Penulis : ANWAR HADJA
Editor : Kit Rose
Design Sampul : Domels
Harga Buku : Rp.71.000,-(belum Ongkos Kirim)
Buku cetak bisa dipesan kepada pada penerbit Jentera Pustaka via e-mail:Jentera.pustaka@gmail.com
Atau kepada penulis : E-mail : anwar.hadja@yahoo.com, SMS : 085723693581.
Editor : Kit Rose
Design Sampul : Domels
Harga Buku : Rp.71.000,-(belum Ongkos Kirim)
Buku cetak bisa dipesan kepada pada penerbit Jentera Pustaka via e-mail:Jentera.pustaka@gmail.com
Atau kepada penulis : E-mail : anwar.hadja@yahoo.com, SMS : 085723693581.
Menurut para pakar psykhologi dan ahli pendidikan, membaca novel dan karya sastra lainnya, merupakan investasi yang bermanfaat untuk meningkatkan kecerdasan emosional dan spritual, memperbaiki kualitas affektip,daya imajinasi, dan memperkuat otak kanan. Sedangkan nonton film layar lebar dan tv hanya memperkuat aspek kognitip saja. Karena itu membiasakan membaca novel dan karya sastra baik bagi diri sendiri maupun anak-anak, dan merupakan kebiasaan yang baik dan terpuji.
Novel
saya ditulis dengan latar belakang Lembah Serayu Banyumas pada akhir
abad ke-15 dan awal abad ke-16, yang melibatkan konflik Kerajaan
Pajajaran, Majapahit, Demak, dan Kediri, dalam suatu jalinan cinta yang indah antara Dewi Ciptarasa & Raden Kamandaka. Novel ini akan mempertajam
wawasan kesejarahan, budaya, adat, religi, nilai-nilai patriotik dan
cinta tanah air. Peminat bisa
langsung menghubungi Penerbit Jentera Pustaka.
E-mail: Jentera.pustaka@gmail.com. Atau kepada penulis. Tersedia versi cetak mau pun versi
e-book.Versi cetaknya dipatok Rp71.000,-/buku. Belum ongkos kirim.
Sebuah Investasi SDM dibidang kecerdasan yang murah,meriah, cerdas dan
rekreatif. Bermanfaat pula untuk koleksi perpustakaan pribadi.
Dibawah ini sinopsis dari novel saya, Melati Kadipaten Pasirluhur:
Raden
Kamandaka adalah putra sulung Sri Baginda Prabu Siliwangi Raja
Kerajaan Pajajaran di Pakuan, yang terlahir dengan nama Raden
Banyakcatra. Raden Banyakcatra punya satu adik kandung, Raden
Banyakngampar dan dua adik tiri Raden Banyak Belabur dan Dyah Ayu Ratna
Pamekas.
Sang Prabu gelisah jika memikirkan
Banyakcatra, putra sulungnya yang diharapkan menjadi putra mahkota calon
penggantinya. Sebab sampai Sang Permaisuri tercinta, Ibu Banyakcatra
dan Banyakngampar meninggal, Banyakcatra belum juga punya istri. Dengan
demikian Banyakcatra belum dapat dinobatkan menjadi putra mahkota.
Sebab syarat penobatan menjadi seorang putra mahkota, harus sudah punya
istri.
Banyakcatra mengaku sudah keliling seluruh
kadipaten di wilayah Kerajaan Pajajaran dari ujung barat sampai ujung
timur Sungai Citanduy, untuk mencari gadis idamannya, tetapi belum juga
ditemukan. Akhirnya Sri Baginda Siliwangi memberi waktu satu tahun lagi
kepada Banyakcatra untuk mencari gadis idamannya. Banyakcatra akan
menggunakan kesempatan yang diberikan oleh ayahandanya itu untuk
mencari gadis idamannya. Menurut Banyakcatra gadis idamannya itu ada di
Kadipaten Pasirluhur,sebuah kadipaten di Lembah Serayu sebelah timur
Sungai Citanduy yang belum sempat dikunjunginya.
Sebenarnya
langkah Banyakcatra untuk mencari istri dari gadis di sebelah timur
Citanduy itu merupakan langkah melanggar angger-angger leluhurnya.
Sebab sejak terjadinya tragedi Bubat (1357 M), kakek buyutnya, Raja
Galuh Niskala Wastu Kencana telah mengeluarkan angger-angger yang
melarang gadis dan pemuda trah Kerajaan Galuh menikah dengan gadis atau
pemuda trah Kerajaan Majapahit. Sedangka di Lembah Ciserayu telah
ratusan tahun berlangsung tradisi perkawinan silang antara suku Sunda
dan suku Jawa yang telah melahirkan sub etnis Jawa-Sunda Lembah
Ciserayu. Sub etnis Jawa-Sunda yang khas, yang kelak dikenal sebagai
wong Banyumas.
Dengan tidak mempedulikan pamali dari
leluhurnya, maka dimulailah petualangan Banyakcatra. Dia mengembara
seorang diri menuju Kadipaten Pasirluhur di lembah Ciserayu, di sebelah
selatan Gunung Slamet di daerah Banyumas. Pada saat itu Kadipaten
Pasirluhur dan wilayah Lembah Ciserayu, masih merupakan wilayah Kerajaan
Pajajaran yang berpusat di Pakuan.
Atas saran Sri
Baginda Slihwangi, Banyakcatra mampir dulu di kediaman Ki Ajar
Wirangrong di lereng gunung Tangkuban Perahu, untuk meminta petunjuk dan
nasihat. Ki Ajar memastikan bahwa gadis pujaan Banyakcatra yang
wajahnya mirip mendiang ibunya memang benar ada di Kadipaten Pasirluhur.
Gadis itu bernama Dewi Ciptarasa, putri bungsu yang cantik jelita dari
Adipati Kadipaten Pasirluhur, Kandhadaha.Tetapi syaratnya jika
Banyakcatra ingin berhasil mempersunting Melati dari Pasirluhur itu,dia
harus melakukan penyamaran menjadi orang biasa saja.
Mengikuti
saran Ki Ajar Wirangrong, Banyakcatra menyamar dengan menggunakan
nama Kamandaka. Mula-mula bekerja sebagai juru taman Patih Kadipaten
Pasirluhur, Ki Reksanata. Tetapi lama-kelamaan Ki Patih terpikat dengan
ketampanan dan kecakapan Kamandaka. Akhirnya Ki Patih mengambilnya
menjadi anak angkat. Sejak itu Kamandaka berstatus anak angkat Ki Patih
Reksanata.
Pertemuan dengan Dewi Cipatarasa, Melati
dari Pasirluhur itu, terjadi pada saat diadakan pesta rakyat marak,
yakni pesta rakyat menangkap ikan di Sungai Logawa yang dihadiri para
adipati dan tamu undangan lainnya. Dewi Ciptarasa yang terpesona dengan
ketrampilan dan ketampanan anak angkat Ki Patih , segera mengutus
embannya untuk menemui Kamandaka di Kepatihan. Kamandaka diminta
menemui Sang Dewi secara rahasia di Taman Kaputren Kadipaten Pasirluhur
pada malam hari.
Dengan mudah Kamandaka mengelabui
penjaga pintu gerbang Kadipaten dan bisa masuk ke dalam kamar Sang Dewi
di Taman Kaputren. Akhirnya Kamandaka membuka rahasia dirinya kepada
Sang Dewi yang membuat Sang Dewi terkejut. Kamandaka berjanji akan
segera pulang esok paginya ke Pajajaran untuk melapor kepada ayahandanya
dan akan segera melakukan lamaran secara resmi. Sang Dewi diminta agar
menjaga rahasia bahwa keduanya pernah bertemu di kamar Sang Dewi di
Taman Kaputren. Sayang kehadiran Kamandaka di kamar Sang Dewi,
diketahui prajurit jaga yang segera mengepung Kamandaka. Kamandaka
lolos dari kepungan, sambil sesumbar.
“Hai para
prajurit Kadipaten Pasirluhur. Ketahuilah, aku bukanlah penjahat yang
hendak mencuri harta benda Dalem Kadipaten Pasirluhur. Tetapi hatiku
memang telah tercuri oleh kecantikan paras Dyah Ayu Dewi Ciptarasa.
Tangkaplah aku jika engkau memang para prajurit perkasa dari Kadipaten
Pasirluhur. Inilah aku, Raden Kamandaka, putra Ki Reksanata, Patih
Kadipaten Pasirluhur.”
Ki Patih Reksanata
mengerahkan prajurit dan penduduk untuk menangkap anak angkatnya yang
dianggap telah mencoreng dirinya itu dengan mengepung Kamandaka yang
bersembunyi di bawah pohon besar di tepi Sungai Logawa. Kamandaka
berhasil lolos dari kepungan setelah terjun ke dalam Sungai Logawa dan
tidak muncul-muncul. Pengepungan dihentikan, karena mereka mengira
Kamandaka sudah tewas di dasar Sungai Logawa dibawa hantu sungai
perempuan yang suka jahil. Ki Patih lapor kepada Kanjeng Adipati hasil
dari pengejaran terhadap anak angkatnya. Kanjen Adipati,walapun kecewa,
untuk sementara menerima laporan Ki Patih.
Ternyata
Kamandaka selamat, karena menemukan sebuah ceruk di dasar Sungai Logawa
yang membawanya ke sebuah lorong peninggalan Kerajaan Kuno Galuh Purba
yang pernah mendirikan kerajaan Sunda di situ. Melalui lorong rahasia,
akhirnya Kamandaka tiba di muara Sungai Logawa yang merupakan pertemuan
dengan Sungai Ciserayu, sungai terpanjang di Pulau Jawa yang mengalir
ke Samudra Hindia. Di tepi Sungai Ciserayu, Raden Kamandaka bertemu
dengan Rekajaya, seorang pemancing ikan yang kemudian menjadi abdi
sekaligus juga sahabat Raden Kamandaka.
Akhirnya
Raden Kamandaka ditampung di rumah Nyai Kertisara, kakak Rekajaya,
seorang janda mlarat yang cari nafkah hanya dengan menjual daun pisang
di pasar Desa Pangebatan. Terdorong keinginan untuk membantu ekonomi
Nyai Kertisara dan Rekajaya yang terjerat kemiskinan, Kamandaka kembali
menyamar menjadi botoh ayam aduan dengan nama Ki Sulap Pangebatan. Dia
punya ayam aduan yang tidak pernah terkalahkan si Mercu. Dengan diiringi
Rekajaya, Ki Sulap menantang semua botoh adu ayam yang ada di seluruh
desa Kadipaten Pasirluhur. Nama Ki Sulap langsung ngetop, karena selalu
menang dalam setiap pertandingan. Ki Sulap Pangebatan sukses
mengumpulkan banyak uang dari arena judi sabung ayam. Semua kekayaan
yang berhasil dikumpulkan, seluruhnya diserahkan kepada Nyai Kertisara
yang dibimbingnya menjadi seorang pengusaha gula kelapa dan gula aren
yang akhirnya sukses juga. Nyai Kertisara segera tampil sebagai wanita
kaya di desa Kaliwedi.
Ketenaran Ki Sulap Pangebatan,
akhirnya tercium juga oleh Kanjeng Adipati dan Ki Patih Reksanata,
bahwa sebenarnya Ki Sulap Pangbatan itu, Kamandaka yang sedang menyamar
jadi botoh adu ayam yang tak terkalahkan. Ki Patih dan Kanjeng Adipati
yang merasa tertipu berusaha mencari akal untuk menangkap Ki Sulap
Pangebatan. Tetapi Ki Patih merasa kesulitan untuk mencari sosok yang
mampu mengimbangi kedigdayaan Kamandaka yang ternyata menguasai ilmu
bela diri tingkat tinggi.
Penyamaran Kamandaka
akhirnya terbongkar, setelah adik kandungnya, Banyakngampar menyusulnya
dengan menyamar sebagai Tumenggung Silihwarna yang mengabdi kepada Ki
Patih Reksanata dan Kanjeng Adipati Pasirluhur. Tumenggung Silihwarna
mendapat tugas menangkap Kamandaka yang menyamar sebagai Ki Sulap
Pangebatan. Duel maut pun terjadi di antara kakak-adik yg tidak saling
kenal itu, karena kedua-duanya memakai nama samaran. Kamandaka nyaris
tewas oleh Tumenggung Silihwarna dalam duel maut, karena Tumenggung
Silihwarna berhasil menikam lambung kanan Kamandaka dengan pusaka
kujang. Sekalipun terluka, Raden Kamandaka selamat. Meskipun terpaksa
dengan cara harus melarikan diri. Tetapi akhirnya Raden Kamandaka juga
mengeluarkan senjata kujang juga, seraya sesumbar bahwa dirinya
sebenarnya adalah Raden Banyakcatra. Betapa terkejutnya Raden
Silihwarna. Akhirnya kedua kakak beradik itu saling berpelukan ketika
mengetahui jati dirinya masing-masing.
Mereka berdua
menghadap Ki Patih dan Kanjeng Adipati. Kedua Petinggi Kadipaten
Pasirluhur itu memaafkan segala perbuatan Kamandaka dimasa lalu. Dan
Sang Adipati mau menerimanya sebagai calon memantu. Tapi masih disertai
syarat yaitu Kamandaka harus bisa menaklukan Raja Pulebahas dari
Kerajaan Nusakambangan yang juga telah melamar Dewi Ciptarasa. Tetapi
lamaran itu disertai ancaman untuk menaklukan Kadipaten Pasirluhur jika
lamarannya ditolak. Perangpun pecah, antara Kadipaten Pasirluhur dengan
Kerajaan Nusakambangan. Kamandaka bertindak selaku Panglima Perang
Kadipaten Pasirluhur. Dia berhasil menaklukan Kerajaan Nusakambangan
dengan bantuan Silihwarna, Arya Baribin dari Majapahit dan Raden
Wirapati dari Kadipaten Dayeuhluhur.
Akhirnya
pernikahan agung Kamandaka Banyakcatra dengan Dyah Ayu Dewi Ciptarasa
terlaksana juga. Keduanya kemudian dinobatkan sebagai Adipati dan
Kanjeng Ayu Adipati Kadipaten Pasirluhur.(anhadja).
Bandung,03-08-2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar