“Asal
usul Kamandaka masih belum jelas,” kata Banyakngampar. “Ananda punya dugaan
kuat Kamandaka mengenal dengan baik tradisi penduduk di Pakuan Pajajaran,
tradisi penduduk di Lereng Tangkuban Perahu, dan juga tradisi penduduk di
sekitar Galuh. Misalnya di sekitar Sungai Citanduy, Cimuntur, Cikijing, dan
Cijolang sampai Kalipucang di bagian hilir Citanduy, di sana banyak tumbuh
pohon kelapa dan pohon aren. Tampaknya tidak jauh berbeda dengan keadaan di
sepanjang Sungai Logawa dan Sungai Ciserayu. Penduduk di sekitar Sungai
Citanduy, Cimuntur, Cikijing, dan Cijolang, juga banyak yang pandai menyadap
pohon kelapa dan pohon aren.”
“Jauh
sebelum Kerajaan Galuh berdiri, banyak penduduk di sekitar Sungai Cimanuk,
Citanduy, Cimuntur, Cikijing, dan Cijolang yang mencari nafkah sebagai
penyadap,” lanjut Silihwarna. ”Di samping sebagai penyadap, penduduk di sekitar
sungai-sungai di Galuh itu juga mencari nafkah dengan menggeluti usaha sebagai
peladang, pemburu, dan pedagang. Menurut ceritera penduduk, menjadi penyadap
pada saat itu merupakan usaha mencari nafkah yang terhormat juga. Mereka
belajar kepada seorang putra raja yang bernama Sang Katungmaralah. Dia lima
bersaudara, putra ke-tiga Sang Raja Kandiawan di Medangjati. Dari kelima putra
Raja Kandiawan itu, hanya Si Bungsu Wretikandayun yang bersedia membantu ayahandanya
Raja Kandiawan. Kakak Sang Katungmaralah, Si Sulung Sang Mangkukuhan, lebih
senang mencari nafkah sebagai peladang. Kakaknya yang nomor dua, Sang
Karungkalah, lebih suka mencari nafkah dengan menjadi pemburu. Dan adiknya,
Sang Sandanggreba, kakak Si Bungsu Wrtikandayun, lebih suka mencari nafkah
sebagai pedagang.”
“Wajar
jika tahta Raja Kandiawan di Medangjati akhirnya diserahkan kepada Si Bungsu
Wretikandayun. Dialah yang membangun Kerajaan Galuh Kawali yang terletak di
antara Sungai Citanduy dan Cimuntur, yang merupakan kelanjutan kerajaan
Medangjati. Sang Katungmaralah itulah yang dianggap sebagai Sang Guru pelindung
para penyadap di lembah Sungai Citanduy, Cimuntur, Cikijing, dan Cijolang, sampai Kalipucang.”
“Kamandaka
sangat cerdik, dia menempatkan diri sebagai pelindung para penyadap di Sungai
Ciserayu, mengikuti jejak Sang Katungmaralah, putra Raja Medangjati Sang
Kandiawan. Jika dugaan ananda benar, berarti Kamandaka memang pernah bermukim
di sebelah barat Sungai Citanduy. Bisa jadi di Galuh, atau di Tangkuban Perahu.
Atau bisa jadi malah pernah bermukim di Pakuan Pajajaran,” kata Banyakngampar
mencoba menyimpulkan.
“Aku
dengar Ki Sulap Pangebatan pernah memborong ratusan sabit dari pasar
Karanglewas. Betulkah, Ki Patih?” tanya Kanjeng Adipati masih mempersoalkan
kegiatan Ki Sulap Pangebatan.
“Benar,
Kanjeng Adipati. Sabit yang dibelinya buatan tukang pandai besi dari Kadipaten
Pasirluhur juga. Semua sabit diberikan secara gratis pada para penyadap,” jawab
Ki Patih dengan nada suara datar dan sedikit getir.
“Memang
berita terakhir dari kegiatan Kamandaka itu sangat mencemaskan,” kata Kanjeng
Adipati dengan nada murung. “Jika tidak dicegah, Kamandaka bisa menjadi
penguasa di wilayah segitiga Sungai Cingcinggoling dan Ciserayu. Penduduk
Kadipaten Pasirluhur yang tingal di Kaliwedi, hampir semua menjadi pendukung
setia Kamandaka. Bahkan hasil penyelidikan terakhir dari Ngabehi Nitipraja,
setiap hari ada saja penduduk yang bergabung melamar jadi penyadap. Sebagian
besar mereka berasal dari penduduk yang tinggal di sekitar Gunung Tugel ke
timur sampai grumbul Kaliori, Srowot, Pajerukan, Petir, dan Kalianja. Jika
suatu saat Kamandaka membentuk pasukan sabit, dan bekerja sama dengan Wirasaba,
tentu akan sangat berbahaya. Wilayah segitiga dua sungai itu bisa lepas dari
Kadipaten Pasirluhur yang berarti juga lepas dari Kerajaan Pajajaran,” kata
Kanjeng Adipati memberikan peringatan, masih dengan nada murung.
Silihwarna
dan Ki Patih terdiam merenungkan kekhawatiran Kanjeng Adipati. Setelah ditunggu
beberapa saat belum ada yang menanggapi, Kanjeng Adipati melanjutkan
kata-katanya.
“Ini juga berita
penting hasil penyelidikan Ngabehi Nitipraja dalam usahanya mengawasi kegiatan Kamandaka. Sekarang ini
Kamandaka sering menyeberang Sungai Ciserayu lewat grumbul Kaliori, menuju arah
selatan ke Kademangan Kejawar yang berada di bawah kekuasaan Wirasaba. Menurut
penuturan salah seorang penduduk di Kademangan Kejawar, Ki Sulap Pangebatan
alias Kamandaka berhubungan erat dengan seorang ksatria dari Majapahit yang
menumpang di rumah Ki Demang Kejawar. Ngabehi Nitipraja berhasil memperoleh
nama ksatria dari Majapahit tadi, yaitu Arya Baribin,” kata Kanjeng Adipati
sambil memandang wajah Silihwarna.
Silihwarna segera ikut
merasakan kecemasan Kanjeng Adipati. Terbayang dalam benak Silihwarna, Ki Sulap
Pangebatan mengerahkan pasukan penyadap bersenjatakan sabit, dibantu ksatria
dari Majapahit Arya Baribin. Mereka saling bekerja sama mengangkat senjata
melepaskan diri dari Kadipaten Pasirluhur.
“Andai kata Kanda
Banyakcatra cepat kutemukan, pastilah dengan mudah Si Kamandaka dan Si Baribin
itu akan aku hadapi bersama-sama dengan Kanda Banyakcatra,” kata Silihwarna di
dalam hati.
Wajah-wajah murung,
cemas, dan tegang, terbayang pada wajah Kanjeng Adipati dan Ki Patih. Untuk
meredakan ketegangan yang menyesakkan dada, Kanjeng Adipati kembali mengajak
minum wedang jahe yang segar itu. Dia merasa tenggorokannya mulai kering. Ki
Patih mengikutinya. Demikian pula Silihwarna. Tetapi pikiran Silihwarna terus
berputar mencari jalan, bagaimana mengatasi persoalan gangguan keamanan di
Kadipaten Pasirluhur itu.
”Sebenarnya kedatangan ananda
ke Pasirluhur ini, untuk mencari Kakanda Banyakcatra yang pergi meninggalkan
Pakuan Pajajaran sudah setahun lebih,” kata Silihwarna setelah selesai minum untuk
menyegarkan tenggorokannya.
“Meninggalkan Pakuan?
Untuk keperluan apa?” tanya Kanjeng Adipati heran.
“Biasa, Kanjeng
Adipati. Apalagi kalau bukan wanita idaman calon pendamping hidup,” jawab
Silihwarna. Mendengar itu Kanjeng Adipati tertawa. Wajah Kanjeng Adipati yang
semula tegang lenyap seketika. Kalau urusan wanita, Kanjeng Adipati memang
sangat senang memperbincangkannya.
“Lho, apakah di sekitar
Pakuan Pajajaran tidak ada gadis cantik?” tanya Kanjeng Adipati.
“Tentu saja banyak, Kanjeng
Adipati. Tetapi yang dicari oleh Kanda Banyakcatra adalah gadis cantik yang
wajahnya mirip wajah Ibunda,” jawab Silihwarna.
“Oh, begitu? Tentu saja
tidak mudah. Apakah di Kadipaten Pasirluhur ada, Ki Patih?”
“Ya, itulah Kanjeng
Adipati, sepertinya memang tidak ada. Entahlah kalau di Kadipaten Galuh. Sayangnya
Raden Silihwarna tidak mampir ke Kadipaten Galuh,” jawab Ki Patih sambil
memandang ke arah Silihwarna. Baik Kanjeng Adipati dan Ki Patih sama sekali
tidak pernah membayangkan, bahwa gadis cantik yang dicari Putra Pajajaran
Banyakcatra adalah putri dari Kadipaten Pasirluhur, Sang Dyah Ayu Dewi
Ciptarasa.
“Menurut dugaan ananda,
Kanda Banyakcatra ada di Kadipaten Pasirluhur. Sebab selain untuk mencari gadis
idamannya, sebenarnya Ayahanda Sri Baginda Siliwangi memerlukan keterangan
perkembangan keamanan wilayah paling timur Kerajaan Pajaran ini. Dan Kanda
Banyakcatra mendapat tugas untuk memantau perkembangan wilayah timur Kerajaan
Pajajaran dari ancaman Kerajaan Kediri maupun Kadipaten Wirasaba,” kata
Silihwarna.
“Perlu Kanjeng Adipati
ketahui,” katanya melanjutkan, ”Sri Baginda memang sedang berusaha meningkatkan
kewaspadaan untuk menjaga keutuhan wilayah Kerajaan Pajajaran. Sri Baginda
sangat prihatin dengan perkembangan bandar-bandar Kerajaan Pajajaran di sebelah
timur Muara Cimanuk. Mungkin Kanjeng Adipati dan Paman Patih sudah mendengar.
Bandar penting dan makmur, Muarajati di pesisir pantai utara hampir jatuh
ke tangan Kerajaan Islam Demak. Kini bandar muara Sungai Cimanuk juga tengah
terancam. Karena itu, Sri Baginda membagi tugas kepada para putra-putranya.
Adinda Banyakbelabur ditugasi memantau perkembangan wilayah pantai utara.
Ananda sendiri ditugasi untuk mengawasi wilayah Kerajaan Pajajaran di sepanjang
pantai selatan. Sedangkan Kanda Banyakcatra, mendapat tugas untuk memantau
wilayah Lembah Sungai Ciserayu bagian barat dari kemungkinan menghadapi
ekspansi Wirasaba,” kata Silihwarna menjelaskan kebijakan Sri Baginda Prabu
Siliwangi dalam menjaga keutuhan wilayah Kerajaan Pajajaran.
Wajah Kanjeng Adipati
dan Ki Patih yang mulai menurun tingkat ketegangannya, kembali tegang setelah
mendengar penjelasan Silihwarna.
“Ananda bertekad akan
membantu Kanjeng Adipati menjaga keutuhan wilayah paling timur Kerajaan
Pajajaran,” kata Silihwarna pada akhirnya, membuat Kanjeng Adipati dan Ki Patih
wajahnya kembali cerah. “Tak ada jalan lain kecuali Kamandaka harus segera
ditangkap, sebab dia bermukim di wilayah Kadipaten Pasirluhur. Ananda juga
cemas jangan-jangan Kanda Banyakcatra disandera Kamandaka dan Baribin.”
Kedua petinggi
Kadipaten Pasirluhur itu mengangguk-anggukan wajahnya tanda setuju dengan
kata-kata Silihwarna.
”Semalam dengan Raden
Silihwarna sudah dibicarakan panjang lebar, bagaimana cara yang harus dilakukan
agar dapat menangkap Kamandaka secepatnya. Mengingat menangkap Kamandaka tidak
mudah, Raden Silihwarna memerlukan kira-kira 200 prajurit pilihan. Agar Raden Silihwarna
dapat memimpin mereka, mohon kesediaan Kanjeng Adipati menyetujui pengangkatan
Raden Silihwarna sebagai seorang Tumenggung Kadipaten Pasirluhur,” kata Ki
Patih Reksanata meminta persetujuan
Kanjeng Adipati.
“Oh, tidak ada masalah,
silahkan saja. Malah bagus untuk memperkuat daya tempur prajurit Kadipaten
Pasirluhur. Biar para tumenggung yang ada kelak bisa menimba ilmu kepada Raden
Silihwarna. Aku kira daya tempur prajurit Pasirluhur memang agak menurun.
Buktinya menangkap seorang Kamandaka, sudah berbulan-bulan tidak pernah
berhasil. Waktu mengepung Kamandaka di Taman Kaputren, malah lima orang
prajurit mengalami luka berat. Lima belas prajurit sisanya juga gagal menangkap
Kamandaka. Bahkan tiga prajurit yang mencoba menangkapnya tewas. Karena itu,
apa kira-kira langkah yang akan ditempuh untuk menangkap Kamandaka?” tanya
Kanjeng Adipati kepada Silihwarna dengan nada penuh harap.Karena ingin
menghormati Ki Patih Reksanata, Silihwarna minta agar Ki Patihlah yang menjawab pertanyaan Kanjeng Adipati.
“Raden Silihwarna akan
mengepung kediaman Kamandaka di Kaliwedi dengan kekuatan 200 prajurit. Semua
jalan keluar akan ditutup. Kira-kira itulah langkah yang akan dilakukan oleh
Raden Silihwarna. Barangkali Kanjeng Adipati punya pendapat lain?” tanya Ki
Patih kepada Kanjeng Adipati.
“Apakah tidak akan
menimbulkan korban jiwa cukup banyak?” Kanjeng Adipati balik bertanya kepada Ki
Patih. ”Bagaimana kalau selama pengepungan para penyadap anak buah Nyai
Kertisara bangkit melawan prajurit yang mengepung dengan menggunakan sabit yang
dimilikinya? Atau bagaimana kalau Kamandaka minta bantuan Kadipaten Wirasaba
lewat Baribin yang berada di seberang selatan Sungai Ciserayu?”
Ki Patih langsung diam
tak berkutik, lalu melirik Silihwarna. Silihwarna mengerti kesulitan Ki Patih
menjawab pertanyaan Kanjeng Adipati. Maka Silihwarna berkata kepada Kanjeng
Adipati.
“Kanjeng Adipati
sepenuhnya betul. Paman Patih juga betul, karena itu adalah langkah terakhir
jika memang tidak ada jalan lain buat menangkap Kamandaka. Tetapi semalam
ananda punya gagasan. Bagaimana kalau ananda tantang Ki Sulap dalam gelanggang
adu ayam di Pangebatan? Dengan demikian
kita pancing Kamandaka keluar dari sarangnya. Di situlah baru kita kepung. Biar
ananda yang menyamar sebagai botoh sabung ayam menggantikan Ngabehi Nitipraja.
Nanti Ngabehi Nitipraja supaya mencarikan ayam jago yang bagus. Tujuannya bukan
mengalahkan si Mercu. Tapi nanti anandalah yang akan langsung menangkap
Kamandaka saat ananda berhadap-hadapan dengan Kamandaka dalam gelanggang sabung
ayam,” kata Silihwarna memaparkan rencananya.
“Setuju sekali, Raden.
Sebuah gagasan cemerlang dari Putra Pajajaran,” kata Kanjeng Adipati memberikan
pujian. Wajahnya tampak gembira. Ki
Patih juga memuji gagasan Silihwarna.
“Permohonan ananda
hanyalah rahasiakan asal usul ananda. Jangan sebut-sebut ananda berasal dari
Pajajaran. Sebab ananda khawatir penyamaran ananda akan gagal,” pesan
Silihwarna. “Jika sampai rahasia ananda bocor, ananda khawatir Ki Sulap
Pangebatan tidak bersedia menerima tantangan ananda. Terserah bagaimana cara
Kanjeng Adipati dan Paman Patih merahasiakan nama dan asal ananda di hadapan
Ngabehi Nitipraja dan punggawa Kadipaten Pasirluhur lainnya.”(bersambung)
Silakan Kunjungi Artikel tajenonline.com
BalasHapusOVO S128
Jadwal Bank S128
Dan dapat Hubungi Kontak Whatsapp Kami +62-8122-222-995