurkan diri dari hadapan Sang Raja. Kemudian mereka berdua bergegas menemui Tumenggung Surajaladri dan Rangga Singalaut.-Esoknya, fajar sudah merekah di kaki langit sebelah timur. Permukaan Laut Segara Anakan tampak berwarna kelabu dengan riak-riak putih, sedang bergoyang-goyang dimainkan gelombang. Tumenggung Surajaladri dan Rangga Singalaut meluncur di atas perahu ke arah utara, melintasi air laut yang tersibak menyingkir ke kanan dan kiri perahu. Tak lama kemudian, mereka berdua sudah sampai di pantai daratan Pulau Jawa. Dari sana dengan menggunakan kuda, mereka berdua memacunya ke arah utara, menyusuri pinggir Sungai Ciserayu yang bermuara di Teluk Penyu menuju Kadipaten Pasirluhur.[] (bersambung)







Tidak ada komentar:

Posting Komentar